Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
ZADUL-MA’AD
BEKAL PERJALANAN
KE AKHIRAT
Penerjemah:
Kathur Suhardi
BUKU
PERTAMA
KEBAIKAN ADA DI TANGAN ALLAH
Pilihan Allah
[-Tanya Allah semata yang mempunyai hak mencipta dan menentukan pilihan, sebagaimana firman-Nya,
"Dan, Rabbmumenciptalcan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan
Mahatinggi Bari apa yang mereka persekutukan." (Al-Qashash: 68).
Sebagaimana Allah semata yang berhak mencipta, maka Dia pula yang
berhak memil ih, karena Dia lebih mengetahui tentang apa yang
dipilih-Nya. "Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas
kera.yulan." (A1-An'am: 124).
"Dan, mereka berkata, `Me ngapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada
seorang besar dari salah saw dua negeri (Makkah danThaifi ini? '
Apakahmereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
ineninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat."
(Az-Zukhruf: 31-32).
Allah rnengingkari pilihan mereka dan mengabarkan bahwa pilihan untuk
menurunkan Al-Qur'an itu kembali kepada Dzat yang membagi¬bagikan
kehidupan di antara mereka dan yang meninggikan derajat sebagian di
atas sebagian yang lain.
F rrn an Allah, " Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka
persekutukan ", bahwa Allah membebaskan Diri-Nya dari ha 1-Fial yang
mereka persekutukan, berupa usulan dan pilihan mereka. Syirik mereka
tidak bisa menjamin untuk menetapkan khaliq selain Allah. Karena itu
Allah membebaskan Diri-Nya dari syirik mereka.
Sebatzairnana Allah yang menciptakan mereka, maka Dia pula yang
menentukan pilihan bagi mereka. Pilihan ini kembali kepada hikmah Allah
dan pengetahuan-Nya tentang siapa yang layak mendapatkan pilihan itu,
bukan karena terpengaruh oleh usulan dan pilihan mereka.
Pilihan yang bersi-fat umum ini merupakan bukti paling besar tentang
Rububiyah Allah dan merupakan saksi paling besar tentang
Wandaniyah-Nya, sifat kesempurnaan-Nya dan kebenaran Rasul-Nya. Di
antara contohnya adalah pilihan Allah yang jatuh kepada para malaikat
pilihan, sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallani,
"Ya Allah, Rabb Jibril, Mika 'il dan Israfil, yang meneiptakan langit
dan buini, yang mengetahui yang gaib dan nyata, Engkau menetapkan
keputusan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka
perselisihkan. Berilah aku petunjuk tentang kebenaran yang
diperseli¬sihkan di dalamnyadengan seizin Mu, sesungguhnya Engkau
memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
(Diriwayatkan Muslim).
Begitu pula pilihan Allah yang jatuh kepada para nabi dari anak
keturunan Adam, pi lihan-Nya yang jatuh kepada para rasul di antara
mereka, pilihan-Nya yang jatuh kepada Ulul-Azmi di antara mereka, yaitu
lima rasul seperti yang disebutkan dalam surat A l-Alizab dan
Asy-Syura. Begitu pi khan Allah yang jatuh kepada Al-Khalilani (dua
kekasih), Ibrahim dan Muham¬mad. Kemudian Allah memilih anak keturunan
Ismail dari Bani Adam, memilih Bani Kinanah dari Bani Adam, lalu
memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy,
lalu memil Hi Muhammad dari Bani Hasyim sebagai pemimpin bagi seluruh
umat manusia.
Dalam Al-Musnad disebutkan dari Mu'awiyah bin Haidah secara marfd,
"Kama sekalian sama dengan tujuli puluh umat. Tapi kalian yang paling
baik dan paling mulia bagi Allah di antara mereka."
Di dalam Mu.snad Al-Bazzar disebutkan clari hadits Abud-Darda' seca-ra
marfu..-Sesunaeuhnya Allah befirman kepada I sa bin Mary am, 'AL, telah
mengutus suatu umat sesudahmu, jika mereka mendapat apa yang mereka
sukai. maka mereka memuji dan bersyukur, dan jika mereka ditimpa apa
yang tidak mereka sukai, maka mereka memurnikan hati (karena Al lah)
dan bersabar. Padahal sebelumnya mereka tidak memiliki kesabaran dan
ilmu'. lsa berkata, 'Wahai Rabbi, bagaimana ini terjadi, padahal
dahulunya mereka tidak memiliki kesabaran dan ilmu?' Allah menjawab,
'Aku memberikan kepada mereka dari kesabaran dan ilmu-Ku'."
Allah Mengkhususkan Diri-Nya dengan Kebaikan
Maksudnya. Allah rnemilih yaneterbaik untuk segala jenisialu
meng-khususkannya bagi Diri-Nya. Allah adalah baik dan tidak menyukai
kecuali yang baik-baik. tidak menerirna perkataan, amal dan shadaqah
kecuali yang baik-balk. Dengan hegitu dapat diketahui tanda kebahagiaan
dan penderitaan hamba. Karelia yang balk hanya cocok untuk yang balk
pula, orang yang baik
hanya cocok untuk orang yang baik pula, yang hatinya tidak akan tenang kecuali dengan yang baik itu.
Allah mempunyai perkataan yang baik. dan tidak ada yang dapat naik
kepada-Nya kecuali perkataan yang baik pula. Allah menghindardari
perka¬taan yang keji, dusta, ghibah, adu domba. pernyataan palsu dan
segala perka¬taan yang tidak baik. Allah juga tidak menerima kecuali
amal-amal yang baik. Amal-amal yang baik ini pasti memiliki visi yang
sama antara fitrah yang lurus dan syariat para nabi dan yang sejalan
dengan akal yang sehat, seperti menyembah Allah semata tanpa
menyekutukan-Nya. mendahulukan keridhaan-Nya daripada hawa nafsunya,
menyukai dan mengusahakannya, berbuat baik kepada sesama makhluk sesuai
dengan kesanggupannya. berbuat bersama mereka seperti apa yang mereka
sukai, disertai dengan akhlak yang baik, seperti murah hati, menjaga
kehormatan diri, sabar, penga¬sih. memenuhi janji, juju, lapang dada,
tawadhu'. menjaga muka agar tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah
semata dan lain sebagainya.
Allah juga tidak memilih pernikahan kecuali yang paling baik di
antaranya dan tidak memilih pendamping kecuali yang baik-baik saja.
lnilah di antara keadaan orang-orang yang difirmankan Allah,
"(Irani?) orang-orangyang diwafatkan dalam keadaan baikolehpara
malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), Salamun alaikum, masuklah
kamu sekalian ke dalam surga itu disebctbkan apa yang telah Lilian
kerjakan'." (An-Nahl: 32).
Atau mereka yang mendapat sambutan para malaikat penjaga surga,
"Kesejahteraan (dilimpahkan) kepada kalian. Berbahagialahkalian. Karena
itu masuklah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya'." (Az-Zumar:
73).
Fluruffa ' pada fadkhuluha di dalam ayat ini merupakanfa '
as-saba-biyah. Dengan kata lain, dikarenakan kebaikan kalian, maka
masuklah surga.
Allah juga telah memasangkan orang atau sesuatu yang baik dengan
pasangannya yang baik pula. Begitu pula kebalikannya. Firman-Nya,
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
Ictki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita
wanita yang balk adalah untuk laki-laki yang baik clan laki-laki yang
balk adalah untuk wanita-wanita yang balk pula. Mere ka (yang ditu
duh) ittr bersih dari apa _yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh ).
Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia." (An-Nur: 26).
Sekalipun memang ayat ini ditafsiri untuk laki-laki dan wanita, tapi
maknanya lebih urnum lagi dan mencakup untuk hal-hal yang lain.
Allah menjadikan yang balk dengan segala kesernpurnaannya ada di surga
dan menjadikan yang buruk dengan segala kesempurnaannya ada di neraka.
Surga merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang baik dan
neraka merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang buruk.
Lalu di sana ada tempat lain yang di dalamnya bercampur antara yang
baik dan buruk, yang tak lain adalah dunia yang kita tempati ini. Pada
hari kiamat kelak, Allah akan mem isahkan yang buruk dari yang baik,
lalu masing-masing masuk ke tempatnya.
Artinya, Allah menjadikan kebahagiaan dan penderitaan sebagai tema yang
harus diketahui. Pada diri seseorang ada dua elemen. Maka yang lebih
berkuasa atas dirinya dari dua elemen in i. maka dia akan menjadi
pengikut¬nya. Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirinya, maka Dia
mensucikan¬nya sebelum mati, hingga pensucian dirinya tidak memerlukan
api (neraka). Hikmahnya—Nllah tak mau didekati seseorang dengan
kekotoranny a. Maka Dia memasukkannya ke neraka agar menjadi suci.
Proses pensucian in i tergantung dari cepat atau lambatnya kotoran itu
sirna. Karena orang musyrik itu serba kotor dirinya, maka dia sama
sekali tidak bisa dibersihkan dan disucikan, seperti seekor anjing yang
kenajisannya tetap tidak akan hilang, meskipun sudah dicemplungkan ke
lautan. Karena orang Mukm in itu bersih dan terbebas dari kotoran, maka
api Karam menyentuhnya. Sebab tidak ada yang harus dibersihkan dalam
dirinya. Mahasuci Allah, yang hikmah-Nya dapat dibaca orang-orang yang
berakal.
KEHARUSAN MENGETAHUI PETUNJUK RASULULLAH
Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah
Shallallahu Alaihi ia,a SaIlam. Sebab tidak ada jalan untuk mendapatkan
keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu, yang baik dan yang buruk
tidak bisadikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apa
pun kebutuhan yang datang dan apa pun urgensi yang muncul, maka urgensi
hamba dan kebutuhannya terhadap rasul ini jauh lebih penting lagi.
Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk
memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati
yang hidup. Sebab orang yang matt tidak lagi merasakan sakit. Jika
kebaha¬giaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sal lam, maka siapa pun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya
hares menge¬nal dan mengetahui petunjuk, sirah dan keadaan beliau, agar
dia terbebas dari jerat orang-orang yang bodoh. Dalam hal in i manusia
ada yang menganggap sedikit. menganggap banyak dan ada pula yang sama
sekali tidak mendapat-kannya. Karunia hanya ada di Tangan Allah, yang
diberikan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.
Tuntunan Rasulullah Saat Makan dan Minum
Petunjuk dan perilaku beliau saat makan dan minum tidak ada yang
dipungkiri dan tidak ada yang hilang sia-sia. Apa pun yang disodorkan
dari makanan yang baik, maka beliau memakannya, kecuali jika makanan
itu kurang berkenan di hatinya, maka beliau men inggalkannya tanpa
mengha-ramkannya. Beliau tidak pernah mencela suatu makanan pun. Jika
berkenan, bel iau memakannya, dan j ika tidak berkenan, beliau
membiarkannya, seperti daging biawak yang ditinggalkannya, karena
beliau tidak biasa memakannya.
/1(.;S:rilf)(-/:/;71(27,(7// X.ey1Z.h/irg 7
Beliau biasa memakan manisan dan made, dan beliau
menyukainya, pernah makan daging sapi, domba, ayam, burung, kelinci,
ikan laut. makan daging yang dipanggang, korma basah dan kering. minum
susu murni. adonan gandum, minum perahan korma, makan adonan air susu
dan tepung, roti campur daging dan lain-lainnya. Beliau tidak menolak
makanan yang balk dan tidak memaksakan diri untuk memakannya. Kebiasaan
beliau ialah makan sekedarnya. Jika tidak mempunyai makanan, beliau
bersabar, dan bahkan beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu,
karena rasa lapar yang menyerangnya. Beliau tidak makan sambil
telentang, entah telentang pada lambung, duduk seperti dalam tahiyat
akhir, atau menumpukan satu tangan di lantai dan satunya lagi digunakan
untuk makan. Ketiga cara ini ter¬cela. Beliau biasa makan di lantai
dengan beralaskan tikar, dan sekaligus sebagai tempat makannya.
Sebelum makan beliau mengucapkan tasmiyah dan seusai makan rnengucapkan
hamdalah. Ketika benar-benar sudah rampung, beliau meng-ucapkan doa,
/ 0 0 / 1 0
L: IBS LIL4.} 4..4);j
00
"Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, balk dan penuh
barakah di dalamnya, tidak ditelantarkan dan dibiarkan serta dibutuhkan
Rabb kami." (Ditakhrij Al-Bukhary).
Tuntunan Rasulullah dalam Pernikahan dan Pergaulan di Tengah Keluarga
Diriwayatkan secara shah ih dari Nabi Shallallahu Alaihi
dari hadits Anas, bahwa beliau bersabda,
"Yang dijadikan paling kue intai dari keduniaan kalian
adalah wanita dan minyak wangi. Dan kesenangan hatiku dijadikan ada
dalam sha¬" (Diriwayatkan An-Nasa'y, Ahmad dan Al-Hakim).
Beliau diberi kekuatan tiga puluh kali dalam jima'. Sehingga beliau
pernah menggilir beberapa istri dalam satu malam. Allah mempei bolehkan
yang demikian ini bagi beliau, yang tidak diperbolehkan bagi yang lain
dari urnatnya. Tapi beliau tetap mengadakan pembagian di antara mereka
dalam tempat tinggal dan natkah.
Kehidupan beliau bersama para istri merupakan perczaulan y ang amat
baik, penuh dengan sajian akhlak ..ang mulia_ Beliau pernah mengirim
bebe
rapa anak perempuan dari kalangan Anshar kepada Aisyah agar
mereka her-main bersama. Jika Aisyah minum dari suatu gelas, maka
beliau mengambil gelas itu dan ikut mem inumnya pada bagian gelas yang
diminum Aisyah. Beliau telentang dengan posisi kepala di pangkuan
Aisyah sambil membaca Al-Qur'an. Padahal boleh jadi Aisyah sedang haid.
Beliau menyuruh Aisyah untuk mengenakan kain karena dia sedang haid,
tali) beliau mencumbunya. Beliau juga pernah memeluk Aisyah ketika
beliau sedang berpuasa. Beliau pernah mengajak Aisyah adu lari,
menonton berdua orang-orang Habasyah
ang sedang bermain di dekat masj id, sementara Aisyah bersandar di bahu
beliau. Ini semua menunjukkan kelembutan dan kehalusan beliau dalam
mempergauli istri. Jika hendak mengadakan perjalanan, maka beliau
meng¬undi di antara istri-istrinya. Siapa yang undiannya keluar, maka
dialah yang berhak menyertai perjalanan beliau. Karena itu beliau
bersabda,
•e- fi c•••- i a fi oj a'
U +-- • i_Se. •
-
"Sebaik-baik orang di antara kalian ialah yang paling baik terhaclap
keluarganya, don aku adalah orang yang paling baik di antara kalian
terhadap keluargaku. "(Diriwayatkan At-Tirmidzy dan Ibnu Hibban).
Seusai mengerjakan shalat ashar beliau berkeliling di antara
istri-istri¬nya, untuk merwetahui keadaan mereka semua. Jika tiba malam
hari, beliau berada di rumah salah seorang istri yang mendapat giliran.
Aisyah berkata, "Beliau tidak melebihkan sebagian di antara kami atas
sebagian yang lain dalam masalah membagi giliran berrnalam. Hampir tak
sehari pun melainkan beliau berkeliling di antara kami semua, mendekati
setiap istri yang dikun¬jungi tanpa bed ima' dengannya hingga tiba di
rumah istri terakhir yang men¬jadi giliran bermalam."
Tuntunan Rasulullah ketika Beranjak Tidur dun Bangun
Terkadang beliau tidur di atas kasur, terkadang di atas kulit yang
sudah disamak, terkadang di atas tikar, terkadang di atas tanah,
terkadang di atas dipan dan terkadang di atas kain hitam. Ubbad bin
Tamim meriwayatkan dari pamannya, dia berkata, -Aku pernah melihat
Rasulullah Shallallahu A laihi 14,6/ Sallam berbaring di nnasj id
dengan meletakkan salah satu kaki di atas kaki yang lain." (Ditakhrij
Al-Bukhary dan Muslim).
Ketika beranjak ke ternpat tidurnya, maka beliau mengueapkan doa,
".;
(„4.1.h
"Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku (Ditakhrij A l
B ukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).
Beliau menjajarkan kedua telapak tangan lalu meniupnya
seraya mengucapkan surat Al-lkhlas, Al-Falaq dan An-Nas. Setelah itu
beliau meng-usapkan telapak tangan ke seluruh tubuh yang memang
bisadiusapnya. dimu¬lai dari bagian kepada, lalu ke wajah lalu ke
bagian tubuh. Beliau melakukan hal ini tiga kali. Beliau tidur pada
lambung kanan (dalam posisi miring ke kanan), meletakkan tangan kanan
di bawah pipi kanan. Jika bangun tidur beliau mengucapkan,
L.t LS .:d1
"Segal(' pup hagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia
mematikan kami dan kepada-Nya tempat keinhali."(Diri\vavatkan
Al¬Bukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).
Sete lah itu beliau bersiwak. Terkadang beliau membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali lmran.
Beliau biasa tidur pada awal malam dan bangun pada akhir malarn. I a-pi
terkadang juga tidak tidur pada awal malam karena melayani kemaslahatan
orang-orang Muslim. Mata beliau tidurtapi hati beliau tidak tidur. Jika
beliau tidur, tak seorang pun membangunkan beliau, sehingga beliau
sendiri yang bangun.
Tuntunan Rasulullah dalam Bermu'amalah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salim)" adalah orang yang pa ling
bagus dalam bermu'amalah..lika meminjam sesuatu dari orang lain, maka
beliau mengembalikan yang lebih bagus dari apa yang dipinjamnya, dan
be¬liau pasti men gembalikannya sambil mendoakan orang yang memberikan
pinjaman kepada beliau,
..;jStirdi Aa -,••1 j
"Semoga Allah memherkahi hagimu dalam kelliargamu clan hartamu.
Sesungguhnya pahala pinjaman ialah prigian dan
pemenuhan."(Diri¬wayatkan An-Nasa' y. I hnu Majah dan Ahmad).
Beliau pernah meminjam (berhutang)empat puluh sha' bahan makan¬an dari
seseorang. Pada scat yang sama ada seorang Anshar yang membutuh-kannya,
maka beliau memberikan bahan makanan itu kepada orang Anshar. Beliau
bersabda. "Sete lah ini dia tidak akan datang kepada kami untuk me-m
inta sesuatu pun." Orang yang dipinjami itu siap-siap akan mengatakan
se-suatu. Tapi beliau cepat-cepat berkata, "Janganlah kamu berkata
kecuali yang baik. Aku adalah sebaik-baik orang yang meminjam." Maka
beliau mengem-balikan bahan makanan itu dua kali lipat atau delapan
puluh sha'.
Beliau juga pernah mem i njam seekor onta. Lalu pemiliknya
menda¬tangi beliau untuk menagih, sambil mengeluarkan perkataan yang
keras. Para shahabat yang mendengarnya siap-siap untuk bertindak
terhadap orang itu. Namun beliau bersabda, "Biarkan dia, karena orang
yang mempunyai hak berhak untuk berkata."
Suatu kali beliau hendak membeli sesuatu. Tapi ternyata uang beliau
tidak mencukupi. Maka harganya diturunkan. Lalu barang itu beliau jual
lagi sehingga mendatangkan untung yang banyak. Lalu keuntungan itu
beliau shadagahkan kepada para janda dari Bani Abdul-Muththalib, lalu
beliau bersabda. "Aku tidak akan membeli sesuatu pun setelah ini
kecuali jika aku mempunyai uang yang cukup."
Ada seorang Yahudi yang menjual barang kepada beliau dengan jangka
waktu tertentu yang sudah disepakati bersama. Tapi sebelum jatuh tempo,
orang Yahudi itu mendatangi beliau untuk menagih pembayaran. Beliau
memberitahu, "Sekarang belum jatuh tempo."
Orang Yahudi itu berkata dengan keras, "Kalian orang-orang Bani Abdul-Muththalib memang suka mengulur-ngulur waktu."
Para shahabat yang mendengarnya hendak berbuat sesuatu kepada orang
Yahudi itu. Tapi beliau melarang mereka. Kekerasan orang Yahudi itu
justru membuat beliau bertambah lemah lembut. Maka orang Yahudi itu
berkata, "Segala sesuatu dari tanda-tanda kenabian yang ada pada diri
beliau sudah kuketahui, dan tinggal satu saja yang belum kekutahui,
yaitu kekerasan orang yang tidak tahu tentang diri beliau justru
membuat beliau bertambah lemah lembut. Karena itu aku ingin
mengetahuinya." Kemudian orang Yahudi itu masuk Islam.
Tuntunan Rasulullah Saat Berjalan Sendirian atau Saat Berjalan Bersama Para Shahabat
Beliau adalah orang yang paling cepat jalannya, paling bagus jalannya
dan juga tenang. Abu Elurairah berkata, "Aku tidak melihat sesuatu pun
yang lebih bagusdaripada RasulullahShallallahuAlaihiwaSallam.
Seakan-akan matahari berjalan di muka beliau. Aku juga tidak melihat
seseorang yang lebih cepat jalannya daripada Rasulullah Shallallahu A
laihi Sallam. Se¬akan-akan bum i dijadikan menurun bagi beliau.
Sebenarnya kami berusaha untuk menyeimbangi beliau, tapi beliau seperti
tidak peduli."
All bin Abu Thal ib juga pernah mensifati cara berjalan beliau dengan
be rkata, "Jika Rasu lu I lah Shallallahu Alaihi waSallam berjalan,
maka badan-nya bergerak seakan-akan sedang berjalan di tanah yang
landai."
Begitulah cara berjalannya para pemberani dan mereka yang memiliki
semangat, tidak seperti orang yang sakit-sakitan, yang berjalan sepotong
mi sepotong. Dua cara bcrjalan yang tercela, yaitu
pelan-pelan seperti °ram yang sakit-sakitan dan berjalan secara
buru-buru seperti onta yang ketakutan, seakan menggambarkan keadaan
pikirannya yang galau_ apalagi jika dengan banyak menengok ke arah kiri
dan kanan. Yang benar ialah berjalan dengan kerendahan hati, yang
menjadi sifat jalannya lbadurrahman, seperti yang difirmankan Allah,
"Dan, hamba-hamba Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang¬orang yang
berjalan di muka bumi dengan rendah hati. (A l-Furgan : 63).
Orang-orang salaf berkata tentang makna ayat ini. 'Artinya mereka
berjalan dengan penult ketenangan dan kewibawaan, tidak congkak dan
tidak seperti sakit-sakitan."
Tuntunan Rasulullah dalam Buang Hajat
Jika hendak masuk kamar kecil, maka beliau mengucapkan.
"Yu Allah, aku herlindung kepada-Mu dari kotoran dan segala hal yang kotor. (Diriwayatkan AI-Bukhary dan Muslim).
Jika keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan,
"Ampunan-Mu (yang kuharapkan)."
Terkadang beliau membersihkan kotoran dengan air dan terkadang dengan
batu, dan terkadang dengan keduanya. Jika hendak buang hajat ketika
dalam perjalanan, maka beliau pergi menyingkir dari para shahabat.
Beliau buang hajat dan bertabir di tempat yang berlindung, terkadang
bertabir dengan pelepah korma dan terkadang dengan dedaunan. Biasanya
beliau mencari tanah yang gem bur saat kencing, dan beliau lebih banyak
kencing dengan duduk (jongkok). Sampai-sampai A isyah berkata, 'Siapa
yang me¬nyampaikan hadits kepada kalian bahwa beliau kencing dengan
berdiri, maka janganlah kalian mempercayainya. Beliau tidak pernah
kencing kecuali dengan berjongkok.- (Ditakhrij At-Tirmidzy, An-Nasa'y
dan Ibnu Majah dengan isnad shahih).
Tapi Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari had its Hudzai-fah,
bahwa beliau pernah kencing dengan berdiri. Ada yang berpendapat.
kencing dengan cara berdiri ini dimaksudkan sebagai pembolehan. Ada
yang berpendapat, beliau melakukannya karena khawatir tali kekang
hewannya lepas. Ada yang berpendapat, hal itu di lakukan karena untuk
proses penyem¬buhan sakit. Orang Arab biasa menyembuhkan kesulitan
kencing dengan cara berdiri. Begitulah kata Asy-Syafi'y. Yang benar,
beliau melakukannya kare¬na untuk menghindari cipratan air kencing yang
kemungkinan akan mengenai diri beliau, sekiranya beliau melakukannya
dengan cara berjongkok. Maka satu-satunya cara untuk menghindarinya
ialah kencing dengan berdiri.
Beliau pernah keluar dari kamar kecil, seraya membaca
Al-Qur'an. Beliau membersihkan kotoran, dengan air maupun batu dengan
tangan kiri¬nya. Beliau cukup membersihkannva tiga kali dan tidak
pernah merasa was-was.
Tuntunan Rasulullah dalam Fitrah dan Segala Keragamannya
Ada perbedaan pendapat, apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi SaIlam
sudah dalam keadaan dikhitan semenjak lahir, ataukah dikhitan malaikat
pada saat dada beliau dibelah, ataukah kakeknya, Abdul-Muththalib ang
mengkhitan.
Beliau suka mendahulukan yang kanan ketika mengenakan sandal, ketika
memulai jalan, bersuci, mengambil dan memberi. Tangan kanan beliau
digunakan untuk makan, minum dan bersuci, sedangkan tangan kiri
diguna¬kan untuk membersihkan kotoran ketika di kamar kecil umpamanya.
Tuntunan beliau dalam bercukur, maka semua bagian rambut dicukur secara
merata atau semua tidak dicukur sama sekali. Beliau tidak pernah
mencukur sebagian tanpa sebagian yang lain. Tidak pernah diriwayatkan
tentang bercukur ini kecuali saat menunaikan haji.
Beliau suka bersiwak dan melakukannya, balk ketika berpuasa maupun
tidak berpuasa. Beliau bersiwak setiap kali bangun dari tidur, ketika
hendak wudhu', ketika hendak shalat, ketika hendak masuk rumah, dengan
dahan dari pohon arak. Beliau sering memakai minyak wangi dan
menyukainya.
Beliau mempunyai alat celak yang beliau gunakan ketika hendak tidur,
dan kedua mata dicelaki. Para shahabat berbeda pendapat, apakah beliau
pernah mengecat rambut ataukah tidak? Menurut Anas, beliau tidak pernah
mengecat rambut. Menurut Abu Hurairah, beliau pernah mengecat rambut.
Ada se olongan orang berpendapat, beliau sering memakai minyalc wangi,
sehingga membuat rambut beliau kemerah-merahan, hingga menimbulkan
anggapan bahwa beliau mengecat rambutnya. padahal beliau tidak
mengecat¬nya. Abu Rim tsah berkata."Aku pernah melihat uban beliau
kemerah-merah¬an. Menurut At-Tirmidzy, apa yang dikatakan Abu Rimtsah
ini merupakan penafsiran yang paling baik. Sebab beberapa riwayat yang
shaltill menye¬butkan bahwa beliau tidak mem i I iki uban kecuali
beberapa lembar rambut di tempat belahan rambut. Yang pasti, beliau
banyak meminyaki rambutnya.
Diriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa beliau biasa memangkas kumis.
Diriwayatkan pula bahwa Ibrahim Alaihis-Sulam juga biasa memangkas
kumis. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
3
Pangkaslah kumis clan peliharalah jenggot. Beib:taiah dengan orang-orang (Diriwayatkan
Dari Arias, dia berkata, "Nabi Shallallahu A laihi naSallarl membatasi
waktu rnernangkas kumis dan memotong kuku, agar kami tidak
memelihara¬nya lebih dari empat puluh haft" (Diriwayatkan Muslim)
Tuntunan Rasulullah Saat Berkata, Diam, Terseny um dan Menangis
Rasulullah Shal/allahu Alaihi wa Sallarn adalah makhluk Allah yang
paling fasih, paling merdu kata-katanya, paling lembut tutur katanya.
sampai¬sampai perkataan beliau dapat mempengaruhi hati sekian banyak
manusia dan menawan jiwa. Bahkan musuh-m usuh beliau juga mengakui hal
in i. Jika berkata, maka perkataan beliau terinci dan je las, terkadang
diulang-ulang, tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lam bat,
tidak terputus-putus atau ter¬sela dengan diam. Terkadang beliau
mengulang hingga tiga kali, agar perka¬taan beliau benar-bcnar bisa
dipahami, Beliau lebih banyak diam jika me¬mang tidak dibutuhkan untuk
bicara. Mengawali dan rnengakhiri perkataan dengan ujung bibirnya,
berkata dengan menggunakan kata-kata yang banyak kandungan maknanya,
tidak terlalu banyak (nyerocos) dan tidak pula terlalu sedikit, tidak
membicarakan sesuatu yang tidak diperlukan, tidak berkata kecuali yang
diharapkan pahalanya. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, maka hal itu
dapat diketahui lewat rona muka beliau. Taw beliau berupa senyum¬an,
bahkan semuanya berupa senyuman. Puncak senyuman beliau ialah gigi
geraham beliau kelihatan. Beliau tersenyum karena memang ada sesuatu
yang membuat beliau tersenyum, yaitu hal-hal yang membuat beliau taajub
atau hal-hal yang jarang terjadi atau aneh. Beliau juga tersenyum
karena gembira, karena melihat sesuatu yang menggembirakan atau ikut
dalam kegernbiraan itu. Tapi adakalanya beliau tersenyum justru pada
saat yang seharusnya beliau marah. Beliau tersenyum karena dapat
menguasai rasa amarah.
Sedangkan tangis beliau juga tidak berbeda jauh dengan senyum beliau,
tidak dengan sedu sedan, ratapan dan suara, sebagaimana tawa beliau
yang tidak disertai suara mengakak, tapi hanya berupa senyuman. Saat
menangis air mata beliau mengal ir hingga bercucuran dan dari dada
terdengar suara menggelegak. Tangis beliau terkadang karena gambaran
kasih sayang kepada orang yang meninggal dun ia, terkadang karena rasa
takut atas umat¬nya dan rasa sayang, terkadang karena takut kepada
Allah, terkadang saat me ndengar Al-Qur'an, yaitu merupakan tangis
cinta dan pengagungan, yang disertai rasa takut dan khawatir. Ketika
putra beliau, Ibrahim meninggal dun ia, maka kedua mata beliau menangis
dan mengucurkan air mata, sebagai luapan rasa kasih sayang kepadanya.
Beliau bersabda saat itu,
"Mata bisa herlinang air mata, Kati bisa bersedih, namun
kami tidak mengatakan kecuali yang membuat Rabb kami ridha.
Sesungguhnya kami benar-henar bersedih atas kematianmu wahai Ibrahim."
(Di¬takhrij Al-Bukhary dan Ahmad).
Bel iau menangis saat menyaksikan salah seorang putrinya, saat Ibnu
Mas'ud membacakan surat An-Nisa' di hadapan beliau hingga ayat 41,
menangis saat Utsman bin Mazh' un meninggal dunia, menangis saat ada
ger-hana matahari, menangis saat shalat gerhana, menangis saat shalat,
menangis saat duduk di dekat kuburan salah seorang putri beliau. Secara
keseluruhan, tangis beliau itu menggambarkan beberapa keadaan, yaitu
tangis kasih sayang, takut dan khawatir, cinta dan rindu, senang dan
gembira, sed ih karena menggambarkan siksaan, kesedihan, merasa lemah
dan tak berdaya.
TUNTUNAN RASULULLAH DALAM IBADAH
Tuntunan Rasullullah dalam Masarah Wudhu'
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih banyak dalam keadaan
wudhu'. Sehingga boleti jadi beliau mendirikan beberapa shalat hanya
dengan sekali wudhu' saja. Beliau biasa wudhu' dengan air setakaran
satu mudd..)Beliau memperingatkan kaumnya agar tidak boros dalam
pengguna¬an air dan tidak berlebih-Iebihan. Ada riwayat yang shahih,
bahwa beliau pernah wudhu" dengan sekali basuhan, adakalanya dengan dua
kali basuhan dan adakalanya dengan tiga kali basuhan.
Untuk sebagian anggota wudhu' ada yang dibasuh dua kali dan
sebagi
an lain dibasuh tiga kali. Beliau juga biasa berkumur dan menghirup air
dengan hidung dengan satu kali cibukan air, tapi terkadang dua kali dan
terka¬dang tiga kali. Jadi beliau menyambung antara kumur dan menghirup
air dengan hidung. Beliau mengusap seluruh kepala (rambut), terkadang
menya¬tukan kedua tangan dan memutar dengan keduanya. Tidak ada had its
shahih bahwa beliau hanya mengusap sebagian rambutnya. Tapi yang benar
beliau mengusap semenjak dari tumbuhnya rambut di jambul hingga bagian
be la¬kan2. Beliau tidak wudhu' kecuali dengn berkumur dan menghirup
air de¬ngan hidungnya. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau
pernah meninggalkan dua amalan ini sekali pun. Beliau membasuh kedua
kaki selagi tidak men2enakan selop atau kaos kaki. Beliau membasuh
kedua telinga berbarengan dengan mengusap rambut, balk bagian dal am
maupun luarnya.
Mudd merupakan takaran, yang aslinya uluran tangan seseorang saat
menciduk bahan makanan, hingga kedua telapak tangannya penuh. Ada enam
pendapat yang menetapkan ukuran pastinya. Minimal sekitar 3S6 gram dan
maksimal sekitar 695 gram atau 704 gram, atau lebih ban. ak dari
sepertiga liter untuk batasan minimal dan kurang dari tiga perempat
liter untuk batasan maksimalnya.
Semua hadits berisi dzikir yang diucapkan berkaitan dengan
wudhu' adalah du sta. selain dari ucapan tasnuyah pada permulaannya dan
ucapan seusai wudhu'.
•ku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
YaAllah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang ber¬taubat dan
jadikanlah aku termasuk rang-a rang yang bersuci.
(Diriwayatkan At-Tirmidzy).")
liadits lain dalam Sunan At-Tirmidzy disebutkan,
"Maha.suci Engkauya Allah dan dengan puji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada
Rah selain Engkau, aku memohon ampunan dan aku bertaubat kepada Engkau.
Rasulullah Shallallahu A laihi Sallam tidak biasa mengusap anggota
wudhu'nya setelah wudhu'. Tentang hadits Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam merripunyai kain perca yang biasa digunakan untuk
meng-usapi setelah wudhu', begitu pula hadits Mu' adz bin Jabal, dia
berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
wudhu', lalu meng-usap wajah dengan ujung kainnya", maka kedua hadits
ini adalah dha'if, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Pada permulaannya tidak perlu mengucapkan, "Nawaitu.... (aku ber¬n
iat), karena para shahabat tidak ada yang mengucapkannya. Basuhan dan
usapan tidak boleh lebih dari tiga kali. Terkadang beliau menyela-nyela
jenggotnya, tapi selamanya hal itu di lakukan, begitu pula
menyela-nyela jari. Sedangkan menggerak-gerakkan cincin diriwayatkan
dalam hadits dha'if.
Ada riwayat yang shahih bahwa beliau mengusap khuffain saat mene¬tap
dan saat bepergian. Untuk orang yang menetap dibatasi maksimal sehari
semalam. Sedangkan untuk musafir maksimal selama tiga hari tiga malam.
Beliau pernah mengusap kaos kaki, mengusap kain penutup kepala dengan
rnenyisakan rambut bagian jambul. Tapi boleh _jadi ini merupakan
keadaan khusus, namun penafsirannya untuk keadaan secara umum lebih
pas. Be liau tidak pernah memaksakan keadaan pada kedua kakinya. Jika
sedang menge-nakan khuffain, maka beliau hanya mengusap, dan jika dalam
keadaan ter¬buka, maka beliau mengguyurnya.
Beliau tayammum dengan sekali usapan pada wajah dan kedua Langan,
bertayammum dengan tanah yang ada di dekat tempat shalatnya, baik
berupa debu maupun pasir. Ada hadits shahih, bahwa beliau bersabda,
Dalam riwayat Muslim dari had its Uqbah bin Amir tidak disebutkan, "Ya
Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yane bertaubat dan
jadikaniah aku termasuk orang-orang yang bersuci". Tambahan dalam
riwayat At-Tirmidzy ini dikuatkan riwayat yang lainnya.
"Di mana pun waktu shalat mendatangi sescurang (Lail iimatku, maka di situlah tempat sujudnya dan is suci."*
Ketika Rasulullah Shallallahu A laihi Sallam pergi ke perang Tabuk
bersama para shahabat menempuh perjalanan yang arnat jauh dan melewati
padang pasir, sementara cadangan air sudah menipis, tidak ada satu
riwayat pun yang menyatakan bahwa beliau membawa tanah dan tidak pula
menyu¬ruh para shahabat untuk melakukannya. Tidak ada riwayat yang
shahih bah¬wa satu kali tayammum untuk satu kali shalat dan beliau
tidak memerintahkan yang demikian ini. Tapi tayammum itu diposisikan
sama dengan wudhu".
Tuntunan Rasulullah dalam Masalah Shalat
J i ka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berd iri untuk shalat.
maka beliau mengucapkan A llahu Akbar, tanpa mengucapkan apa pun
sebe-lurnnya, tidak me lafazhkan n iat dan seorang pun di antara
shahabat, tabi. in dan imam yang empat pernah melakukannya. Kebiasaan
beliau saat takbiratul-ihram adalah lafazh A Ilahu Akbar tanpa ucapan
yang lain. Beliau mengangkat kedua tangan bersamaan dengan
takbiratul-ihram dengan membuka jari-jari tangan hingga sejajar dengan
telinga dan dalarn riwayat lain sejajardengan pundak, dalam keadaan
menghadap ke arah kihlat.Kemu¬dian meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri, di atas pergelangan dan lengan. Bukan hadits shahih yang
meriwayatkan tanpa mengangkat tangan. Diriwayatkan Abu Daud dari Ali,
termasuk As-Sunnah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan
dalam shalat di bawah pusar.–)
Terkadang beliau mengucapkan doa istiftah (antara takbir dan bacaan A I-Fatihah) sebagai berikut,
"Ya Allah, jauhkan antara aku don dosa-dosaku, sebagairnana Engkau
nienjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah dari dari
dosa-dosaku, bagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya
Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan es, air dan embun.
Terkadang beliau mernbaca doa istiftah sebagai berikut, "Kuhadapkan
wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan
me nyerah, dan bukanlah aku tergolongan orang-orang yang menyekutukan.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku. hidupku dan matiku adalah untuk Allah,
Rabb semesta alum, yang
• Had its yang serupa dengan ini adalah. "13umi telah dijadikan masjid dan suc i bagiku.-
Ada riwayat Abu Daud lainnya dart selain Ali yang serupa dengan ini.
tapi di dafam isnadnya ada Abdurrahman bin Ishaq Al-Kufy. yanQ dha'if.
Ada riwayat lain yang shahih yang ditakhrij lbnu Khuzaimah di dalam
Shahihraya, dari hadits Wa'il bin liujr, dan dia menshahihkannya, dia
berkata, "Aku pemah shalat bersama Rasulullab Shallallahu Alaihi ma
Sallam. lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya
di atas dada." Jadi yang leb h pas untuk letak kedua tangan ini adalah
di atas dada dan bukan di atas pusar, apalagi di bar\ ahnya, pent.
tiada sekutu bagi-Nya, dan untuk itulah aku diperintahkan dan aku adalah tergolongan orang-orang yang berserah diri."
Terkadang beliau membaca doa istiftah sebagai berikut,
"Ya Allah, Engkau adalah Raja yang tidak Ilah selain Engkau, Engkau
adalah Rabbi dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah berbuat aniaya terhadap
diriku sendiri, dan aku telah mengakui dosa-dosaku. Oleh karena itu
ampunilah dosa-closaku sentuanya. sesungguhnya tidak ado yang
mengampuni do.sa-dosa selain Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak
yang paling balk. Tidak ado yang dapat memberi petunjuk kepada akhlak
yang paling balk selain Engkau. Dan, palingkanlah kejelekan akhlak itu.
Tidak ada yang memalingkannya dariku selain Engkau. Kusambutpanggilan
dan kehahagiaan-Mu, dan kehaikan ilu ada di Tangan-Mu, .sedangkan
kebztrukan tidak kembali kepacla-Mu Aku bergantung kepada-Mu dan
kembali kepada-Mu pula. Mahasuci• Engkau dan Mahatinggi Engkau. Aku
memohon ampunan dan hertaubat kepada-Mu. -
Tapi biasanya doa istiftah ini dibaca saat beliau mengerjakan shalat ma'am.
Doa istiftah lainnya adalah,
"Ya Allah, Rabbnya Iibril, ,Ylika '11 dan Israfil...." dan seterusnya.
"Ya Allah, bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumf don siapa
pun yang ada di dalamnya...." dan seterusnya.
"Mahasuci Engkau ya Allah„segala puji bagi-Mu. Mahasuci asma
Mu dan Mchatinggi kebesaran-Mu. tidak ada Ilah selain Engkau.
Yang terakhir ini diriwayatkan Ashhabus-Sunan. Namun riwayat¬riwayat
sebelumnya lebih kuat. Ada pula riwayat shahih dari Umar bin
Al¬Khaththab, bahwa dia pernah membaca doa istiftah di ternpat biasanya
Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam mengimami, dan dia menyaringkan
bacaan dna istiftahnya karma hendak mengajarkannya kepada manusia.
Ahmad berkata. "Aku sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari Umar,
dia berkata, "Sekiranya seseorang membaca doa istiftah dengan sebagian
yang diriwayat¬kan dari Nabi Shallallahu A laihi Kea Sallam, maka itu
lebih balk baginya."
Kemudian setelah itu beliau membaca ta'awwudz, lalu membaca Al-Fatihah.
Terkadang beliau menyaringkan bacaan basmalah, tapi lebih sering
menyembunyikannya. Bacaan beliau panjang-panjang, berhenti pada setiap
ayat. Setelah membaca Al-Fatihah, beliau mengucapkan "Amin". Jika pada
bacaan yang nyaring, maka beliau mengeraskan bacaan "Amin" ini, dan
orang-orang di be lakang beliau juga mengucapkannya secara nyaring.
Bel iau diam dua kali, yaitu antara takbiratul-ihram dan bacaan. Namun
untuk diam yang kedua ada perbedaan pendapat. Ada riwayat yang menye
butkan setelah Al-Fatihah,')dan ada pula riwayat yang
menyebutkan sebelum ruku'. Setelah Al-Fatihah beliau membaca surat
selain Al-Fatihah. Terka¬dang beliau mernanjangkan bacaan surat dan
terkadang pendek, guna untuk memberi kesernpatan kepada orang yang
hendak bepergian atau keperluan lainnya, dan terkadang beliau membaca
yang sedang-sedang saja.
Bacaan Sewaktu Shalat Subuh dan Shalat-Shalat Lain
Bel iau biasa membaca antara enam puluh hingga seratus ayat dalam
shalat subuh. Terkadang beliau membaca surat Qaf, Ar-Rum, At-Takwir,
Az¬Zalzalah, A l-Falaq dan terkadang surat An-Nas. Surat ini berlaku
untuk dua rakaat dan tidak ada pengkhususan pada satu rakaat. Dalam
perjalanan beliau pernah membaca surat Al-Mukminun. Ketika bacaannya
tiba tentang penyc¬butan Musa dan Harun yang dibaca pada rakaat
pertama, beliau tersedak, lalu ruku'.
Ketika shalat Jum'at beliau membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan,
karena dua surat in i berisi masalah kehidupan dunia dan akhirat,
penciptaan Adam, surga dan neraka. Pada saat shalat jama' all yang
melibatkan orang banyak, seperti shalat Id dan Jum'at, beliau juga
pernah membaca surat Qaf, Al-Qamar, Al-A' la dan Al-Ghasyiyah.
Tuntunan Bacaan Nabi dalam Beberapa Shalat
Terkadang beliau memanjangkan bacaan sewaktu shalat zhuhur, se-hingga
Abu Sa' id berkata, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, "Shalat
zhuhur didirikan. Sementara pada saat yang ada seseorang yang pergi ke
Baqi' dan membereskan keperluannya di sana. Kemudian dia kembal i lagi
ke rumahnya, mengambil wudhu', dan mendapatkan Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam masih berada pada rakaat pertama, karena memang beliau
meman¬jangkan bacaan."
Terkadang beliau membaca surat As-Sajdah, terkadang surat la,
terkadang surat Al-Lad dan terkadang surat Al-Buruj.
Bacaan shalat ashar sekitar setengah dari bacaan sewaktu shalat
zhu¬hur, jika yang panjang, dan bacaannya sama jika dipendekkan.
Sedangkan petunjuk beliau sewaktu shalat maghrib kebalikan dari apa
yang dikerjakan manusia pada zarnan sekarang. Bel iau pernah membaca
surat Al-A'rafuntuk dua rakaat, pernah juga membaca surat Ath-Thur.
juga pernah membaca surat A l-Mursalat. Sedangkan orang yang
mernbiasakaan bacaan untuk surat-surat yang pendek adalah Marwan bin
Al-Hakarn. Karena itu Zaid bin Tsabit mengirwkari kebiasaanny a itu.
lbnu Abdil-Barr berkata, "Diriwayatkan bahwa dalam shalat
maghrib beliau pernah membaca surat A LA' raf, Asy-Syams. Ash-Shaffat,
Ad¬Dukhan, Al-A' la, At-Tin, Al-Mursalat, Al-Falaq dan An-Nas. Beliau
juga pernah membaca surat-surat yang pendek pada shalat maghrib. Semua
ini merupakan riwayat yang shahih dan sudah terkenal.
Dalam shalat isya' beliau pernah membaca At-Tin, dan memberikan
perkiraan panjang pendeknya kepada Mu'adz seperti surat Asy-Syams, A
l-A- la, Al-Lail dan yang serupa. Beliau mengingkarinya yang membaca
surat Al-Baqarah, seraya bersabda. "Apakah engkau masih muda wahai
Mu'adz?" Sementara para pematuk.) mengacu kepada sabda beliau ini, dan
mereka tidak mau menoleh ke bacaan sebelumnya maupun sesudahnya.
Dalam shalat Jum 'at beliau membaca surat A I-Jumu'ah dan A I-Muna-fiqun. atau surat Al-A' la dan A I-Ghasyiyah.
Dalam shalat Id terkadang beliau membaca surat Qaf dan Al-Qamar secara
utuh, terkadang beliau membaca surat Al-A" la dan A I-Ghasyiyah. i¬lah
yang beliau lakukan hingga akhir hayat.
Petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa dilaku¬kan
AI-Khulafa'ur-Rasyidun. Tapi Abu Bakar pernah membaca surat Al-Ba¬corah
pada waktu shalat subuh, dan ketika dia mengucapkan salam, matahari
hampir terbit.")
Umar juga pernah membaca surat Yusuf, An-Nahl, Hud dan Al-Isra".
Tentang sabda beliau, "S iapa pun di antara kalian yang menjadi imam,
maka hendaklah memendekkan bacaannya", dapat dijawab sebagai berikut,
bahwa panjang dan pendek itu masalah yang nisbi, yang harus
dikembalikan kepada apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, bukan meng-ikuti apa yang dikehendaki para makmum.
Kebiasaan yang senantiasa di lakukan Nabi Shallallahu Alaihi wa Saliam
i a lah merijadi hakim yang menyelesaikan perkara di antara dua pi hak
yang bersengketa. Beliau biasa membaca satu surat secara utuh, dan
terka-dang satu surat itu dibaca untuk dua rakaat. Tapi hal ini jarang
beliau lakukan. Membaca bagian awal atau akhir surat tidak pernah
diriwayatkan dari beliau. Dua surat yang dibaca dalam satu rakaat
pernah beliau lakukan dalam shalat natilah, yang beliau Iaksanakan send
irian. Bacaan pada rakaat pertama lebih panjang daripada bacaan pada
rakaat kedua dalam setiap shalat. Terkadang beliau memanjangkan bacaan,
hingga tidak lagi terdengar suara telapak kaki yang berjalan, yaitu
mereka yang terlambat mengikuti shalat.
•1 Sebutan bagi orang-orang yang cepat-cepat dalam ruku' dan sujudnya,
seperti burung gagak yang scdane mernatuk, tidak herdzikir kepada Allah
kecuali hanya sedikit sekali. Ada riwayat yang menyebutkan. bahwa
orang-orang berkata kepadanya setelah itu. "Wahai Kbalifah Rasulullah,
itu matahari hampir terbit." Dia berkata. "Kalau pun matahari itu
terbit. toh is tidak mendapati kita termasuk orang-orang yang ]alai.”
Tuntunan Pelaksanaan Ruku’ dan Bangkit dari Ruku’
Setelah usai membaca, beliau rnengangkat kedua tangannya sambil
‘ertakbir untuk ruku’. Kedua telapak tangan diletakkan di kedua lutut
dalam ?osisi mencengkeramnya, menjauhkan kedua tangan dari lambung,
mengem
anakan punggung dan memanjanakan, lurus, tidak merendahkan kepala dan :idak pula mendongakkannya. Terkadang beliau mengucapkan,
“Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung.
Namun adakalanya beliau mengucapkan,
“Mahasuci Engkau, ya Allah, Rabb kami dan dengan puji-mu, ya Allah. ampunilah aku.
Lamanya ruku’ beliau sekira sepuluh bacaan tasbih, begitu pula sujud¬n
a. Tapi terkadang lamanya mkt’. kira-kira sama dengan lamanya saat
berdi¬ri. yang beliau kerjakan pada waktu shalat malam dan sendirian.
Petunjuk beliau menyeimbangkan shalat dan menyesuaikannya de¬ngan keadaan. Terkadang dalam ruku” nya beliau mengucapkan,
“Mahasuci dan Mahabersih Rabhnya porn malaikat dan
Terkadang beliau juga mengucapkan,
“Ya Allah, kepada-Mu aku ruku’, kepada-Mu aku beriman, kepada¬Mu
akupasrah dirt. Pendengaran, penglihatan, otak, tulangdan nadi¬ku
tunduk kepada-Mu. “
Bacaan-bacaan yang terakhir in i diriwayatkan dari beliau saat
menger-jakan shalat ma’am. Setelah itu beliau bangkit sambil mengangkat
kedua tangan, seraya mengucapkan,
“Allah mendengar orang yang mem
Tulang punggung beliau senantiasa dalam keadaan lurus saat bangkit dari
ruku’ dan saat duduk antara dua sujud. Beliau bersabda tentang hal ini,
“Suatu shalat tidak akan diberi balasan selagi seseorang tidak
menegakkan tulang punggungnya saat ruku. dan sujud.”
Jika beliau benar-benar sudah dalam keadaan berdiri teak dan lurus setelah bangkit dari ruku’, maka beliau mengucapkan,
Wahai Rabb kami, don hagi-Mu segala puji.
Atau boleh jadi beliau mengucapkan,
-KJ Allah Rabb kami, bap-Mu segala puji.
Tidak boleh mengh impun bacaan di antara keduanya, atau tidak boleh
dibaca, A llohlI112(/ Rabbana lakal-hamdu. ” Pada bacaan yang kedua
tidak perlu membaca
Tuntunan beliau tentang lamanya berdiri setelah ialah sama dengan
lamanya ruku’. Ada juga riwayat shahih dad beliau, bahwa beliau pernah
mengucapkan,
“Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan
sepenuh bumi, sepenuh apa yang ada di antara keduanya serta sepenuh apa
saja yang Engkau kehendaki dari sesuatu setelah itu. Engkau adalah Dzat
yang layak menerima pi jinn dan pengagungan. Tidak ada sat u pun yang
menghalangi apa yang telah Engkau berikan, dan t idak ada yang dapat
memberikan apa pun yang telah Engkau halangi serta tidak akan berguna
kekayaan orang yang kaya di sisi-Mu. “
Ada pula riwayat yang shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau pernah mengucapkan,
“Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, es
dan embun. Cue dah aku dari dosa-dosa dun kesalahan-kesalahan¬ku,
.sebagaimana kain putih yang dicuci dari kotoran. Jauhkanlah antara
diriku dan kesalahan-kesalahanku se baga imana Engkau jauhkan antara
timur dan barat.
Muslim meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Jika Rasulullah
Shal-lallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan, `San7i ‘allahu Liman
hamidahu maka beliau dalam keadaan berdiri, hingga kami berkata,
‘Beliau diarn untuk beberapa saat’. Kemudian beliau sujud, duduk di
antara kedua sujud, sehing¬ga kami berkata, ‘Beliau diam untuk beberapa
saat’.”
Begitulah tuntunan Nabi Shallallahu Alctihi wa Sallam ketika
melak-sanakan ruku’ dan saat bangkit dari ruku’. Memendekkan dua rukun
ini merupakan kebiasaan para gubernur Bani Umayyah, hingga memunculkan
anggapan bahwa yang demikian itu termasuk As-Sunnah.
Sujud dan Duduk di antara Dua Sujud
Kemudian beliau bertakbir dan merunduk untuk me lakukan sujud, tanpa
mengangkat kedua tangan. Beliau meletakkan kedua lutut terlebih dahulu
lalu disusul dengan kedua telapak tangan, kemudian meletakkan kening
dan hidung di ternpat sujud. Inilah yang shahih. Bagian yang paling
dekat dengan tanah diletakkan lebih dahulu, dan ketika bangkit, maka
yang paling jauh dari tanah diangkat lebih dahulu, atau kepala lebih
dahulu, lalu kedua tangan, lalu kedua lutut. Inilah kebalikan dari apa
yang dilakukan onta saat bangkit. Beliau melarang penyerupaan dengan
binatang saat shalat. Beliau melarang turun ke bawah seperti
menderumnya onta, melarang menoleh seperti menolehnya burung gagak,
melarang mengangkat tangan saat salam seperti ekor kuda.
Beliau sujud dengan menempelkan kening dan hidung, tidak
meng-halanginya dengan kain sorban. Beliau lebih sering sujud di atas
tanah, juga pernah sujud di atas air, di atas tanah fiat, tikar kecil
yang terbuat dari pelepah korina. di atas tikar yang dibuat untuk
shalat dan di atas kulit yang sudah disamak.
Jika sujud beliau menempelkan kening dan hidungnya
keras-keras dengan tanah, menjauhkan kedua tangan dari lambung dan
melebarkannya, sehingga terlihat kulit ketiak beliau yang putih. Kedua
teiapak tangan diletak¬kan sejajar dengan pundak dan hidung, lurus
dalam sujudnya, menghadapkan ujung-ujung jarinya ke arah kiblat,
membuka telapak dan jari-jari namun ti¬dak merenggangkannya dan tidak
pula menggenggam. Dalam sujud itu beliau mengucapkan,
“Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.
Terkadang beliau mengucapkan,
“Mahasuci Engkau, ya allah, Rabb kami dan dengan puji-Mu, ya Allah, ampunilah aku.”
Terkadang beliau mengucapkan,
”Mahasuci dan Mahabersih Rabbnya para malaikat dan fibril.” Beliau juga pernah mengucapkan dalam sujudnya,
“Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, kepada¬Mu
akupasrah diri, wajahku sujud kepada Dzat yang menciptakan dan
membentuknya, membelah pendengaran dan penglihatannya, Mahas¬uci Allah
sebaik-balk pencipta.
Beliau juga pernah mengucapkan,
“YaAllah, ampunilah bagiku semua dosaku, yang kecil dan yang be¬sar,
yang awal dan yang akhir, yang tampak dan yang tersembunyi. ” Beliau
juga pernah mengucapkan,
“Ya Allah, ampunilah bagiku kesalahan-kesalahanku, kehodohanku,
kelebih-lebihanku dalam w-usanku, dan apa pun yang Engkau lebih
mengetahuinya daripada aku. Ya Allah, ampunilah bagiku kesung¬guhanku
dan candaku, kesalahanku dan ke.sengajaanku, dan semua itu ada pada
diriku. YaAllah, ampunilah bagiku apa yang larclahztlukan dan apa yang
kuakhirkan. yang kusembunyikan dan yang kutampak¬kan, Engkau Ilahku
yang tiada Ilah selain Engkau.”
Bel iau memerintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa dan sujud, seraya bersabda,
“Sesungguhnya is lebih pantas untuk dikabulkan bagi kalian.
Kemudian beliau mengangkat kepala sambi I mengucapkan takbir tanpa
mengangkat kedua tangan. kemudian duduk Utirasy, mem bentangkan kaki
kiri dan duduk di atasnya, menegakkan kaki kanan, meietakkan kedua
tangan di atas kedua lutut, ujung tangan ada di atas lutut, tidak meng
erakkan jari, dan mengucapkan doa,
“Ya Allah ampunilah bagiku, rahmatilah aku, cukupilah aku, tunjuki¬lah aku dun berilah aku rezki “
Hu dza i fah menyebutkan dari Rasu lullah Shallallahu Alaihivva Sallam, bahwa beliau mengucapkan doa,
“Ya Allah, ampunilah aku, ampunilah aku.”
Kemudian beliau bangkit dengan ujung kaki dan lututnya, bertumpu pada
kedua pahanya. Jika sudah bangkit, beliau langsung memulai bacaan dan
tidakdiam seperti yang dilakukan setelah takbiratul-ihram. Beliau
shalat pada rakaat kedua seperti yang dilakukan pada rakaatpertama,
kecuali empat hal: Diam, bacaan istiftah, takbiratul-ihram dan
memanjangkannya.
Saat duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kiri di atas paha
kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan pula, inenunjuk
dengan jari telunjuk, yang tidak meluruskannya secara lempang dan tidak
menegak-kannya. tetapi membengkokkannya sedik it, tidak
menggerak-gerakkannya. pandangan mata tertuju ke jari te I unjuk itu,
mengembangkan jari-jari tangan kiri (tidak menggenggam). Sifat duduk
tasyahhud sama dengan saat duduk antara dua sujud. Sedangkan hadits
Ibnuz-Zubair yang diriwayatkan Mus¬lim, bahwa jika duduk dalam shalat,
maka kaki kiri terletak di antara paha dan betis kaki yang kanan, di
lakukan pada tasyahhud akhir. Begitulah yang senantiasa beliau lakukan
dalam tasyahhud akhir, dan beliau mengajari para shahabat untuk
mengucapkan,
“Satan? s’ejahtera bagi Allah, shake t clan hal-hal yang balk.
Kesejah¬teraan bagimu wahai nabi dan rahmat Allah serta barakah-Nya,
S’alam sejahtera atas kami dan hamba-hambaAllah yang shalih. Aku
bersaksi bahwa dada Itch selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan rasul-Nya.”
Beliau memendekkan bacaan tasyahhud in i, seakan-akan beliau se¬dang
duduk di atas batu yang panas. Tidak pernah dinukildari saw hadits pun
bahwa beliau mengucapkan shalawat dan salarn atas diri dan kerabat
beliau, tidak memohon perlindungan dari adzab kubur, adzab Jahannam,
cobaan hidup dan mati. cobaan AI-Masih Ad-Dajjal.*) Bolds jadi orang
yang ingin mengucapkannya, karena dia memahami dari keurnuman yang
dianjurkan untuk diueapkan pada tasyahhud akhir.
Kemudian beliau bangkit sambi I mengucapkan takbir, di atas ujung kaki.
Sedangkan tangan tetap berada di atas luta, bertumpu kepada paha.
Di dalam Shahih Muslim dan sebagian jalan riwayat Al-Bukhary d i
se-butkan bahwa beliau mengangkat kedua tangan di tempat in i,
kernudian hanya membaca AI-Fatihah saja. Tidak ada saw riwayat pun yang
menyebut¬kan bahwa beliau membaca sesuatu setelah A I-Fati hah pada dua
rakaat yang terakbir (untuk shalat yang empat rakaat).
A rt inya pada la syahhud awal atau pertengahan. karena hal itu dihaca hanya pada tasyahhud akhir.
Tidak ada tuntunan yang membolehkan menoleh pada waktu
shalat. Di dalam Shahih A l-B ukhary disebutkan, bahwa ada seseorang
yang mena-nyakan hal ini. Maka beliau menjawab, “Menaleh adalah
sambaran yang di lakukan syetan dari shalat hamba.” Memang beliau
pernah melakukannya, tapi itu dilakukan karena sebab tertentu dan bukan
merupakan kebiasaan yang terus-menerus dilakukan, seperti beliau
menoleh ke arah celah yang bisa ditempati penjaga.*)
Beliau mengucapkan doa setelah tasyahhud akhir sebelum salam. Bah-kan
beliau memerintahkannya seperti yang disebutkan dalam hadits Abu
Hurairah dan Fadhalah. Doa sesudah salam dengan menghadap kiblat atau
menghadap para makmum, tidak termasuk tuntunan beliau. Doa-doa secara
umum yang berkait dengan shalat, diucapkan saat shalat dan begitulah
yang beliau perintahkan. Hal ini sesuai dengan keadaan orang shalat
yang mengha-dap Allah. Jika sudah salam, berarti tidak lagi dalam
keadaan menghadap Allah. Kemudian beliau mengucapkan salam ke arah
kanan lalu ke arah kiri. Begitulah yang senantiasa beliau lakukan. Ada
riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengucapkan satu kali salam tanpa
menoleh. Tapi riwayat ini tidak kuat. Ada pu la yang diriwayatkan dari
A isyah seperti yang disebutkan dalam As-Sunan. Tapi ini pun juga had
its lemah. Jadi tidak cukup hanya de¬ngan satu salam saja.
Inilah di antara doa-doa yang beliau baca sesudah tahiyyat akhir sebe¬lum salam,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mudari adzab
kubur. Aku berlindung kepada-Mu dari godaan Al-Masihud¬Dajjal. Aku
berlindung kepada-Mu dari cobaan hidup dan mati. Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.”
“Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku, lapangkanlah bagiku dalam tempat tinggalku, berkahilah bagiku dalam rezkiku. “
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ketetapan dalam urusan kepada-Mu
clan kesungguhan dalam petunjuk. Aku memohon kepada¬Mu agar dapat
mensyukuri nikmat dan beribadah dengan baik kepada¬Mu. Aku memohon hati
yang suci dan lidah yang henar kepada-Mu. Aku memohon kepada-Mu
kebaikan yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dart
kejahatan yang Engkau ketahui, dan aku memohon ampunan terhadap
dosa-dosa yang Engkau ketahui.”
Yang diriwayatkan dari beliau tentang semua doa yang diucapkan
dalam shalat ini dalam bentuk tunggal (aku) dan bukan jama* (kami). Padahal
1 fa) itu terjadi saat shalat suhuh. Beliau mcnoleh ke sebuah celah
jalan yang memunekinkan bagi penjaganya untuk maju he depart. Jadi apa
yang beliau lakukan ini karena ada rehab khusus.
dalam riwayat Al-imam Ahmad dan Ahlus-Sunan disebutkan dari
hadits Tsauban, dari Nabi Shallallahu Alaihi tiva Sa “Seseorang tidak
boleti mengimami suatu kaum, lalu dia mengkhususkan doa bagi dirinya
sendiri tanpa mereka. Jika dia melakukannya, berarti dia telah
mengkhianati mere¬ka.” Sementara lbnu Khuzaimah menyebutkan di dalam
Shahih-nya. dan dia
menyebutkan doa yang dibaca Rasulullah Shallallahu Alaihi 14′a “Ya
Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku….- Di sini
disc-butkan lafazh tunggal. yang berarti untuk diri beliau sendiri.
Maka hadits ini sudah cukup untuk menyangka I had its maudhu’ di atas.
Saya juga mendengar Syaikhul-lslam Ihnu Taimiyah berkata, “Menurtit
hemat saya, hadits yang menyebutkan doa yang dibaca imam semacam ini
sudah tertuju untuk dirinya clan juga untuk makmum. Mereka bersekutu di
dalamny a, seperti halnya doa qunut atau lain-lainnya.
Beliau menekurkan kepala dalam shalat.’) Hal ini disebutkan Ahmad dalam
riwayatnva. Sementara tatkala tasyahhud pandangan beliau tidak lchih
dari ujung telunjuknya. Allah telah menjadikan kesenangan dan
kenikmatan beliau ada dalam shalat. Beliau pernah bersabda kepada
Bilal, “Hai Bilal, buatlah kami heristirahat dengan shalat.”
Suatu kali beliau sudah memulai shalatdan bermaksud hendak
meman-jangkannya, Tapi tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Maka
beliau memen-dekkannya, karena khawatir akan merisaukan hati ibu bayi
tersebut. Ketika sedang mengerjakan shalat fardhu beliau juga pernah
menggendong Umamah binti Abu I-Ash, cucu beliau atau putri Zainab. Jika
berdiri, beliau menggenclongnya, dan ketika ruku atau sujud, beliau
meletakkannya. Al¬Hasan dan Al-Husain juga pernah mendekati beliau
ketika sedang shalat, lalu naik ke atas punggung beliau. Saat itu
beliau memanjangkan sujudnya, karena khawatir akan menjatuhkan salah
seorang di antara keduanya. Ketika beliau sedang shalat, A isyah
datang. Maka beliau berjalan, membukakan pintu, lalu beliau kembali
lagi ke tempat shalatnya lagi. Beliau menjawab salam dengan isyarat
ketika sedang shalat, seperti yang diriwayatkan dari Jabir, Anas,
Shu¬haib, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Mas’ud Radhlyallahu Anhum.
Tentang had its Abu Ghathafan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari
Nabi Shallallahu Alaihi Iva Sallam, beliau bersabda, “Siapa yang mem
beri isyarat dalam shalatnya, sehingga isyarat itu bisa dipahami, maka
hendaklah dia mengulang lagi shalatnya”, adalah hadits batil seperti
yang dikatakan Ad-Daruquthny. Yang benar, beliau pernah memberi isyarat.
Terkadang beliau shalat tanpa mengenakan alas kaki, terkadang mengenakannya. dan bahkan beliau memerintahkan untuk shalat dengan
•1 Artin)d pandangan beliau tidak lebih dari tempat sujud. tidak memejamkan maw dan pula mcndontlakkan kepala
mengenakan alas kaki, agar berbeda dengan orang-orang
Yahudi. Terkadang beliau shalat dengan mengenakan satu lembar pakaian
dan terkadang mengenakan dua lembar pakaian. Tapi yang terakhir ini
lebih sering beliau lakukan.
Ada beberapa anak kecil yang hendak lewat di depan beliau ketika beliau
sedang shalat. Lalu beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka
rnenyingkir, sehingga mereka pun menyingkir. Bel iau pernah men iup
ketika shalat, pernah menangis, berdahak, berdehem, karena ada sebab
khusus yang membuat beliau melakukan hal-hal itu.
Bel iau pernah membaca doa qunut selama sebu tan penuh, dan setelah itu
tidak melakukannya lagi, tepatnya setelah ruku’. Doa qunut ini dibaca
karena ada sebab-sebab khusus, dan selagi sebab itu hilang, maka beliau
tidak lagi mengerjakannya. Terus-menerus membaca qunut bukan termasuk
tun¬tunan beliau. Jelas sesuatu yang mustahil beliau selalu membaca doa
qunut setelah berdiri dari ruku ‘Allhummandinifiman hadait….”sambil
menge¬raskan suara dan diamini para makmum. Tak seorang pun di antara
para sha¬habat yang melakukannya. Bahkan mereka rnengatakan, “Itu
adalah bid’ ah yang diada-adakan.” Hal ini diriwayatkan Ahlus-Sunan.
Sekiranya beliau dan para shahabat melakukannya, tentu umat akan
menukil hal ini dan merinci¬nya. Tuntunan beliau tentang qunut hanya
khusus pada saatterjadi bencana, dan meninggalkannya jika bencana itu
sudah lewat. Bel iau juga tidak meng-khususkannya hanya pada waktu
shalat subuh Baja, tapi yang iebih banyak lakukan ialah pada
waktu-waktu dikahuikannya doa, seperti waktu akhir ma’am dan waktu
sahur. Tentang hadits Abu Ja’far Ar-Razy. dad Ar-Rabi’ bin Anas, dad
Anas. dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wo Salim senantiasa
membaca doa qunut pada waktu shalat subuh hingga meninggal dunia”.
disebutkan di dalam A/-Musnad, At-Tirmidzy juga meriwavatkan¬nya. Tapi
Abu Ja’far ini didha’ Ulan Ahmad dan juga lain-la innya.
Tuntunan Sujud Sahwi
Telah diriwayatkan dad Rasulullah Shallallahu A laihi Ivo &Ilium, bah-wa beliau bersabda,
“Aku hanyalah manusia hiasa yang bisa lupa schagannana kalian
yang juga bisa lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.”
Kelalaian beliau merupakan kesempurnaan nikmat bagi umat dan
kesempurnaan agama, agar mereka mengikuti beliau. Pasalnya beliau
pernah beranjak meninggalkan shalat setelah mendapatkan dua rakaat dari
empat rakaat yang mestinyadilakukan. Setelah mengqadha’ rakaatnya yang
kurang, beliau sujud sebelum salam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
siapa yang ketinggalan sebagian dari bagian-bagian shalat yang bukan
termasuk rukun, maka dia hams sujud sebelum salam. Beliau pernah
mengucapkan salam
setelah mengerjakan dua rakaat pada shalat isya’ atau
maghrib. Kemudian beliau berbicara. Ketika ada shahabat yang
mengingatkan, maka beliau menyempurnakannya, mengucapkan salam, sujud
lalu salam lagi. Beliau juga pernah mengakhiri shalatnya, kemudian
pergi, padahal masih ada satu rakaat yang tersisa. Maka Thalhah berkata
kepada beliau, “Engkau lupa satu rakaat.” Beliau kembali lagi ke masj
id, menyuruh Bilal menyerukan igamah, lalu shalat satu rakaat bersama
orang-orang. Hal ini diriwayatkan Ahmad. Beliau juga pernah shalat lima
rakaat pada waktu shalat zuhur. Lalu orang¬orang memberitahu beliau,
“Engkau telah shalat lima rakaat.” Maka beliau sujud. Beliau juga
pernah mengerjakan shalat ashar hanya dengan tiga rakaat, kemudian
pulang masuk rumah. Orang-orang mengingatkan beliau. Maka beliau keluar
rumah, shalat bersama mereka satu rakaat, kemudian salam, sujud, lalu
salam lagi. Inilah yang diriwayatkan dari beliau, yaitu ada lima tempat.
Di dalam Ash-Shahihain, dari had its Abdullah bin Buhainah, bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi waSallam pernah shalat dua rakaat pada
waktu zhuhur, tidak duduk melakukan tasyahhud awal. Setelah meriqadha’
shalat¬nya, maka beliau sujud dua kali, kemudian salam. Dalam riwayat
Muttafaq Alaihi, disebutkan beliau mengucapkan takbir untuk setiap
sujud, dalam posisi duduk sebelum salam.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan salam setelah dua
rakaat, entah dalam shalat zuhur atau ashar. Setelah itu beliau
berbincang-bincang. Kemudian beliau menyempurnakannya, melakukan dua
kali sujud setelah salam dan berbincang-bincang itu, mengucapkan takbir
tatkala sujud dan tatkala bangkit dari sujud.
Suatu kali beliau mengucapkan salam lalu beranjak pergi. Padahal masih
ada satu rakaat yang ketinggalan. Thalhah bin Ubaidillah yang
menge¬tahuinya berkata kepada beliau, “Engkau lupa satu rakaat.” Maka
beliau kembali lagi, masuk rnasj id dan menyuruh Bilal untuk iqamah,
lalu orang¬orang juga ikut mengerjakan satu rakaat yang ketinggalan itu.
Beliau pernah shalat zuhur lima rakaat. Lalu ada yang berkata di
hadap-an beliau, “Apakah ada tambahan dalam shalat?” Beliau bertanya.
-Ada apa memangnya?- Orang-orang menjawab, “Engkau shalat lima rakaat.”
Maka beliau sujud dua kali. Hadits Muttafaq Alaihi.
lnilah yang diriwayatkan tentang kelalaian Rasulullah Shallallahu Alaihi via Sallam dalam shalat, yaitu ada di lima tempat.
Tuntunan Rasulullah dalam Dzikir Seusai Shalat dan Beberapa Masalah Lainnya
Memejamkan rnata dalam shalat bukan termasuk petunjuk be liau. Bah-kan Ahmad dan memakruhkannya. Menurut mereka, mernejam
kan mata termasuk kebiasaan orang-orang Yahudi. Tapi ada
juga yang membolehkannya, karena dengan memejamkan mata itu bisa
menimbulkan kekhusyukan. Yang benar, se lagi membuka mata tidak
mengurangi kekhu¬s> ukan, maka itulah yang afdhal. Tapi jika dengan
membuka mata itu bisa mengganggu kekhusyukan, karena di arah kiblatnya
ada sesuatu yang meng-ganggunya, maka hal itu tidak dimakruhkan. Sebab
yang pokok dalam shalat adalah menjaga kekhusyukan dalam shalat.
Setelah mengucapkan salam, beliau biasa membaca istighfartiga kali, lalu mengucapkan dzikir,
“Ya Allah, Engkau Pemberi selainat dan dari-Mulah keselamatan itu.
Mahasuci Engkau wahai Dzat Yang Mahaagung dan Maha Pemurah.”
Bel iau tidak menghadap ke arah kiblat kecuali selama bacaan dzikir in
i, lalu beliau cepat-cepat menghadap ke arah makmum. Terkadang beliau
menghadap ke arah makmum di bagian kanan dan terkadang menghadap ke
bagian kiri. Yang pasti beliau tidak pernah mengkhususkan pada satu
sisi tanpa sisi yang lain. Saat salam beliau menoleh ke arah kanan lalu
ke kiri. Seusai shalat fajar beliau tetap berada di tempat shalatnya,
hingga matahari terbit dan memancarkan sinarnya secara terang. Setiap
usai shalat fardhu beliau biasa membaca,
“Tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya
kerajaan dan bagi-Nya pujian, dan Dia Berkuasa atas segala sesuatu. ”
(Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
“Ya Allah, tak seorang pun yang dapat menghalang-halangi apa yang
hendak Engkau berikan, dan tiada seorang pun yang dapat memberi¬kan apa
yang Engkau tahan, dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya di
sisi-Mu. Tiada kekuatan dan daya kecuali datangnya dari Allah. Kami
tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, karunia danpujian
yang baik. Tiada Ilah selain Allah, yang kita ikhlas berbakti
kepada-Nya, se kalipun orang-orang kafir tidak suka. ” (Diriwayatkan
Muslim).
Abu Daud meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa mengucapkan doa setelah
salam,
“Ya Allah, ampunilah bagiku apa yang kudahulukan dan apa yang
kuakhirkan, apa yang kurahasiakan dan apa yang kutampakkan, apa yang
kulebih-lebihkan dan apa pun yang Engkau lebih Inengetahui daripada
aku. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan.
Tiada Ilah selain Engkau. “
Bel iau menganjurkan umatnya mengucapkan seusai setiap shalat fardhu,
tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir
tiga puluh tiga kali, lalu digenapi seratus kali dengan ucapan,
“Tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nyapula pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas
segala sesuatu.”
Ibnu Hibban menyebutkan di dalam Shahih-nya, dari Al-Harits bin Muslim,
dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jika engkau sudah mengerjakan shalat subuh, maka ucapkanlah
sebelum engkau berkata-kata, ‘Ya Allah, lindungilah aku dari neraka
tujuh kali. Jika engkau meninggal pada hari itu, maka Allah menetap
kan pembebasan dari neraka bagimu. Dan jika engkau sudah menger
jakan shalat maghrib, maka ucapkanlah sebelum engkau berkata-kata,
Ya Allah, lindungilah aku dari neraka tujuh kali. Jika engkau
meninggal pada malam itu, maka Allah menetapkan kebebasan dari
neraka bagimu. (Diriwayatkan Ibnu Hibban dan Abu Daud).*)
An-Nasa’y menyebutkan di dalam As-Sunanul-Kabir, dari had its Abu
Umamah, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang membaca ayat Kursy seusai setiap shalat wajib, maka dia
tidak dihalangi untuk masuk surga hingga dia meninggal dunia.
Jika shalat menghadap ke dinding, maka beliau membuat jarak antara diri
beliau dan dinding itu, yang bisa dilalui seekor kambing dan beliau
tidak jauh-jauh dari dinding itu. Bel iau juga memerintahkan untuk
mendekatkan pembatas yang dibuat di hadapan tempat sujud. Jika beliau
shalat menghadap ke arah tiang, tongkat atau pohon, maka beliau
menyisih ke samping kanan atau kirinya, dan tidak menjadikannya sebagai
penghalang ke arah kiblat. Be¬liau pernah menancapkan tombak pendek
pada saat mengadakan perjalanan dan juga saat menetap, lalu shalat ke
arahnya, karena tombak itu dijadikan sebagai pembatas. Bel iau juga
pernah meletakkan pelana di hadapan beliau. lalu beliau shalat ke
arahnya, yang juga dimaksudkan sebagai pembatas. Beliau memerintahkan
agar orang yang sedang shalat membuat pembatas, meskipun hanya dengan
anak panah atau tongkat. Jika tidak mendapatkan¬nya, maka dia bisa
membuat garis di hadapannya di atas tanah. Tapi kalaupun tidak memaham
i pembatas ini pun, shalat tetap dianggap sah. Diriwayatkan secara
shahih, bahwa pernah ada wanita yang lewat di hadapan beliau sewak¬tu
shalat, begitu pu la keledai dan anjing bewarna hitam. Beliau juga
pernah shalat, sementara Aisyah tidur di hadapan beliau. Tapi seseorang
diharamkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa memelihara sepuluh
rakaat (nafilah) saat menetap. Inilah yang dikatakan Umar bin
Al¬Khaththab. “Aku menghapal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam
Di dalam isnadnya ada yang majhul, yang berarti hadits ini dha’ if
sepuluh rakaat: Dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat
setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya’
dan dua rakaat sebelum su¬buh. beliau ketinggalan mengerjakan dua
rakaat setelah zhuhur, maka beliau mengqadha’nya setelah shalat ashar,
waktu yang sebenarnya dilarang mengerjakan shalat. Tapi terkadang
beliau mengerjakan empat rakaat setelah zhuhur. Tentang dua rakaat
sebelum maghrib, ada riwayat shahih, bahwa beliau bersabda, “Shalatlah
kalian dua rakaat sebelum maghrib.” Tapi pada bagian lain disebutkan,
“Bagi siapa yang menghendakinya”, karena dikhawa¬tirkan manusia akan
menjadikannya sebagai kebiasaan. Jadi pendapat yang benar, shalat dua
rakaat sebelum maghrib itu sekedar sebagai anjuran dan bukan merupakan
sunat rawatib.
Rasulu I lah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan keseluruhan
shalat sunat dan tathawwtr. ini di dalam rumah, terlebih lagi shalat
sunat maghrib. Sama sekali tidak pernah dinukil dari beliau bahwa
befiau menger¬jakannya di masj id. Bel iau sangat keras dalam
memelihara shalat sebelum subuh, yang hampir tidak pernah beliau
tinggalkan, begitu pula shalat witir, baik tatkala sedang menetap
maupun ketika dalam perjalanan. Tidak pernah dinukil dari beliau, bahwa
beliau mengerjakan shalat sunat dalam perjalanan selain dari shalat
sebelum subuh ini.
Para fuqaha’ sating berbeda pendapat, mana yang Iebih kuat antara
shalat sebelum subuh yang menjadi perlambang perrnulaan amal, dengan
shalat witir yang menjadi perlambang penutup amal. Begitulah menurut
penuturan Ibnu Taimiyah. Karena itu beliau mengakhiri dua shalat ini
dengan surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas, yang kedua surat ini menghimpun
tauhid ilmu dan amal, tauhid ma’rifat dan kehendak, tauhid akidah dan
tujuan. F irrnan Allah, “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Mahaesa’”,
mengandung keesaan yang hares ditetapkan terhadap Allah, yang menafikan
persekutuan dalam bentuk apa pun, menafikan anak dan bapak untuk
menggamharkan kesempurnaan keesaan, kekayaan dan keberadaan Al lah
sebagai tempat bergantung, menafikan kesamaan, penyerupaan dan
tandingan, mengandung penetapan segala kesempurnaan, yang menafikan
kekurangan. Semua ini merupakan himpunan tauhid ilmu yang menjelaskan
berbagai macam golongan yang sesat dan syirik. Karena itu surat Al-Ikh
las ini menyamai sepertiga Al-Qur’an. I ntinya berkisar pada penetapan
dan pengaharan. Penetapan Lida tiga macam: Perintah, larangan dan
pembolehan. Sedangkan pengaharan ada dua macam: Pengabaran tentang
Khaliq, tentang asma. dan sifat-sifat-Nya, dan pengabaran tentang
makhluk. Surat Al-lkhlas murni merupakan pengabaran tentang Allah.
sifat daft asma–Nya, yang member¬sihkan pembacanya dari syirik ilmu,
sebagaimana surat Al-Kafirun yang membersihkan pembacanya dari syirik
amal. Karena ilmu itu diposisikan sebelum amal, menjadi imam dan
penuntunnya,•maka surat Al-I kh las
menyamai sepertiga A l-Qur. an, sedangkan surat A l-Kafirun
menyama seperempat Al-Qur’an. Karena syirik amal itu lebih mendominasi
jiw manusia untuk mengikuti nafsu, dan banyak dilakukan manusia, padaho
inereka mengetahui dampaknya, maka disebutkan penegasan tentang hal it
dengan firman Allah, “Katakanlah, orang-orang kafir’.” Karena it surat
Al-Kafirun dan Al-lkhlas ini juga dibaca dalam dua rakaat thawai karena
haji merupakan syiar tauhid, sebagaimana keduanya dibaca sae memulai
amal siang hari dan mengakhiri amal maim hari.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa berbaring pada lambun
kanan setelah shalat sunat fajar. Ada dua golongan yang berbuat secar
berlebih-lebihan dalam hal ini. Ada yang mewaj ibkannya dari golongan
ah zhahir, dan ada Pula yang memakruhkannya dan bahkan menganggapny
bid’A. Malik dan lainnya mengambiljalan tengah. Mereka membolehkar nya
jika dimaksudkan untuk mengistirahatkan badan, dan memakruhkanny jika
menganggap pelaksanaannya sebagai sunat.
Tuntunan Rasullullah tentang Shalat Maiam
Orang-orang salaf dan juga khalaf sating berbeda pendapat, apaka shalat
malam itu wajib bagi beliau ataukan tidak? Dua golongan sama-sam
berhujjah dengan firman Allah, “Dan, pada sebagian malam hart shalt
tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. ” (A1-Isra’: 79;
Satu golongan mengatakan bahwa perintah dalam ayat ini jelas buka
merupakan fardhu. Sedangkan lainnya mengatakan bahwa perintah shah
tahajjud dalam ayat ini kepada beliau sama dengan perintah dalam ftrmar
Nya, “Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam ham
kecuali sedikit (daripadanya). (Al-Muzzammi I: 1-2). Sementara tidak ad
ayat lain yang menghapusnya.
Tentang firman Allah, “nalilatan laka”, sekal i pun maksudnya adala
tathawwd, bukan berarti merupakan pengkhususan shalat nafilah bagi be
liau. Yang dimaksudkan nafilah dalam ayat ini adalah tambahan. Artiny
tahajjud Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam merupakan tambahan derajat
da pahala beliau. Karena itu ada pengkhususan shalat tahajjud bagi
beliau. St dangkan shalat malam bagi selain beliau hukumnya mubah dan
berfung! menghapus kesalahan. Sementara dosa Nabi Shallallahu Alaihi wa
Saila! yang lampau dan yang mendatang telah diampuni. Bel iau shalat
malaria ata tahajjud untuk menambah ketinggian derajat, sedangkan
selain beliau melt kukannya untuk menghapus dosa dan kesalahan.
Yang pasti, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah meninE
Balkan shalat malam, baik selagi menetap maupun saat mengadakan
perjalar an. Jika beliau ketiduran atau sedang sakit, maka beliau
shalat dua helas raka. pada siang hari. Ibnu Taint iyah berkata, “Di
sini terkandung dal ilbahwa wit
tidak perlu digadha’ jika ketinggalan pelaksanaannya.
Kedudukannya seperti shalat tahiyat masj id. shalat gerhana, shalat
istisqa’ dan lain-lainnya. Karena maksud pelaksaan witir ini ialah agar
is menjadi penutup shalat ma’am, seba-gaimana shalat maghrib yang
menjadi penutup shalat siang. Jika waktu ma’am sudah tewat dan shalat
subuh sudah dilaksanakan, maka tidak perlu ada qadha’ shalat witir.”
Lalu bagaimana dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah dari had its Abu Said Al-Khudry.
“Siapa yang tertidur dun tidak sempat mengerjakan witir atau dia lupa
mengerjakannya, maka hendaklah dia mengerjakannya pada pagi hari atau
ketika mengingatnya?” Hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena
me-ngandung banyak kelemahan. Yang benar adalah sabda beliau yang
diriwa-yatkan Muslim dan Ibnu Majah, Kerjakanlah shalat witir sebelum
datang waktu shalat subuh.
Bilangan shalat malam yang dikerjakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Salim
adalab sebelas rakaat, atau tiga betas rakaat, jika disertai dengan
shalat iftitah dua rakaat sebelum shatat tahajjud, atau dua rakaat
sesudah witir atau shalat sunat fajar.
Inilah beberapa riwayat tentang shalat malam dan witir yang
dilaksa¬nakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta shalat yang
dilakukan pada awal malam.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sekali-kali Rasulullah IallahuAlaihi
wa Ballarat tidak mengerjakan shalat isya’, lalu beliau masuk ke
tempatku, melainkan setelah itu beliau mengerjakan shalat empat rakaat
atau enam rakaat. Kemudian beliau menghampiri tempat tidurnya.”
Dari Aisyah Radhivallahu Anha, dia berkata, “Jika Rasulullah Shut-?Oahu
Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat malam, maka beliau memulai dengan
dua rakaat yang ringan.” (Diriwayatkan Muslim. Dalarn hadits dari Abu
Hurairah, beliau juga memerintahkan yang demikian itu).
I3eliau hangun tepat pada tengah malam, beberapa saat sebelum atau
sesudahnya. Atau bet iau bangun ketika mertdengar suara kokok ayam
jantan, yang biasanya ayam herkokok pada paruh kedua dari waktu malam.
Ter¬kadang beliau menye la shalatnya, dan terkadang merwerjakannya
secara berkelanjutan, dan yang kedua in i lebih seri ng di lakukan.
sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, saat dia bermat am di rurnah bet
iau, bahwa bet iau bangun rnalarn, bersiwak dan wudhu’. Kemudian beliau
membaca ayat,
“Sesunggithnya dalam penciptaan langit darn bony/, dan silih bergan
tinya 1-77010771 dan slang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (Ali Imran: 190).
Betiau melanjutkan ayat-ayat selanjutnya hingga akhir surat Ali Imran.
Kemudian beliau shalat dua rakaat (di masj id), memanjangkan berdirinya,
ruku’ dan sujudnya. Kemudian kembali, lalu tidur hingga
terdengar suara dengkurannya. Kemudian beliau bangun lagi dan berbuat
seperti itu pula hingga tiga kali, kemudian shalat witir tiga rakaat.
Ketika terdengar suara adzan, beliau keluar untuk shalat subuh sambil
mengucapkan doa,
1 •
L57-’—” Ls! L.5″%1:4 6-11
o —
‘
• L.1 1 ‘ ° °
- , . ),”-’ ‘,5 J
O. , o 0-.
1 -6111 _Ls? ,:rf L.PL”‘rl
“Ya Allah, jadikanlah di hatiku cahaya, di lisanku cahaya, jadikanlah
di pendengaranku cahaya, jadikanlah di penglihatanku cahaya,
jadikanlah dari belakangku cahaya, jadikanlah dari depanku cahaya,
jadikanlah dart atasku cahaya dan jadikanlah dari bawahku cahaya.
Ya Allah, berikanlah kepadaku cahaya.” (Diriwayatkan Muslim).
Witir yang beliau lakukan ada beberapa macam, satu di antaranya seperti
yang dituturkan lbnu Abbas di atas. Bel iau pernah shalat malam
dela¬pan rakaat, mengucapkan salam dalam setiap dua rakaat, kemudian
witir lima rakaat secara berkelanjutan, tidak duduk kecuali di rakaat
yang terakhir. Bel iau juga pernah witir sembilan rakaat secara
berkelanjutan, tidak duduk kecuali pada rakaat kedeiapan untuk
berdzikir kepada Allah, memuji dan berdoa, kemudian hangkit tanpa
mengucapkan salam, kemudian shalat untuk rakaat kesembilan, kern udian
duduk untuk tasyahhud, lalu mengucapkan salam. Setelah salam beliau
masih mengerjakan dua rakaat lagi. Be liau juga pernah mengerjakan
witir tujuh rakaat, cara pelaksanaannya seperti sembilan rakaat itu,
duduk pada rakaat keenam tanpa salam, lalu berdiri untuk menger¬jakan
rakaat ketujuh, lalu duduk tasyahhud dan salam. Setelah itu beliau
mengerjakan shalat dua rakaat sambil duduk. Adakalanya beliau shalat
dua rakaat dua rakaat, kemudian witir tiga rakaat secara berkelanjutan,
sebagai¬mana yang diriwayatkan Ahmad dart Aisyah.
Cara beliau melaksanakan shalat malam ada tiga macam: Sambil berdiri,
dan ini yang paling sering dilakukan, sambil duduk, dan adakalanya
beliau membaca sambil duduk, jika bacaannya tingga I sedikit beliau
berdiri dan menyelesaikan bacaannya, lain mkt!”. Diriwayatkan bahwa
belian pernah shalat dua rakaat setelah witir, terkadang sambil duduk
dan terkadang membaca sebatian sambil duduk, lalu berdiri ketika hendak
ruku’. Di dalam Al-Musnad discbutkan dari hadits Abu Umamah, bahwa
beliau membaca surat Az-Zalzalah dan surat Al-Kafirun.
Sebagian orang ada yang menganggap musykil masalah dua rakaat setelah
Nv itir ini. dengan menganggapnya bertentangan dengan sabda beliau,
“Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalat malam kalian.”
Dalam hal ini Ahmad berkata, “Aku tidak rnengerjakannya tapi juga tidak
melarang orang lain mengerjakannya.” Sedangkan Malik mengingkari dua
rakaat itu. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau mengerjakan dua
rakaat itu untuk menje¬laskan diperbolehkannya shalat setelah witir.
Mereka menafsiri perintah beliau untuk mengakhiri shalat malam dengan
witir, sebagai anjuran, dan dua rakaat sesudahnya diperbolehkan. Yang
benar, witir adalah ibadah yang berdiri sendiri. Dua rakaat yang beliau
lakukan setelah itu seperti halnya sunat setelah maghrib yang me
lengkapi shalat maghrib. Sehingga dua rakaat ini juga melengkapi shalat
witir. Shalat maghrib sebagai penutup shalat slang. dan witir sebagai
penutup shalat malam. Dua rakaat setelahnya merupakan pelengkap.
Tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
bahwa beliau pernah qunut dalam shalat witir, kecuali dalam had its
riwayat ibnu Majah, dari Ubay bin Ka’h, bahwa Rasulullah Shallallahu
llaihi wa Sallam shalat witir lalu qunut sebelum ruku’. Tapi Ahmad
berkata, “Aku memilih qunut setelah ruku’, dan semua riwayat dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang qunut, hanya dilakukan pada shalat
subuh setelah ruku’. Maka qunut qitir pun kupilih setelah ruku’ dan
bukan sebelumnya.”
Tapi tidak ada riwayat yang shah ih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam tentang qunut witir, sebelum maupun sesudah ruku’. Hanya Umarlah
ang melakukan qunut, yang berangkat dari As-Sunnah dan kembali ke As-
Sunnah.
Tapi Ahmad dan juga Ahlus-,S’unan meriwayatkan dari hadits AI-I [asap
bin Ali Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu
Alaihi 14 a Sallam mengajariku beberapa kalimat yang harus kuucapkan
dalam witir, vaitu:
•
Cp"
– L., –
1_9
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana o•ang-orang yang Eng¬kau
beri petunjuk, berilah aku afiat sebagaimana orang-orang yang Engkau
bent afiat, berilah aku kekuasaan sebagaimana orang-orang yang Engkau
hen kekuasaan, herkahilah bagiku dalam apa-apa yang Engkau limpahkan,
lindungilah aku dari kejahatan apa yang Engkau tetapkan, sesungguhnya
Engkau yang menetapkan dan tidak ada yang ditetapkan atas seungguhnya
tidak ada yang hisa menghina¬kan orang yang Engkau lindungi, Engkau
yang memberikan harakah
wahai Rabb kami dan Engkau Mahatinggi. " (Diriwayatkan Ahmad. At-Tirmidzy, Abu Daud, An-Nasa'y dan lbnu Majah).*)
AI-Baihaqy dan An-Nasa'y menambahi.
"Dan, tidak menjadi mulia orang Yang Engkau musuhi."*`)
Abu Daud dan An-Nasa'y meriwayatkan dari hadits Ubay bin Ka' b
Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam membaca dalam shalat witirsabbihisma rahhikal-a 'la, dan qul ya
ayyuhal-kafirun, dan qul huwallahu ahad. Jika sudah mengucapkan shalat,
beliau mengucapkan subhanal-malikil-quddus tiga kali. dengan
mcmanjangkan suara pada kali ketiga dan lebih nyaring. Ad-Daruquthny
menambahi dengan isnad yang shahih, war-ruh.
Rasu I ul lah Shallallahu A laihi wa Sallam biasa memotong bacaan dan
berhenti pada setiap ayat, seperti alhamdu lillahi rabbit alamin,
berhenti, Ar¬Rahmanir-rahim, berhenti, maliki berhenti, dan seterusnya.
Ber-henti pada setiap ayat adalah yang afdhal. Sementara sebagian Bari'
berhenti pada bagian yang dikehendaki untuk berhenti berdasarkan
tujuan. Tapi meng-ikuti tuntunan Nabi Shullallahu A laihi wa Sallam dan
As-Sunnah adalah lebih utama.
Bel iau biasa membaca secara tartil, sehingga bacaan yang sudah pan
jang semakin bertambah panjang. "Ferkadang beliau membaca satu ayat hing
ga waktu suhuh. Manusia saling berbedapendapat, maka yang lebih afdhal,
membaca secara tartil sehingga hanya sedikit bacaannya, ataukah secara
cepat sehingga banyak bacaannya? Ada dua pendapat tentang masalah ini.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan juga lain-lainnya berpendapat. bahwa bacaan
secara tartil dan memahami bacaan adalah lebih afdhal, meskipun bacaan
nya hanya sedikit. Hal ini lebih baik daripada membaca secara cepat dan tan
pa merenungi maknanya, sekalipun bacaannya banyak. A lasannya, karena
maksud dari membaca itu adalah memahami dan memikirkan serta meng
amalkannya. Sementara membaca dan menghapalnya me rupakan sarana
untuk mencapai maknanya. Maka sebagian salafberkata, "Al-Qur'an turun
untuk diamalkan. Maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an itu untuk mengamal
kannya." Karelia itu yang disebut ahli A1-Qur'an adalah yang mengamal
kannya dan mengamalkan apa yang dikandungnya, sekalipun mereka tidak
benar-benar menghapalnya. Sedangkan orang yang menghapalnya dan tidak
mengamalkan kandungannya, maka sama sekali tidak disebut ahli AI-Qur'an.
Masih menurut golongan ini, iman adalah amal yang paling mulia. Se
mentara memahami dan memikirkan kandungan Al-Qur'anlah yang bisa
Isnadnya shahih dan Ibnu Hibban juea menshahihkannya. "' Tambahan ini shah h
membuahkan iman. Jika hanya sekedar membaca tanpa memahami,
maka yang seperti ini bisa di lakukan orang balk dan buruk, Mukmin dan
munafik. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
o
o.5
_d • ••
"Perumpamaan orang munafik yang membaca AI-Qur 'an seperti
Rai¬hanah. battnya harum dan rasanya pahit "(Diriwayatkan Al-Bukhary
dan Muslim).
Da]am hal ini manusia ada empat golongan: Pertama, ahli Al-Qu(an, yaitu
orang yang paling mulia. Kedua, bukan ahli Al-Qur’an dan juga tidak
memiliki iman. Ketiga, orang yang diberi Al-Qur’an namun tidak diberi
iman. Keempat, orang yang diberi iman namun tidak diberi AI-Qur’an.
Orang yang diberi iman dan tidak diberi AI-Qur’an, lebih baik daripada
orang yang diberi Al-Qur’an namun tidakdiberi iman. Begitu pula orang
yang diberi pemahaman saat membaca lebih baik daripada orang yang
diberi baca¬an yang banyak dan cepat tanpa pemahaman. I ni lah petunjuk
Nabi Shal¬lallahu Alaihi wa Sallam. Sampai-sampai surat yang sudah
panjang semakin bertambah panjang. Bahkan beliau mengulang-ulang satu
ayat hingga pagi hail.
Sementara rekan-rekan Asy-Syafi’ y mengatakan, bahwa banyak membaca
lebih baik. Hujjahnya adalah hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu, dia
berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda.
o
L’Z'J• t1. 4119 alj4 ‘7,J L’.3.,*
“Siapa yang membaca satuhurufdari Kitab Allah, maka baginya satu
kebaikan. Sementara saw kebaikan itu dilipatgundakan dengan sepu¬luh
kebaikan yang serupa. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf,
tapi alifsatu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf ” (Diri¬wayatkan
At-Tirmidzy).
Di samping itu, Utsman bin Affan pernah membaca Al-Qur’an secara utuh
dalam satu rakaat. dan masih banyak riwayat-riwayat lain dart
orang¬orang salaf yang biasa membanyakkan bacaan.
Yang benar tentang masalah ini, pahala bacaan secara tartil dan
disertai pemahaman, lebih tinggi dan lebih besar nilainya. Sementara
pahala banyak membaca lebih banyak hilangannya. Gambaran yang pertama
seperti memer-dekakan seorang budak yang sangat mahal, dan kedua
seperti memerdekakan beberapa budak yang murah-murah harganya.
Terkadang Rasulullah Shallallahu Alaihi waSallam
menyembunyikan bacaan pada shalat malam, dan terkadang menyaringkannya.
Terkadang ber¬diri lama dan terkadang sebentar. Beliau juga pernah
shalat sunat pada siang rnaupun malam hari ketika beliau berada di atas
punggung hewan ketika da¬lam perjalanan. Bcliau memberi isyarat ketika
ruku. dan sujud, dengan lebih menekurkan kepala ketika sujud.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Dhuha, Sujud Syukur dan Sujud Tilawah
Al-Bukhary meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari Aisyah, dia berkata,
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
shalat dhuha. Sekiranya beliau mengerjakannya, tentu aku juga akan
mengerjakannya.”
Al-Bukhary meriwayatkan dari lbnu Abi Laila, dia berkata, Tak seorang
pun yang menyampaikan hadits kepada kami, bahwa dia melihat Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat dhuha selain Ummu
Hani’. Dia berkata.”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya
pada waktu penaklukan Makkah. Behau rnandi lalu shalat delapan rakaat.
Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih cepat dari shalat beliau
itu. Tapi beliau tetap menyempurnakan rukd dan sujudnya.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari Abdullah bin Syagiq, dia
berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah, “A pakah Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat dhuha?” Dia menjawab. ”Tidak,
kecuali jika beliau pulang sehabis keluar dari rumah.”
Masih banyak riwayat-riwayat lain dari para shahabat tentang shalat
dhuha yang dikeriakan Rasulullah Shallallahu Sallam. Tapi banyak juga
yang dha’ if. terputus dan bahkan maudhu’. Manusia berbeda pendapat
tentang hadits-hadits ini. Di antara mereka ada yang menguatkan riwayat
pe]aksanaan shalat dhuha, yang didukung beberapa riwayat, yang jumlah
rakaatnya terkadang dua, empat, enam atau delapan rakaat. Lalu mana
yang benar? Siapa yang ingin mengerjakannya, makaclia bisa mengerjakan
dengan berapa pun rakaat yang dikehendakinya, dua rakaat hingga delapan
rakaat.
lni adalah pendapat golongan pertama. Gokongan kedua lebih me-nguatkan
tidak adanya pelaksaaan shalat dhuha, yang didukung beberapa riwayat
dan amal para shahabat. Al-Bukhary meriwayatkan dari Ibriu Urnar, bahwa
dia tidak pernah mengerjakan shalat dhuha, begitu pula Abu Bakar dan
Urnar.
Golongan ketiga menganjurkan pelaksanaannya sesekali waktu. Ini salah
satu riwayat dari Ahmad dan dikisahkan Ath-Thabrany dari segolongan
orang.
Golongan keempat berpendapat, shalat dhuha d ikerjakan
karena sebab tertentu seperti yang di lakukan Nabi Shallallahu A laihi
waSallam, yaitu de-lapan rakaat saat berhasil melakukan penaklukan
Makkah atau ketika tiba dari bepergian atau ketika mengunjungi suatu
kaum atau ketika mendatangi masjid Quba’.
Adapun tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat
tentang sujud syukur, yaitu ketika mendapatkan nikmat yang
menggembira¬kan atau ketika ada bahaya yang tersingkirkan, sebagaimana
yang diriwa¬yatkan di dalam A I-Musnad, dari Abu Bakrah Radhiyallahu
Anhu, bahwajika Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam mendapatkan sesuatu
yang menggembira¬kan, maka beliau merunduk kepada Allah, bersujud
seraya bersyukur kepada Allah.
Ka’b bin Malik juga melakukan sujud ketika mendapat kabar gembira,
bahwa taubatnya diterima Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam
riwa¬yat Al-Bukhary. Sa- id bin Manshur menyebutkan bahwa Abu Bakar
Ash¬Shiddiq melakukan sujud ketika mendapat kabar tentang terbunuhnya
Musailamah A I-Kadzdzab.
Tentang sujud tilawah, bahwa j ika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam me
lewati ayat sajadah, maka bertakbir dan sujud, yang dalam sujudnya itu
beliau mengucapkan,
ft 2-? o
• `,G,9_, °)–”.) 44.
“Wajahku sujud kepada Dzat yang menc iptakannya, tnembentuknya,
tnembelah pendengaran dan penglihatannya, dengan daya dan kekua¬tan-Nya.
Tidak disebutkan bahwa beliau bertakbir ketika bangkit dari sujud ini,
tidak pula tasyahhud dan salam. Begitulah yang diriwayatkan dari
Asy-Sya¬fry dan Ahmad. Diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersujud ketika dalam alif lam mint
tanzi I, Shad, An-Najm, A l-Insy iqaq dan A l-Alaq. Abu Daud
meriwayatkan dari Amr bin Al-Ash, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam pernah membaca¬kan lima belas ayat sajadah.
Tentang had its Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah tidak pernah sujud pada
surat-surat yang pendek setelah pindah ke Madinah, maka in i adalah had
its dha’if. Sebab ada riwayat shahih dari Abu Hurairah, bahwa dia
pernah sujud bersama Nabi Shallallahu Alaihi 14′17Sallant pada surat
Al-Alaq dan A l-Insyi-qaq. Sementara dia masuk Islam setelah beliau
menetap di Madinah selama enam atau tujuh tahun.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Jum’at dan Keistimewaan Hari Jum’ at
Wan Shahih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah dan Hudzaifah
Radhiyallahu Anhuma, keduanya berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam bersabda,
“Allah menyimpangkan orang-orang yang sebelum kita dari hurl Jum ‘at.
Orang-orang Yahudi mempunyai hart Sabtu. Orang-orang Nashara mempunyai
hari Ahad. Lalu Allah datang kepada kita dengan menunjuki kita de ngan
hart Jum ‘at, ‘alit menjadikan hari ‘um ‘at, Sab¬tu dan Ahad. Begitu
pula mereka akan mengikuti kita pada hurl kiamat. Kita adalah kaum
terakhir dari penduduk dunia dun terdepan (masuk surga) pada hare
kiamat, yang ditetapkan bagi mereka sebelum semita makhluk.
Di dalam Al-Musnaddan As-Sunan disebutkan dari hadits Aus bin Aus, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
. za fi
4L.3 °
L;_z-SLi
L:LA.1″, „cis,
„ ,
4_1)1 31 LI L J.-
-
“Di antara hari-hari kalian yang paling mulia adalah hariJuin ‘at.
Pa¬da hari itu Allah menciptakan Adam, pada hari it a dia dimatikan,
pada hari itu dia ditiup, pada hari itu sangkakala ditiup. Maka
perbanyukhth shalawat alas diriku pada hari itu, karena shalawat kalian
akan ditam¬pakkan kepadaku”. il4ereka bertanyu, “Wahai Basulullah,
bagaima¬na shalmvat kami di! ampakkan kepada engkau, ,uadahal badan
engkrur telah usang? Beliau menjavvab, “Sesungguhnya Allah mengharam
tanah untak me makan jasad para nabi.
Di dalam Jami At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam, beliau bersabda,
e
. 0..3
•,
(•y Lrj Ey5-1 4
“Hari paling ba ik yang di dalamnya matahari terbit adalah hari
Juni¬’at. Pack hari Eta Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke
dalam surga, pada hari itu dia dikeluarkan dari sana, dan hart kiamat tidak datang melainkan pada hart Juin ‘at.”
Di dalam Al-Mustadrak disebutkan dengan lafazh. “Pemimpin hari¬hari adalah hari Jum’
Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwaththa’, dad Abu Hurairah, secara
marfu’, “Hari paling baik yang di dalamnya matahari terbit adalah had
Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia diturunkan (ke
bum i), pada hari itu taubatnya diterima, pada hari itu dia meninggal
dunia, pada hari itu kiamat tiba. Tidak ada satu pun hewan melata
melainkan bersuara pada hari Jum’at sejak dari waktu subuh hingga
matahari terbit, karena sayang, ter¬hadap satu saat, kecuali j in dan
manusia. Pada hari itu ada satu saat yang tidak ditemui hamba Muslim,
dia shalat dan memohon sesuatu kepada Allah, me¬lainkan Allah akan
memberikan kepadanya.”
Merupakan tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi waSallam untuk meng-agungkan
had Jum’at ini. memuliakan dan mengkhususkannya dengan beberapa ibadah.
Inilah di antara beberapa kekhususan yang dimiliki hari Jum’at:
1. Beliau biasa membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan pada shalat subuh
pada hari Jum at. Ibnu Taimiyah berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi
tiva Sallam membaca dua surat ini pada shalat subuh had Jum’at, karena
keduanya membicarakan apa yang pernah terjadi dan apa yang akan
terja¬di pada had Jum’at, seperti penciptaan Adam, penyebutan had
berbangkit. pengumpulan manusia, yang semuanya terjadi pada had Jum’at.
Maka dua surat ini di baca pada shalat subuh hari Jum’at untuk
mengingatkan umat apa yang akan terjadi pada hari itu.”
2. Anjuran banyak membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu A laihi wa
Sallam pada ma’am harinya. Beliau adalah pemimpin semua manusia dan had
Jum’at merupakan pemimpin hari-hari. Maka shalawat pada hari Jum’at mem
punyai keistimewaan yang tidak dimiliki hari yang lain, karena setiap
kebaikan yang diperoleh umatnya di dunia dan di akhirat lewat beliau.
Semua karunia yang mereka peroleh juga terjadi pada had Jum’at.
3. Shalat Jum’at adalah fardhu Islam yang paling kuat dan merupakan
perkumpu I an orang-orang Muslim yang paling besar. Maka siapa yang
meninggalkan karena meremehkannya, Allah akan menutup hatinya.
Kedekatan penghuni surga dengan surga dan kesegeraan mereka masuk surga
tergantung dari kedekatannya dengan imam saat shalat Jum’at dan
kesegeraannya datang ke shalat Jum’at.
4. Perintah mandi pada hari Jum’at, yang pelaksanaannya dikuatkan dan
bahkan !chi h kuat daripada kewajiban wudhu’ karena menyentuh dzakar,
lebih kuat daripada melaksanakan shalat witir, lebih kuat daripada
bacaan
shalawat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tasyahhud akhir.
5. Memakai wewangian pada hari Jum’at Iebih balk daripada memakainya pada hari lain.
6. Bersiwak pada hari Jum’at juga Iebih mulia daripada bersiwak pada hari lain.
7. Bersegera pergi ke masj id.
8. Banyak mendirikan shalat dan berdzikir kepada Allah serta membaca Al-Qur’an hingga imam datang.
9. Keharusan mendengarkan khutbah. Jika tidak, maka disebut lagha.
Padahal siapa yang lagha dianggap seperti tidak mengikuti Jum’at.
10. Membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at yang n-iempunyai
keistimewa¬an tersendiri, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Hakim dan
Al-Bai-haqy, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan riwayat yang
shahih.
11. Tidak dimakruhkan shalat pada saat matahari bergeser dari tengah
ufuk pada hari Jum’at. Ini menurut pendapat Asy-Syafi’y dan merupakan
pilihan lbnu Taimiyah.
12. Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya. bahwa Rasulullah
Shal-lallahuAlaihi Sallam membaca surat Al-Jumu’ ah dan Al-Munafiqun
atau Al-Ghasyiyah pada shalat Jum’at.
13. Hari Jum’at adalah hari ‘id yang berulang kali terjadi sekali dalam
satu minggu. sebagaimana yang ditakhrij I briu Majah dari had its Abu
Luba-bah bin Abdul-Mundzir dengan isnad hasan, bahwa hari Jum’at itu
Iebih agung bagi Allah daripada Idul-Adhha.
14. Dianjurkan mengenakan pakaian yang paling bagus menurut kesanggup¬a
n ketika pergi shalat Jum’at, sebagaimana riwayat Ahmad dari hadits Abu
Ayyub, dengan isnad hasan.
15. Dianjurkan untuk membersihkan masjid dan mernbuatnya wangi ketika
mendekati tengah hari, seperti yang dilakukan Umar bin Al-Khaththab di
Masj id Nabawy di Madinah.
16. Tidak Jiperbolehkan bepergian pada hari Jum’at kecuali setelah
melak-sanakan shalat Jum’at, yaitu setelah masuk waktu shalat. Jika
bepergian dilakukan sebelum masuk waktu shalat, maka banyak yang
memperbo-iehkannya, apalagi jika untuk berjihacl atau untuk keperluan
yang nyata.
17. Setiap langkah kaki orang yang pergi ke shalat Jum’at mengandung
pahala selama satu tahun, lengkap dengan puasa dan shalat malamnya.
18. I lari Jum’at adalah hari dihapuskannya kesalahan-kesalahan hingga
Jum’at berikutnya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits shahih
dari Rasulullah Shallallahu Alaihi via Sallam.
19. Jahannam dikobarkan setiap hari kecuali hari Jum’at,
karena hari Jum’at merupakan bad yang paling agung di sisi Allah, yang
pada hari ini banyak ketaatan dan ibadah dilakukan, yang menghalangi
dikobarkan-nyaJahannam. Karena itu kedurhakaan orang yang beriman lebih
sedikit pada had Jum’at ini daripada hari-hari yang lain. Berarti
pengobaran ini beriaku di dunia dan bukan di akhirat. Sebab adzab di
Jahannam pada hari akhirat tidak pernah disela dan tidak diringankan
dad orang-orang yang memang layak menerimanya.
20. Pada hari Jum’at ada satu saat dikabulkannya doa, yang jika pada
saat itu seorang hamba Muslim memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Dia
akan memberinya. Saat ini rnasih terus berlaku dan tidak pernah dihapus
atau dihentikan. Namun orang-orang tidak sepakat tentang kapan
tepat¬nya.
21. Pada hari Jum’ at ada shalat Jum’ at yang dikhususkan dari seluruh
shalat fardhu, dengan beberapa kekhususan yang tidak ada dalam shalat
jama’ah yang lain. Tidak ada penekanan terhadap suatu shalat yang
menyamai shalat Jum’at kecuali shalat ashar. Kaum Muslimin sepakat
bahwa shalat Jum’at adalah fardhu ain, kecuali satu pendapat yang
dikisahkan dari Asy-Syafi’y, yang mengatakan bahwa hukumnya adalah
fardhu kifayah. Tentu saja pendapat ini salah.
22. Di dalamnya ada khutbah yang maksudnya untuk memuji dan meng-agungkan Allah, mempersaksikan wandaniyah-Nya, mempersaksikan
risalah Rasu lullah Shallallahu Alaihi b4 7C/ Sallam, mengingatkan umat
tentang hari-hari Allah, kekuasaan dan pembalasan-Nya kelak, wasiat takwa dan pen inekatan iman.
23. Anjuran menjadikan hari Juin’ at sebagai hari untuk banyak melakukan ibadah dan mengurangi kegiatan keduniaan.
24. Hari Jum’at yang merupakan ‘ id dalam satu minggu, sementara dalam
‘id ada penyembelihan qurban, maka qurbannya hari Jum’at ialah
berse¬gera pergi ke shalat Jum’at.
25. Shadaqah pada hari Jum’at mempunyai keistimewaan daripada hari-hari
lain, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan yang lebih utama daripada di
bulan-bulan lain. Jika lbnu Taimiyah keluar dari rumah untuk pergi ke
shalat Jum’at, maka dia mengambil apa pun yang ada di rumah, seperti
roti atau lainnya, lalu dia shadaqahkan di jalan secara
sembunyi-sem¬bunyi.
26. Pada had itu Allah menampakkan Did di hadapan para wali-Nya di
surga dan mereka mengunjunei-Nya. S iapa yang paling dekat di antara
mereka dengan Allah saat itu adalah yang paling dekat jaraknya dengan
imam pada shalat Jum’at.
27. Asy-Syahid (yang mempersaksikan) sebagaimana yang
difirmankan Allah adalah hari Jum’ at, sedangkan al-masyhud (yang
dipersaksikan) adalah hari Arafah. Begitulah penafsiran clari Abu
Hurairah.
28. Semua makhluk, baik langit, bumi, gunung dan lautan, menggigil
keta¬kutan pada hari Jum’ at, kecuali j in dan manusia, sebagaimana
yang disc¬butkan dalam riwayat shahih dari Abu Hurairah dan Ka’b.
29. Allah menyimpan hari Jum’at bagi umat Islam, tidak memberikannva
kepada suatu umat hingga umat ini muncul, sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, bahwa orang-orang Yahudi mempunyai hari Sabtu dan
orang-orang Nasrani mempunyai hari Ahad.
30. Hari Jum’at merupakan pi lihan Allah dari hari-hari dalam satu
minggu. sebagaimana bu tan Ramadhan merupakan pilihan-Nya dalam satu
tahun, dan lailatul-qadar merupakan pilihan-Nya dari seluruh malam, dan
Mak¬kah merupakan pilihan-Nya dari seluruh tempat di bumi, dan
Muham¬mad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan pi lihan-Nya dari
semua makhluk.
31. Ruh orang-orang yang ada di kubur didekatkan, sehingga mereka bisa
melihat siapa yang menziarahi mereka dan mengucapkan salam kepada
mereka. Jadi hari Jum’at merupakan hari pertemuan antara orang yang
sudah meninggal dan orang yang masih hidup. Jikatiba hari lciamat,
ma¬ka yang terdahulu akan bertemu dengan yang kemudian, penghuni langit
bertemu dengan penghuni bumi, yang zhalim bertemu dengan orang yang
dizhalimi, matahari bertemu dengan rembulan.
32. Dimakruhkan mengkhususkan puasa pada had Jum’at. Ini merupakan
penegasan Ahmad. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah memubahkan¬nya, karena
dalam hal ini hari Juni’ at tidak berbeda dengan hari-hari lain. Yang
pasti, di dalam Ash-Shahihain disebutkan larangan pengkhususan puasa
pada hari Jum’at.
33. Hari berkumpulnya manusia lalu mereka diingatkan tentang awal mula
penciptaan dan hari kembali kepada Allah, mereka diingatkan tentang
saat berkumpul pada hari kiamat.
Saat menyampaikan khutbah Jum’at, kedua mata beliau memerah, suaranya
lantang, emosinya meningkat, seakan-akan beliau sedang menyam¬paikan
peringatan kepada pasukan perang. Beliau biasa memendekkan khut¬bah dan
memanjangkan shalat. Dalam khutbahnya itu beliau mengajarkan
kaidah-kaidah Islam kepada para shahabat dan syariatnya. menyampaikan
perintah dan larangan kepada mereka jika ada sesuatu yang memang
diperlukan, sebagaimana beliau memerintahkan orang yang baru masuk
masjid agar mendirikan shalat dua rakaat (tahiyatul-masjid). Jika
melihat mereka sangat membutuhkan uluran bantuan. maka beliau
memerintahkan
agar para shahabat yang lain mengeluarkan shadaqah. Behan
memberikan isvarat dengan jari telunjuknya saat berdzikir dan berdoa
kepada Allah.
Jika para shahabat sudah berkumpul. maka beliau keluar dari rumah dan
mengucapkan salam kepada mereka. Jika naik mimbar, beliau mengha¬dapkan
sclunth wajah kepada mereka dan mengucapkan salam. Kemudian duduk.
Bilal mengumandangkan adzan. Jika adzan sudah selesai beliau ber¬diri
menyampaikan khutbah.
Saat berkhuthah beliau melarang orang yang berjalan me langkahi
orang-orang dan menyuruhnya duduk di tern pat. Bel iau memotong khutbah
iika ada keperluan yang tiba-tiba muncu I. Jika sudah selesai beliau
menyem-purnakannya, seperti perbuatan beliau yang memunaut Al-Hasan dan
Al-Hu-sain dengan turun dari mimbar, lalu naik lagi dan menyelesaikan
khutbahnya. Bel iau berdoa memohon hujan j ika saat itu lama tidak
turun hujan. Yang pasti beliau menyampaikan berbagai hal menurut
keadaan_ sehingga terkadang beliau mengucapkan, “Kemari hai Fulan,
duduk hai Fulan, shalat hai Fulan,” dan lain sebagainya. Beliau tidak
memeaang pedang atau lainnya, tapi beliau bersandar kepada sebuah
tongkat sebelum naik mimbar. Mimbar beliau mempunyai tiga tataran.
Sebeium ada mimbar itu, beliau pernah menyam¬paikan khutbah dengan
bersandar kepada batang korma. Ketika sudah berpindah ke mimbar, maka
batang pohon korma itu menangis, dan tangisnya bisa didengar semua
orang yang ada di dalam masj id. Maka beliau memeluk batang pohon itu
hingga diam. Beliau menyampaikan khutbah dengan her¬d i ri, lalu duduk
sebentar antara dua khutbah, tanpa mengucapkan dan tidak ada ucapan apa
pun, lalu berdiri menyampaikan khutbah kedua. Jika sudah selesai, Bilal
mengumandangkan iqamat. Bel iau memerintahkan orang-orang untuk lebih
dekat kepada beliau. Seusai mengerjakan shalat Jum’at beliau masuk
rumah dan shalat dua rakaat di rumah. Tapi beliau memerintahkan orang
yang hendak mengerjakan shalat setelah Jum’at, dengan empat rakaat.
Ibnu Taimiyah berkata, “Jika beliau shalat di masjid, maka beliau
shalat empat rakaat, dan jika di rumah, beliau shalat dua rakaat saja.”
Yang perlu dicatat, tidak ada shalat sunat sebelum Jum’at. Sebab
setelah Bilal selesai adzan, maka Nabi Shallallahu A laihi wa Salim
langsung menyampaikan khutbah tanpa ada jeda waktu. Inilah yang
teijadi. Maka bagaimana mungkin ada anggapan bahwa setelah Bilal adzan
mereka bangkit untuk mend irikan shalat sunat dua rakaat. Yang dem
ikian ini adalah orang¬orang yang sama sekali tidak mengerti As-Sunnah
dan bodoh.
Orang-orang yang mengatakan ada shalat sunat sebelum Jum’at, berhujjah
bahwa shalat Jum’at itu adalah shalat zhuhur yang dipendekkan, sehingga
semua yang berlaku untuk shalat zhuhur juga berlaku untuk shalat
Jum’at. Ini merupakan hujjah yang amat lemah dan sulit diterima. Shalat
Jum’at berdiri sendiri yang jauh berbeda dengan shalat zhuhur, bacaannya
auu n rakaatm a. khutbahm a dan s arat-svarat \ an barns dipenuhi.
Letak persamaanm, a hanya pada \‘.. akin saja. A lasan lain. shalat sunat
sebelum .lum at d askan kepada shalat sunat sebelum zhuhur. Tentu in i
merupakan Lii as yarw, aw,ur. Sebab permasalahanm a sudah jelas di
dalam Sunnah Rasulullab Shallallalm htihi ltcr,Srrllcrrrr. perkataan
clan perbuatan
beliau serta sunnah Khulala-nr-Rasp As-Sunnah sudah jelas. maka
tidak di perlukan laLzi giyas.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat ‘Id
RasulullahSholiallahlt.ilaihi ,C(//hun senantiasa shalat ‘Id di tern
pat shalat. vaitu di pintu 2erbantl Madinah bagian timer. dan beliau
tidak pernah shalat ‘Id di masj id. kecuali hanya sekali saja. itu pun
karena saat itu turun hujan. seba2aimana yamz disebutkan di dalam
ri\vayat Abu Gaud dan Ibnu Majah.’ Tapi tuntunan beliau adalah di
mushalla (tempat ‘ana di!lunakan untuk shalat).
Bel iau mengenakan pakaian yang paling indah saat keluar untuk shalat
‘Id. Bahkan bet iau mempunyai pakaian khusus yam!, ditlunakan ham a
untuk shalat .Turn at dan ‘Id. Terkadanu beliau menr!enakan dna mantel
bewarna hijan dan terkadang sat u mantel IN: warm merah. Tapi bukan
merah men vala seperti anggapan hanvak orang. Warna merah itu hanya
sekedarberupa uaris-oaris seperti model Lain Yaman. Disebut merah
karena ada Nvarna merah pada mantel itu.
Bel iau makan heherapa biji buah korma di rumalt sebelum berangkat ke
shalat -Id. Namun hal ini tidak dilakukan ketika hendak pergi ke shalat
‘Idol-Adhha. Bel lair makan sepulan2 dari shalat -Idul-Adhha. ya int
dari daunt u korhannva. I3el iau mandi sebelum berangkat shalat -Id,
dan bedalan menuju tempat shalat samhil membawa tombak kecil..lika
sudah tiba di tempat shalat. beliau menaneapkannya di depannya sehatas
pembatas tempat shalat. Sebab tempat shalat • Id itu mcrupakan lapangan
yang terbuka. tanpa ada dindiug maupun banamannva. Behan auak menunda
shalat itri dan menveuerakan shalat `Idol-Adhha. Ibnu timar Yang sanuat
besar anta¬siasm’a dalam merwikuti As-Sunnah. tidak keluar ke tempat
shalat kecuali setelab matahari terbit. dan mengucapkan takbir dari
rumah hina2a ke tempat shalat.
Rasultillab Shallallahu AlaihiwaSoihrinmendirikan shalat dua rakaat
terlebih dahulu sebelum khutbah. tanpa ada ucapan ash-shalam ‘ah. Yama
benar menurut As-Sunnah adalah tanpa ucapan itu. Behau dan para
shahabat tidak ada yang mengerjakan shalat sebelum maupun sesudah shalat
1)i dalam sanadnya ada isa bin Abdul-A.1a bin Abu Farwah. dia majhul.
-Id. Pada rakaat pertama be I iau bertakbirtujub kaki
setelah takbiratukibrant, diam sejenak di antara takbir-takbir 1w. dan
tidak ada riwa) at yang menve¬butkan adanva bacaan di antara
takbir-takbir itu. Flanya saja disebutkan dari Ibnu Mas-ud. bahw a dia
menuncapkan tasbih dan shalawat kepada Nabi Shallallahu Ilurhi wa
Sallrrtri. Sementara Ibnu Umar mengangkat kedua tanuan pada setiap
takbir. Setelah takbir itu beliau membaca A l-Fatihah. setclah itu
membaca surat Qafatau A l-Qamar. dan terkadang beliau membaca Al-A la
dan AI-Ghasviyah. Hanya inilah riwayat yanu shahih dari beliau tentanu
hacaan itu. Kemudian pada rakaat keduaiumlah takbirnya lima kali.
Seusai shalat beliau herbal ik dan herdiri menghadap ke arab manusia.
\Iereka duduk di shalTnya masinu-masinu. Lalu beliau menvampaikan v
asiat. pelajaran. perintab dan larangan. Tidak ada yang diuunakan.
Millibar di masjid Madinah juua tidak dikeluarkan. beliau herdiri di
atas ta¬nah. Yang pertama kali mcnueluarkan mimbar masj id Madinah
ialah Marwan bin A I-Hakam. tapi kemudian perbuatannva in i ditentanu
hanyak orang. Tapi boleti jadi beliau herdiri di tempat yanu agak
tinggi. yang disebut mishtha
h . Be] iau inewnIai khutbahnva dengan bacaan hamdalah dan tidak
disc-hutkan dalam sate hadits pun bahwa bel i au memulai khutbah ld
dengan takbir. Hanya saja Ibnn Majah menyebutkan di dalam Sunan-nva.
bahwa Sa’d A 1-Qaradh. sakah seoranu mu’adzin Nabi Shallallahu t’ce
Scrilain pernah mem perbanyak takbir di dalam khutbah ‘Id. Taruklah in
i benar. toh hal itu tidak menunjukkan balma is memulai khutbah ‘Id
dengan takbir. Yanu benar. beliau memulai se/I-Ina khutbah dengan
harndal
Nabi Shallallahu Sallam mew beri kan rukhshah kepada or-ang-orang yang
menghadini shalat -1d untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi tanpa
mendengarkann a. Jika “Id jatuh pada hari Jurn’ at. he I LILA mem beri
kan rukhshah untuk tidak ikut shalat Jum’at.
Re I Ian selalu menempuhjaI an \ :Ana herheda ketika berangkat dan
ketika puking dari tempat shalat – Id. Ada yang berpendapat. hal in i
dilakukan a gt.tr da pat bersalaman dengan orang-orang \•ang melewati
dna jalan in. Ada hula yang herpendapat. untuk mem berikan barakah
kepada mereka. Ada vane herpendapat. untuk mem berikan pertolongan
kepada orang vane membtinth¬kan di dna jalan itu. Ada vane berpendapat.
untuk menampakkan syrar Is-law di jalan-jalan. Yang benar. agar
perjalanan yang ditempuh Iehilt banvak. ()rang yang berja Ian ke masj
id titan ke tempat shalat. maka salah saw lanukah kakinva untuk men
in1112i kan derajainva. sedang langkah kaki yang lain untuk menuhapus
kesalahan-kesalahan.
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi ncr,Sallam. bahwa beliau
bertakbir dari shalat subuh hingga setelah ashar pada hari terakhir
dari hari¬hari tasyrig. dengan lalazh Allahu Akhar, Allahu Akbar, lcr
ilaha Wallah
wallahu akbar, Allahu Akbar tiro
Tuntunan Rasulullah tentaug Shalat Kusuf (Gerhana)
Ketika ada gerhana matahari, maka Nab i Shallallahu Alaihi Ira Sallam
buru-buru keluar dari rumah sambil menyeret kain selendangnya. Gerhana
mulai tampak pada pagi hari, kira-kira setinggi dua atau tiga tombak
dari per¬mukaan bumi. Beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama
beliau membaca A l-Fatihah dan surat yang panjang, rnenyaringkan
bacaan. lalu ruku’ dan memanjangkan ruku’nya, kemudian berdiri dari
ruku’ sambil mengucap S a 171 i ‘allahu Liman hamidahu rabbana wa
lakol-hamdu dan memanjangkan tempo berdirinya, sekalipun tidak selama
berdiri yang pertama, kemudian membaca, lalu mkt]. dan memanjangkan
ruku’nya, sekalipun tidak selama ruku’ yang pertama, kemudian berdiri
dari ruku, lalu sujud dan memanjang¬kan sujudnya. Rakaat kedua juga
sama dengan rakaat yang pertama. Jadi dalam dua rakaat itu beliau
melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud.
Dalam shalatnya itu beliau melihat surga dan neraka. Beliau melihat
bagaimana para penghuni neraka yang mendapatkan siksaan. Bel iau
melihat seorang wanita yang dicakari kucing dan dicabik-cabik, karena
dulunya sewaktu di dunia dia mengerangkeng kucing itu tanpa memberinya
makan hingga mati kelaparan. Beliau juga melihat Amr bin Malik yang
menyeret ususnya di neraka. Dia adalah orang yang pertama kali merubah
agama Ibrahim dan mendatangkan berhala ke Makkah.
Seusai shalat beliau membalikkan badan dan menyampaikan khutbah yang
amat mendalam. Beliau mernulai dengan memuji Allah dan membaca
syahadatain. Setelah itu beliau menyampaikan khutbah sebagai berikut:
“Wahai semua manusia, aku bersumpah kepada Allah di hadapan ka¬lian,
andaikan kalian melihat aku melakukan keterbatasan dalam menyam¬paikan
risalah Rabb-ku, namun kalian tidak berani menyampaikannya kepadaku.”
Ada beberapa orang yang berdiri dan berkata, “Kam i bersaksi bahwa
engkau telah menyampaikan risalah Rabb engkau, memberikan nasihat
kepada umat dan engkau telah melaksanakan apa yang diwajibkan kepada
engkau.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Sesungguhnya ada beberapa orang yang
beranggapan bahwa gerhana matahari dan gerhana rembulan serta tidak
tampaknya bintang-gemintang merupakan pertanda kematian para pemimpin
dunia. Mereka telah berkata dusta. Tapi yang demikian itu merupakan seba
Takbir awal hanva dua kali dan bukan ti 2a kali, sebagaimana yang
diriwayatkan I bnu Abi Syaibah dari Abul-Ahwash, dari Abu Ishaq dari
Abu l-Aswad. Begitu puladari Al-Husain bin ALL dari Za’idah, dari
Ashim, dari Ali bin Abu Thalib, dengan isnad yang shahih.
gian dad tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus diambi I
pelajaran oleh hamba-hamba-Nya, agar dapat melihat siapa yang telah
menerima taubat mereka. Demi Allah, aku telah melihat semenjak mulai
berdiri tadi apa yang akan terjadi dari urusan dunia dan akhirat
kalian. Demi Allah, hari kiamat tidak akan terjadi kecuali setelah
muncul tiga puluh pendusta. Yang terakhir di antara mereka adalah
Dajjal yang mata kirinya buta. Seakan-akan itu adalah mata Abu Yahya
yang saat itu menjadi tetua dari kalangan Anshar. Di antara dirinya dan
biliknya ada Aisyah. Setiap kali dia keluar, maka dia mengaku sebagai
Allah. Siapa yang percaya kepadanya, membenarkan dan mengikutinya, maka
amal shalihnya yang telah lampau tidak berguna sama sekali. Siapa yang
rnengin2kari dan mendustakannya, maka dia tidak akan disiksa karena
keburukan amalnya yang telah lampau. Dia akan menguasai seluruh dunia
kecuali tanah suci dan Baitul-Macidis. Dia akan mengepung orang-orang
Mukmin di Baitul-Macidis dan menimbulkan kegemparan yang hebat.
Kemudian Allah membinasakannya beserta pasukannya. Sampai-sampai
fondasi dinding atau pangkal pohon pun akan berkata, ‘Hai orang Mukmin,
hai orang Muslim, ini ada orang Yahudi’. Atau is berkata, ‘Ini ada
orang kafir. Maka kemarilah dan bunuhlah dia’. Yang demikian itu tidak
akan terjadi sehingga kalian melihat berbagai perkara yang keadaannya
muncak pada diri kalian. Di antara kalian sal ing bertanya-tanya,
adakah nabi kalian menyebutkan yang demikian ini? Kemudian
gunung-gunung lepas dari tempatnya, dan setelah itu adalah kebinasaan.-
Bel iau memerintahkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah, shalat,
berdoa, memohon ampunan, bershadagah dan amal-amal shalih lainnya.
Tuntunan Rasulullah tentang Istisqa’ (Doa atau Shalat Meminta Hujan
Diriwayatkan dari Nabi Shallallohu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau meminta hujan dengan beberapa versi:
1. Pada had Jum’at ketika sedang berada di atas mimbar untuk
menyampai¬kan khutbah, dengan lafazh, Allahuma aghitsna allahuma
aghitsna, allahwna asqina allahuma asqina”(Ya Allah, turunkanlah hujan
kepada kami).
2. Beliau membuat janji pada hari tertentu dengan orang-orang, agar
mereka pergi ke tempat shalat di tanah lapang. Ketika rnatahari sudah
terbit, beliau keluar rumah dengan sikap tawadhu’, merunduk dan
khusyu’. Setiba di tempat shalat beliau naik ke atas mimbar, memuji
Allah, bertakbir dan menyampaikan khutbah sebagai berikut,
“Segala puji ba2i Allah Rabb semesta alam. Yang.Maha Penyayang lagi
Maha Pemurah, Yam., Merajai hari kiamat, yang tiada Ilah selain Allah,
yang mengerjakan apa pun yang dikehendaki-Nya. Ya Allah,
Engkau Allah yang tiada llah selain Engkau. Engkaulah Yang Mahakaya
sedang¬kan kami faqir. Turunkanlahhujan kepada kami dan jadikanlah apa
yang Engkau turunkan itu sebagai kekuatan bagi kami hingga waktu
tertentu.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangannya dengan penuh
kekhu¬syukan dalam berdoa. Beliau menengadahkan tangan tinggi-tinggi
hingga ter] ihat kul it ketiak beliau yang putih. Kemudian beliau
membelakangi orang-orang dan menghadap ke arah kiblat, mengalihkan kain
sorbannya sambil tetap menghadap ke arah kiblat, yang di bagian kanan
ke bagian kiri dan sebal ikny a. Sorban beliau itu bew arna hitam dan
bentukny a segi empat. Reliau berdoa sambil menghadap ke arah kiblat,
begitu Pula semua orang. Setelah itu beliau turun dari mimbar dan
shalat dua rakaat seperti shalat ‘Id, tanpa adzan dan tanpa lafazh apa
pun. Beliau membaca Al¬Fatihah dan surat Al-A’ la pada rakaat pertama
dan surat Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
3. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berdoa memohon hujan di atas mimbar Madinah bukan pada hari Jum.at dan tanpa shalat.
4. Beliau berdoa memohon hujan sambil duduk di dalam masjid dan meng-angkat kedua tangan.
5. Beliau meminta hujan di luar pintu masjid yang kini disebut Babus-Salam.
6. Beliau memohon hujan di sebagian peperangan ketika orang-orang
rnusy¬rik lebih dahulu menguasai mata air. Saat itu orang-orang Muslim
kehaus¬an, lalu mereka mengadu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam. Di antara orang-orang munafik ada yang berkata, “Kalau memang
dia seorang nabi, tentu dia akan meminta hujan bagi kaumnya sebagaimana
Musa yang meminta hujan untuk kaumnya.” Ketika hal ini disampaikan
kepada beliau, maka beliau bertanya, “Benarkan mereka berkata seperti
itu? Bolch jadi Allah akan menurunkan hujan bagi kalian.” Lalu beliau
menengadahkan tangan untuk berdoa. Beliau tidak menarik tangannya
hingga di atas mereka ada mendung, lalu hujan pun turun.
Di antara doa yang beliau baca ketika memohon hujan adalah,
“Ya Allah, turunkanlah hujan bagi hamba dan hewan piaran-Mu,
sebarkanlah rahmat-Mu dan hidupkanlah negeri-Mu yang coati. –
(Diriwayatkan Abu Daud dan Malik).
, 0 0 0
Cx.) k:14.1.4 ;14
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang memberi pertolongan, yang
menyehatkan dan menyuburkan, bermanfaat dan tidak
bermudharat, segera dan tidak ditunda-tunda.” (Diriwayatkan Abu Daud
dan Al-Hakim).
Jika melihat hujan turun, maka beliau bersabda, “Ya Allah, baik dan bermanfaat.”
Beliau membentangkan kainnya hingga terkena air hujan. Ketika ada yang
menanyakan perbuatan beliau itu, maka beliau menjawab, “Karena hujan
itu merupakan berita perjanjian dengan Rabb-nya.”
Asy-Syan’y berkata, “Ada orang yang tidak kusangsikan yang menga¬barkan
kepadaku, dari Yazid bin Al-Had, bahl,va jika RasulullahShalkillahu
Alaihi wa Sallom meminta air yang mengalir karena hujan, maka beiiau
bersabda, “Keluarlah kalian hersama kami ke tempat yang dijadikan Allah
sebagai air yang suci, agar kami bersuci dengannya dan kami pun memuji
Allah.”
Jika beliau melihat mendung dan angin, maka yang demikian itu dapat
dilihat dari wajah beliau. Lalu beliau membalikkan badan. Jika hujan
sudah turun, maka beliau tampak berseri dan gembira. Namun beliau
khawatir an¬daikan hujan itu menjadi adzab.
Tuntunan Rasulullah dalam Bepergian dan Ibadahnya
Perjalanan jauh yang di lakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi WC/
Sal-lam berkisar pada empat masalah: Bepergian untuk hijrah, bepergian
untuk jihad, bepergian untuk umrah dan bepergian untuk haji. Yang
paling seri lig dilakukan ialah bepergian untuk jihad.
Sebelum berangk at, heliau mengundi di antara istri-istrinva. Siapa
yang undiannya keluar. maka dialah yang berhak menyertai beliau. Tap i
ke¬tika haji. beliau mengajak mereka semuanya.
Bel i au biasa memulai perjalanan pada pagi hari dan menganjurkan
permulaan perjalanan pada hari Kamis. sebagaimana yang diriwayatkan
Al¬Bukhary, dan tak lupa berdoa kepada Allah agar meinberikan barakah
kepada umatnva pada pagi hari Kamis itu. Jika beiiau mengirim pasukan
perang, beliau juga memberangkatkannya pada pagi hari, Jika mereka
terdiri dari tiga orang atau lebih, beliau memerintahkan untuk
rnengangkat salah seoran2 di antara mereka sebagai pemimpin rombongan.
Beliau melarang seseorang melakukan perjalanan send i rian. seraya
mengabarkan bahwa satu orang itu adalah syetan, dan dua orang itu dua
syetan, sedangkan tiga orang adalah sebuah rombongan.”
Artinya. dua orang yang melakukan perjalanan mullah clipenaruhi syetan.
Saiah seoranL., intara keduanya dibisiki untukiiclak sercriclapat
dengan lainnya. -FerIchih lagi satu orang akan lebih mullah dihisiki
syetan.
Jika hewan tunggangan didekatkan agar heliau menaikinya,
maka beliau mengucapkan bismillah, tepatnya ketika kaki beliau
meletakkan kaki di pijakan pelana. Jika sudah mantap berada di atas
punggung hewan tung¬gangan, beliau mengucapkan,
“Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan ini bugi kami, pada¬hal
sebelumnya kami tidak bisa menguasainya, dun sesungguhnya kami akan
kembali kepada Rabb kami.
Kemudian heliau mengucapkan hamdalah tiga kali, kemudian meng-ucapkan takhir tiga kali, kemudian mengucapkan,
“Yet Allah, sesungguhnya uku menganiaya diriku sendiri, maka am-punilah
bagiku„sesunggiehnya tidak ada yang me ngampuni claw me lainkan Engkau.
Behau juga pernah mengucapkan doa sehagai berikut.
‘`Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ke bajikan dun takwa dalam
perjalanan kami ini, dan amal yang Engkau ridhai. Ya Allah,
mudah¬kanluh perjalanan kami ini, dekatkanlah hagi kami yang jauh. Ya
Engkau rekan datum perjalanan dan pengganti cli tengah ke¬luarga. Ya
Allah, sesungguhnya ak 14 berlindung kepada-Mu dart kesukaran
perjalanan, tempat kembali yang meniedihkan Ion pcman¬dangan yang buruk
pada keluarga dan harta.
Jika sudah kembali, maka beliau mengucapkan doa ini lain menam-bahinya,
-Kam/ dalam keadaan patch, bertaubat, memuji Rabb kami dan me¬inuji-Nya.
Jika beliau meniti jalan yang mendaki bersama para shahabat, maka
beliau bertakbir, dan jika melewati jalan menurun, maka beliau
bertasbih. Jika melihat sebuah perkampungan dan heliau hendak
memasukinya, maka heliau mengucapkan,
Co” a o”.Sl fi
Y4 •
!..”‘ r.
- - t`
J.”
°loia”
Zts
Be I iau mengqashar shalat yang empat rakaat, meny ingkatnya menjadi
dua rakaat semenjak memulai perjalanan hingga kembali lagi ke Madinah.
Sama sekali tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau mengerjakan empat
rakaat secara sempurna dalam perjalanannya. Adaptin tentana perkataan
A isyah, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah
mengqashar shalat dalam perjalanan dan menyempurnakannya, berpuasa dan
terkadang juga tidak berpuasa”, adalah hadits dha’ Saya pernah
mendengar Ibnu Taimiyah berkata, “Ini merupakan kedustaan atas Nabi
Shallallahu Alaihi wa Saila/ n,”
Aisyah pernah menyempurnakan shalat dalam perjalanan sepeninggal Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ibnu Abbas dan lainnya berkata, “Dia
menakwili seperti yang dilakukan Utsman. Sementara Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam senantiasa mengqashar.”
Sebagian rawi ada yang merangkai dua hadits ini rnenjadi satu hadits,
ialu menyebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallarn
mengqa-shar dan menyempurnakan.” Padahal yang disebutkan menyempurnakan
di sini bukan beliau, tapi Aisyah.
Ada yang menakwili qashar ini dengan mengatakan, “Qashar ini dilakukan
karena muncul rasa takut dalam perjalanan. Jika ketakutan itu tidak
ada, maka penyehab qashar juga tidak ada, yang berarti shalat harus d
iker¬jakan secara sempurna.” Takwil ini jelas tidak bisa dibenarkan.
Sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan bepergian dalam
keadaan aman, tapi toh beliau tetap mengqasharnya. Karena itu Umar bin
A I-Khaththab berkata, “Shalat bepergian dua rakaat, Juin’ at dua
rakaat dan ‘Id dua rakaat. Itu adalah sempurna dan bukan qashar seperti
yang disampaikan Nabi Shal-lallahu Alaihi wa Saliam. Maka tertipulah
orang yang mengada-ada.”
Tidak ada satu riwayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn, bahwa
beliau melakukan sunat sebelum maupun sesudah shalat fardhu, selain
dari shalat witir dan sunat fajar. Beliau tidak pernah meninggalkan dua
shalat ini ketika menetap mauptin ketika bepergian. Ada riwayat dari
Al-Barra’ bin Azib yang menyebutkan bahwa beliau shalat dua rakaat
sebelum matahari tergelincir pada tengah hari. Ini adalah hadits gharib.
Di antara tuntunan beliau, bahwa jika perjalanan dimulai sebelum
matahari tergelincir, maka beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga
waktu shalat ashar. Jika matahari sudah tergelincir sebelum berangkat,
maka beliau shalatzhuhurterfebih dahulu. Jika perjalanan harus
diternpuh secara terburu¬buru, maka beliau mengakhirkan shalat maghrib
hingga waktu isya’. Diriwayatkan dari beliau sewaktu perang Tabuk,
bahwa selagi matahari sudah tergelincir sebelum berangkat, maka beliau
menyatukan antara zhuhur dan ashar. Jika matahari belum tergelincir
ketika berangkat, maka beliau mengakhirkan zhuhur di waktu ashar, lalu
mengerjakan kedua-duanya. Begitu pula yang berkaitan dengan maghrib
isya’. Tapi hadits ini diperten¬tangkan, ada yang menshahihkannya dan
ada pula yang menghasankannya
Disebutkan Al-I laitsainy di dalam Alajma’uz-Zin a ‘id, 2/157. yam mcnurutnya adalah had its dha’ if.
serta ada pula yang melemahkartnya. Yang pasti ada riwayat
bahwa beliau menjama’ zhuhur dengan ashar di Arafah karena untuk
kemaslahatan wuquf, agar beliau bisa terus-menerus berdoa tanpa
diselingi shalat ashar, sekalipun sebenarnya shalat ashar itu bisa
dilakukan pada waktunya tanpa kesulitan. Jadi, jama’ bisa dilakukan
karena kesulitan atau karena ada keperluan.
Bukan termasuk tuntunan Nabi ShallallahuAlcrihi wa Sallam melaku-kan
shalat jama’ di kendaraan seperti yang banyak dilakukan manusia atau
menjarna’ (taqdim) ketika singgah atau ketika turun dari kendaraan. Bel
iau menjama’ ketika harus melakukan perjalanan secara sungguh-sungguh
dan ketika melakukan perjalanan sebelum masuk waktu shalat. Tidak ada
riwayat tentang jama’ taqd im dari beliau kecuali di Arafah.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menetapkan batasan tertentu
dari jarak tempuh perjalanan untuk bisa mengqashar dan tidak berpuasa.
Hal ini berlaku untuk semua jenis perjalanan di muka bumi, sebagairnana
beliau membebaskan untuk bertayarnmum dalam perjalanan. Tentang adanya
riwa¬yat yang membatasi tempo perjalanan itu minimal saw, dua atau tiga
hari, maka sama sekali bukan merupakan riwayat yang shahih dari beliau.
Tuntunan Rasulullah Saat Membaca AI-Qur’an atau Mendengar-kannya
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mempunyai hizib*) dari Al-Qur’an yang
tidak pernah ditinggalkannya. Bacaan beliau berupa tartil,
hurufperhu¬rufdan berhenti pada setiap ayat, berlindung kepada Allah
dari syetan setiap hendak memulai bacaan dan memanjangkan bacaan yang
rnemang dibaca panjang. Beliau juga senang mendengar bacaan Al-Qur’an
dari orang lain. Karena itu beliau menyuruh lbnu Mas’ud untuk
membacanya, lalu beliau mendengarkannya. Karena khusvu’nya dalam
mendengarkan bacaan, hingga air mata beliau keluar. Tidak ada yang
menghalangi beliau untuk membaca Al-Qur’an selain dari junub. Terkadang
beliau melakukan bacaannya. Ab¬dullah bin Mughaffal meriwayatkan bahwa
beliau pernah membaca seperti 52agap..lika semua ini dikompromikan
dengan perintah beliau agar melagu¬kan atau membaguskan suara saat
membaca Al-Qur’an, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa bacaan beliau
yang seperti gagap itu memang disengaja dan bukan karena terpaksa
karena beliau sedang naik onta dan ontanya ber-gerak-gerak.
artinya hagian dari Al-Qu Can anedibaca. Rasulullah Shallallaini
Alaihi m aSallam di setiapmalarn. dan bukan seperti istilah yang dibuat
orang yane jumlabnya adaenarn puluh bagian. Maksudnya adalah hagian
ciari AI-Qur’an yang meftjadi akhir bacaan beliau. yane dengan
bagian-bagian ini beliau mengkhatamkan semua AI-Qur.an dalarn beberapa
malam.
Ada sebagian orang yang terlalu cenderung untuk melagukan
bacaan Al-Qur’an dan sebagian lain ada yang tidak tertarik sama sekali
dan bahkan melarangnya. Masing-masing menyodorkan alasan yang
menguatkan penda-patnya. Jalan keluar dari masalah ini dapat dikatakan
sebagai berikut, bahwa melagukan bacaan itu ada dua sisi:
1. Dilakukan apa adanya tanpa memaksakan diri, tanpa mempelajari dan
me-latihnya sedemikian rupa. Bacaan dilagukan menurut pembawaan
dirinya. Yang demikian ini diperbolehkan, seperti yang dikatakan Abu
Musa Al-Asy.ary kepada Nabi Shallallahu Alaihi waSallam, -Sekirany a
aku me-ngetahui engkau mendengarkan, tentu aku akan mem baguskannya
sedemikian
2. Lagu itu di buat-buat, dipaksakan, untuk menggugah rasa sedih dan
kesc-nangan jiwa, bukan karena pembawaan, yang tidak bisa diperoleh
kecuali dengan mempelajari, melatih atau memaksakan diri untuk itu,
dengan nada rendah dan tinggi, dengan ukuran-ukuran tertentu, maka
inilah yang dimakruhkan orang-orang salaf, dicela dan diingkari.
Tuntunan Rasulullah ketika Membesuk Orang Sakit
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallain senantiasa membesuk di antara
shahabat yang sakit. Suatu hari beliau membesuk seorang pemuda dari
Ahli Kitab yang pernah menjadi pembantu beliau. Pada saat yang sama
pa-man pemuda itu, seorang musyrik juga membesuknya. Beliau menawarkan
agar keduanya masuk Islam. Maka pemuda itu memenuhi tawaran beliau dan
pamannya menolak.
Biasanya beliau mendekati orang yang sakit, duduk di samping kepala¬nya
dan menanyakan keadaannya, “Apa yang engkau rasakan?” Beliau juga
pernah menanyakan apa yang di i nginkan orang sakit yang sedang beliau
be¬suk, “Apakah engkau menginginkan sesuatuT’ Jika memang dia
menghen¬daki sesuatu dan tidak mudharat, maka beliau memerintahkan
orang lain untuk me laden inya. Beliau mengusapkan tangan kanan ke
badan orang yang sakit seraya mengucapkan doa,
Ul , U
‘
“Ya Allah, Rabb manusia, singkirkanlah siksaan dan berilah kesem¬buhan,
karena Engkaulah Maha Pemberi kesembuhan, yang tiada kesembuhan selain
kesembuhan dari-Mu, suatu kesembuhan yang tidak disertai penderitaan.
Beliau biasa membacakan doa tiga kali bagi orang yang sakit, seperti
yang beliau lakukan terhadap Sa’d dengan bersabda, “Ya Allah, berikanlah
kesembuhan kepada Ya Allah, berikanlah kesembuhan kepada Sa’d.
Ya Allah. berikanlah kesembuhan kepada Sa.d.”
Saat memasuki tempat tinggal orang yang sakit. beliau mengucapkan.
UlS
“Tidak apa-apa, suci insva Allah. “
Beliau pernah rne-ruqyah orang yang mendapat luka atau mengeluh¬kan
rasa sakit. Beliau meletakkan jari telunjuk ke tanah, kemudian
mengang¬katnya seraya bersabda,
a _
‘24 ,•4 L5 2 L..; “”! L”,27J1 4-1JJ
“Dengan asma Allah, ini adalah tanah bum i kami. dengan Judah seba
gian di antara kami, menyembuhkan orang yang sakit di antara kami,
dengan seizin Rabb kami. ” (Diriwayatkan ukhary dan Muslim).
Hadits in i menggugurkan lafazh yang disebutkan dalam hadits tentang
tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, yang di antara
sifat mereka ialah tidak me-ruqyah dan tidak meminta agar dirinya
di-ruqyah, sebagaimana yang disebutkan di dalam Ash-Shahihain. Lafazh
dalam hadits ini, “Tidak me-ruqyah”, merupakan kesalahan dari rawi.
Tbnu Taimiyah bet.- kata, “Yang benar ialah dengan lafazh, “Mereka
tidak meminta di-rugyah. ” Yang demikian itu karena kesempurnaan tauhid
mereka. Karena itu mereka tidak meminta agar orang lain me-ruqyah
dirinya, dan karena mereka hanya bertawakal kepada Allah.
Bukan termasuk tuntunan Nabi Shallallahu Alai hi wa Sallam yang
mengkhususkan hari tertentu untuk membesuk orang sakit atau pun waktu
tertentu. Yang beliau syariatkan kepada umatnya ialah membesuk orang
sakit kapan pun waktunya, siang maupun malam. Diriwayatkan dari beliau,
1:4 C4
t ‘411 L-.11t$ °I 1′ fi
a fi
7-
“Tidaklah seorang Muslim mengunjungi orang Muslim lainnya, melainkan
Allah mengutus tujuh puluh ribu malaikat yang bershala¬wat atas
dirinya, kapan pun waktunya dari siang hari hingga sore hari, kapan pun
waktunya dami malam hari hingga pagi hari.” (Diriwayat¬kan Ahmad,
At-Tirmidzy, Abu Daud dan Al-Hakim).
Jika beliau merasa tidak memiliki harapan atas kesembuhan
orang sakit ang dibesuknya, maka beliau mengucapkan, “Inna lillahi wa
inna ilahi ra-•un.
Tuntunan Rasulullah tentang Jenazah
Tuntunan dan petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallain ten-tang
jenazah merupakan tuntunan yang paling sempurna, berbeda jauh Jengan
tuntunan umat mana pun, karena di sana terkandung perlakuan yang embut
terhadap mayat. Dalam hal in i beliau memberikan sesuatu yang
ber¬rnanfaat baginya di dalam kubur dan akhiratnya, memberikan kebaikan
bagi kerabat dan keluarga yang ditinggalkannya, sekaligus menegakkan
ubudiyah kepada Allah semata bagi orang yang masih hidup dalam keadaan
yang pa¬ling sempurna. mempersiapkan mayit dalam keadaan yang paling
bagus untuk menghadap Allah, menempatkan para shahabat dalam
shaf-shafsambil memuji Allah, memohonkan ampunan dan rahmat kepada-Nya
bagi mayit, berjalan mengiringinya hingga tiba di kuburan. Kemudian
beliau dan para shahabat berdiri di samping kubur, memohonkan keteguhan
baginya, berjanj i untuk mengunjunginya dan menyampaikan salam
sejahtera dan rnendoa¬kannya.
Sebelum itu beliau mengunjunginya ketika masih sakit, mengingat¬kannya
tentang akh irat, menyuruhnya berwasiat dan bertaubat, memerintah¬kan
orang yang hadir untuk menuntunnya membacakan syahadat, agar ucapan itu
lab yang terakhir kali dia katakan. Beliau juga melarang kebiasaan yang
dilakukan umat-umat yang tidak percaya kepada hari berbangkit, seperti
menempelengi pipi ketika sedang berduka, menyobek-nyobek pakaian,
men¬cukur ram but, meratap dan menangis dengan suara kerns. Beliau
meme¬rintahkan untuk khusyu’ kepada mayit, boleh menangis tanpa
mengeluarkan suara dan menyatakan kescd ihan hati, seperti yang beliau
lakukan, yang saat itu beliau bersabda, -Nlata boleh meneteskan air
mata dan hati boleh bersedih, tapi kami tidak mengatakan kecuali yang
mem buat Rabb ridha.”
Beliau mensunnahkan ucapan inna lillahi wa hula ilaihi raji ‘un dan
ridha terhadap Allah. Yang dem ikian ini bukan berarti menafikan
kesedihan hati dan tetesan air mata. Beliau adalah orang yang paling
ridha terhadap qa-dha’ Allah dan paling banyak memuji-Nya. Tab meskipun
begitu beliau tetap meneteskan air mata ketika putra beliau, Ibrahim
meninggal dunia, sebagai wujud rasa kasih sayang terhadap anak. Tapi
hati beliau di penult i keridhaan terhadap Allah.
Di antara tuntunan Rasulullab Shallallahu Alaihi waSallam ialah sege¬ra
menangani mayit. mensucikan, memandikan, membersihkan, memberinya
Di dalam isnadnya ada Qais bin Ar-Rabl Al-Asady yang disangsikan.
wewangian, mengafaninya dengan kain putih. diletakkan di
tempat tertcntu dan menshalatinya, kemudian mengiringkannya ke kuburan.
Ketika para sha¬habat melihat bahwa penanganan mayit ini merepotkan
beliau, maka mereka¬lab yang menanganinya hingga beres, lalu membawanya
kepada beliau, lalu beliau menshalatinya di luar masj id. Tapi
terkadang beliau menshalatinya di dalam masj id, seperti yang beliau
lakukan terhadap Suhail bin Dhiya’ dan saudaranya. Tapi menshalati
mayit di masj id ini bukan merupakan kebiasaan beliau.
Tuntunan beliau yang lain ialah rnenelungkupi wajah mayit jika sudah
meninggal dunia. mernejamkan matanya, menutup seluruh badannya, dan
terkadang beliau memeluk badan may it seperti yang dilakukan terhadap
Utsman bin Mazh’ un. Beliau memerintahkan untuk memandikan mayit dengan
tiga atau lima kali guyuran atau pun lebih dan memerintahkan untuk
mencampurkan bubuk kapur pada guyuran yang terakhir. Sementara para
syuhada’ yang gugur di medan peperangan tidak dimandikan. Al-Imam
Ah¬mad menyebutkan, bahwa beliau melarangnya. Tapi senjata yang
menancap di badannya, kalau ada, bisa dicabut, lalu mereka dikubur
dengan pakaian yang dikenakannya serta tidak dishalati. Jika orang yang
sedang ihram meninggal dunia, maka dia dikafani dengan kain ihramnya,
tidak boleh diberi wewangian dan kepalanya tidak ditutupi.
Jika mayit yang dibawa ke hadapan beliau untuk dishalati, maka beliau
bertanya, “Dia mempunyai hutang apa tidakT’ Jika tidak mempunyai
hutang, maka beliau mau menshalatinya. Jika masih mempunyai hutang,
maka beliau tidak mau menshalatinya. Tapi beliau memperkenankan para
shahabat untuk menshalatinya. Sebab shalat beliau merupakan syafaat,
dan syafaat beliau itu bersi fat pasti. Sementara seseorang tergadaikan
dengan hutangnya. Dia tidak akan masuk surga sehingga hutangnya itu
dilunasi. Setelah fathu Mak¬kah, beliau mau menshalati orang yang punya
hutang, dengan menanggung hutang mayit dan menyerahkan hartanya kepada
ahli warisnya.
Dalam menshalati mayit beliau mengucapkan takbirdan memuji Allah.
Sementara lbnu Abbas pernah menshalati jenazah dan dia membaca
Al¬Fatihah secara nyaring setelah takbir yang pertama. Namun dalam hal
ini dia berkata, “Agar kalian tahu bahwa itu merupakan Sunnah.” Memang
ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau memerintahkan membaca A
l-Fatihah bagi jenazah. Tapi isnadnya lemah. Syaikh kami berkata,
“Bataan A I-Fatihah dalam shalat jenazah tidak wajib, tapi merupakan
sunat.”
Yahya bin Sa’ id Al-Anshay meriwayatkan dari Sa’ id Al-Muqbiry dari
Abu Hurairah, bahwa dia pernah bertanya kepada Ubadah bin Ash-Shamit
tenting shalat jenazah. Maka dia menjawab, “Demi Allah aku akan
memberitahukannya kepadamu. Engkau harus memulainya dengan takbir.
kemudian shalawat atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian
engkau mengucapkan,
“Ya Allah, sesungguhnya hamba-Mu Fulan tidak
menyekutukan-Mu, dan Engkau lebih mengetahui tentang dirinya. Jika dia
orang yang berbuat kebaikan, maka tambahilah kebaikannya, dan Jika dia
orang yang berbuat keburukan, maka ampunilah dia. Ya Allah, janganlah
Engkau halangi pahalanya dari kami dan janganlah Engkau sesatkan
kami sepeninggalnya.”
Maksud shalat jenazah ini adalah mendoakannya. Karena itu tidak
diriwayatkan adanya bacaan Al-Fatihah (secara nyaring) dari beliau dan
tidak pula shalawat kepada beliau. Di antara doa yang beliau baca dalam
shalat jenazah ialah,
0 0
U/ CAC 06-Pj Lle 4d; j ej j ;1431:1
a4t.1 CLAD 0i1) ,41J,..7_,L15ILD..;.
Llr: J1 fall &,1 041 J .1C j Ly9
“Ya Allah, ampunilah baginya, berilah is rahmat, afiat dan ampunan,
muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah tempat masuknya, cucilah is
de n gan air, salju dan embun, bersihkanlah is dari kesolahan¬kesalahan
sebagaimana kain putih yang dibersihkan dari kotoran, herikanlah ganti
baginya tempat yang lebih baik daripada tempatnya, keluarga yang lebih
baik dari keluarganya, istri (suami) yang lebih baik dari istri
(suami)nya, masukkanlah la ke surga, lindungilah is dari siksa kubur
dan siksa neraka. (Diriwayatkan Muslim).
L;;;
“Ya Allah, ampunilah bagi orang yang masih hidup dan yang sudah men
inggal di antara kami, yang muda dan yang tua, yang laki-laki dan
wanita, yanghadirdanyangtidakhadirdiantarakami. Ya Allah, siapa yang
Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah is pada Is¬lam, don
siapa yang engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkan¬lah int pada
iman. Ya Allah, janganlah Engkau halangi pahalanya dari kami dan
janganlah Engkau coha kami sepeninggalnya. (Diriwayat¬kan At-Tirmidzy,
An-Nasa’y, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
“Ya Allah, sesungguhnya Pular? bin Fulan adadalam tanggungan-Mu
dan ikatan lindungan-Mu, maka lindungilah is dari cobaan
kubur dan siksa neraka. Engkau adalah Dzat yang memenuhijanji dan hak.
Maka ampunilah baginya dan rahmatilah ia, sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah dan
Ahmad).
“Ya Allah, Engkau adalah Rabbnya, Engkau yang menciptakannya, Engkau yang memberinya rezki, Engkau yang menunjukinya kepada
Engkau yang inencabut ruhnya, Engkau mengetahui rahasia dan
penampakannya, kami datang untuk me mintakan syafaat, maka ampunilah
ia. (Diriwayatkan Abu Daud).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar yang mendoakannya ikhlas.
Beliau bertakbir empat kali, namun ada pula riwayat shahih yang
me-nyebutkan lima kal i. Sementara di antara shahabat ada yang takbir
empat kali, lima kali dan enam kali. Zaid bin Arqam takbir lima kali
dan dia rnenyebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga
pernah melakukannya, seba-gaimana riwayat Muslim. AE bin Abu Than b
bertakbir enam kali ketika menshalati jenazah Sahl bin Hunaif,
sebagaimana yang diriwayatkan Al¬Baihaqy dengan isnad yang shahih.
Rekan-rekan Mu’adz bertakbir lima kali. Alqamah berkata, “Aku berkata
kepada Abdullah, “Ada beberapa orang dari rekan-rekan Mu’adz datang
dari Syam, yang takbir lima kali ketika mensha¬lati jenazah.” Maka
Abdullah menjawab, “Tidak ada batasan tertentu untuk bertakbir terhadap
mayit. Ikutilah takbir imam. Jika dia menyudahi, sudahi pula shalatmu.”
Al-Imam Ahmad pernah ditanya tentang salam shalat jenazah, “Apa¬kah
engkau tabu dari salah seorang shahabat yang mengucapkan salam dua kali
dalam shalat jenazah?” Dia pun menjawab, “Tidak. kecuali dari enam
shahabat yang mereka itu pun hanya mengucapkan sekali salam ke arah
kanan dengan suara pelan. Di antara enam shahabat itu adalah Ibnu Umar,
Ibnu Abbas dan Abu Hurairah.
Tentang mengangkat kedua tangan, maka A sy-Syafi ‘y berkata, “Ke¬dua
tangan di angkat karena berdasarkan atsar dan qiyas terhadap As-Sunnah
dalam shalat. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengangkat kedua
tangan dalam setiap takbir dalam shalat selagi dalam posisi berdiri.”
Yang dia maksudkan dengan atsar di sini ialah yang diriwayatkan dari
Ibnu Umar dan Anas, bahwa keduanya mengangkat kedua tangan setiap kali
bertakbir dalam shalat jenazah. Sedangkan yang diriwayatkan dari Nabi
Shal-lallahu A larhi wa Saliet, ialah mengangkat tangan pada takbir
yang pertama, lalu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
Di antara tuntunan Nabi Shallallahu Al aihi wa Sallatn, bahwa jika be-I
iau ketin2galan menshalati jenazah, maka beliau shalat di atas
kuburannva.
Beliau pernah melakukannya setelah tertinggal sehari, tiga
hari dan sebulan. Jadi tidak ada batasan waktu dalam hal ini. Maka
Al-Imam Ahmad berkata, “Siapa yang ragu melakukan shalat di atas
kuburan?” Sedangkan Malik dan Abu Hanifah me larangnya, kecuali bagi
wali mayit.
Nabi Shallallahu Alaihi wa SaIlarn berdiri di dekat kepala mayit
laki-laki dan di dekat perut mayit wanita. Beliau juga menshalati
jenazah anak¬anak. Beliau bersabda, “Jenazah nak-anak juga dishalati.”
Namun beliau tidak menshalati jenazah orang yang bunuh diri dan
mengambil harta rampasan tidak menurut haknya. Ada perbedaan pendapat
tentang shalat terhadap orang yang mati karena dijatuhi hukuman mati
berdasarkan syariat, seperti pezina yang dirajam. Ada riwayat yang
shahih bahwa beliau menshalati jenazah AI-Juhainah yang dijatuhi
hukurnan rajam. Saat itu Umar bertanya, “Apakah engkau menshalati
jenazah wanita ini wahai Rasulullah, padahal dia telah berzina?”
Maka beliau menjawab, “Dia telah bertaubat dengan suatu taubat, yang
andaikan taubatnya dibagi di antara tujuh puluh orang dari penduduk
Madi-nah, maka akan mencukupi mereka semua. Apakah engkau pernah
mendapat-kan taubat yang lebih balk daripada orang yang datang
menyerahkan dirinya kepada Allah?”
Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn menshalati jenazah, maka beliau
mengiringnya hingga ke kuburan dengan berjalan kaki di depan jenazah.
Ini pula yang menjadi sunnah Al-Khulafa’ur-Rasyidun setelah beliau.
Orang-orang yang mengiringinya sambil berjalan agar dekat dengan
jenazah, di depan, belakang, samping kiri atau kanannya. Sedangkan yang
naik hendaknya berada di belakangnya. Beliau memerintahkan untuk
mempercepat jalannya. Sampai-sampai mereka berjalan setcngah berlari.
Mengiring jenazah dengan berjalan pelan-pelan seperti yang di lakukan
manusia pada zaman sekarang adalah bid’ah yang bertentangan dengan
As-Sunnah dan merupakan tindakan menyerupai orang-orang Yahudi. Beliau
berjalan kaki saat mengiring jenazah ke kuburan, seraya bersabda,
-Akutidak naik sementara para malaikat berjalan.” Boleh jadi saat
kembali beliau naik. Beliau tidak duduk sehingga mayit di letakkan di
atas tanah atau di Jiang lahatnya.
Bukan termasuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Hy/ Sallanr untuk
menshalati setiap may it ghaib. Cukup banyakorang Muslim yang meninggal
dunia secara ghaib. sementara beliau tidak melakukan shalat ghaib atas
mereka. Memang ada riwayat shahih bahwa beliau melaksanakan shalat
ghaib atas Najasyi. Pelaksanaan shalat jenazah ghaib merupakan Sunnah,
sebagaimana men inggalkann a juga Sunnah. Jika orang Muslim meninggal
dunia di suatu tempat dan tidak ada yang menshalatinya, maka beliau
menshalatinya secara ghaib. Najasyi meninggal di tengah orang-orang kafir. Karena itu beliau menshalatinya secara ghaib.
Ada riwayat yang shahih bahwa bet iau memerintahkan berdiri jika ada
mayit yang lewat. Tapi ada pula riwayat yang shahih bahwa beliau tetap
dalam keadaan duduk ketika ada mayat yang lewat. Jadi ada perbedaan
dalam hal ini. Yang pasti, dua-duanya boleh dilakukan.
Di antara tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, hendaknya mayit
tidak dikubur pada saat matahari terbit atau tenggelam atau tepat pada
tengah hari. Hendaknya hang kubur diperdalam dan diluaskan dari sejak
bagian kepala ke bagian kaki. Diriwayatkan dari beliau, bahwa ketika
meletakkan mayit di Jiang kubur, beliau mengucapkan,
• “”J
“Deegan asina Allah, dengan Allah dan di atas rnillah Rasulullah.” Dalam riwayat lain disebutkan,
Dengan asma Allah dan di jalan Allah serta di alas millah Ra-sulullah.
(Diriwayatkan At-Tirmidzy, Ahmad, Al-Baihaqy dan Ai-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa beliau ikut menaburkan tanah ke kuburan,
tepatnya ke bagian kepala mayit, sebanyak tiga kali. Jika penguburan
sudah selesai, maka beliau berdiri di atas kuburan bersama para
shahabat, memo-honkan keteguhan bagi may it dan memerintahkan agar
mereka juga memo-honkan hal yang sama. Beliau tidak duduk untuk
membacakan sesuatu di dekat kuburan dan tidak pula mentalqinkan sesuatu
seperti yang dikerjakan manusia pada zaman sekarang.
Bukan termasuk tuntunan beliau, men inggikan urugan kuburan apalagi
mend i rikan bangunan di atasnya, baik dengan batu atau pun batu bata.
Semua ini merupakan bid’ah yang dimakruhkan, bertentangan dengan
petunjuk beliau. Ali bin Abu Thalib pernah diutus ke Yaman dan
diperintahkan untuk menghancurkan sernua berhala dan sem ua kuhuran
yang melcbihi permukaan tanah harus diratakan. Beliau melarang
pendirian bangunan di atas kuburan dan juga menulisinya serta
mennagarinya. Kuburan para shahabat tidak ada yang menonjol ke atas.
Rasulullah Shallallahu Alaihi waSaihmi melarang menjadikan kubur¬an
sebagai m asj id dan menyalakan api di atasnya. Larangan ini termasuk
ke¬ras, sehingga beliau melaknat pelakunya. Bel iaujuga melarang
kuburannya menjadi tempat perayaan.
Jika beliau menziarahi kuburan para shahabat. beliau
melakukannya karena hendak mendoakan mereka, menyatakan rasa kasih
sayang kepada mereka dan memohonkan ampunan bagi mereka. Inilah ziarah
yang disun-nahkan bagi umatnya, disyariatkan dan diperintahkan kepada
mereka. Saat berziarah kubur itu beliau memerintahkan untuk mengucapkan.
,
-
,
:5,1 jj L,i
-Sulam sejahtera atas kalian wahai parapenghuni kubur dari orang¬orang
Mukmin dan Muslim. Sesungguhnya insya Allah kami akan bersua kalian.
Kann memohon afiat kepada Allah bagi kami dan bagi kalian.
(Diriwayatkan Muslim).
Tuntunan beliau saat berziarah kubur ialah berbuat dan mengatakan
seperti yang diucapkan dalam shalat jenazah, mendoakan dan mem intakan
ampunan baginya. Sementara orang-orang musyrik justru mem inta doa dari
mayit, bersumpah kepada Allah atas nama mayit, memohon pertolongan dan
bantuan. Hal ini bertentangan dengan petunjuk beliau, yang justru
menyata¬kan betas kasihan kepada mayit dan memohonkan ampunan serta
kebaikan baginya.
Tuntunan beliau ialah menghibur (ta’ziyah) keluarga mayit. Bukan
termasuk tuntunan beliau, mengumpulkan manusia, lalu dibacakan
Al-Qur’an. Semua ini merupakan bid’ah yang dibenci. Yang disunnahkan
ialah menciptakan suasana tenang, pasrah dan ridha terhadap qadha’
Allah. Tun-tunan beliau ialah tidak membebani keluarga mayit untuk
menghidangkan makanan. Tapi beliau justru menyuruh manusia agar
menyiapkan makanan lalu mengirimkannya kepada keluarga mayit. lni
merupakan akhlak yang !India dan dalam rangka meringankan beban
penderitaan keluarga yang ditinggalkan mayit.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Khauf
Allah memperbolchkan pemendekan rukun-rukun shalat dan Ian
gannya jika ada ketakutan dan ketika dalam perjalanan. Memendekkan
bilangan dilakukan saat bepergian tanpa disertai rasa takut. Sedangkan
memendekkan rukun jika ada rasa takut sekal ipun tidak sedang dalam perja
lanan. Dari sin i dapat diketahui hikmah pembatasan qashar yang disebutkan
di dalam ayat, saat bepergian di muka bum i dan ketika dalam keadaan takut.
Tuntunan tentang shalat khauf, j ika musuh ada di antara pasukan Mus
lim in dan arah kiblat, maka shaf dibuat dua. Mereka semua ikut takbiratul
ihram, ruku’ dan bangkit dari ruku’ semuanya, kemudian shafpertama sujud,
sedangkan shaf kedua tetap berdiri menghadapi musuh. Jika
shaf pertama bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua, maka shaf kedua
melakukan sujud. Setelah bangkit, shaf kedua maju ke depan, dan yang
tad inya shaf pertama mundur ke belakang, sehingga kedua shafmendapat
keutamaan shaf pertama. Rakaat kedua dilakukan dengan cara yang sama
dengan rakaat pertama. Jika shaf depan sudah duduk untuk tasyahhud,
maka shaf yang belakang melakukan sujud, lalu bergabung dalam
tasyahhud, lalu mereka scmua salam secara bersamaan. Jika musuh tidak
berada di arah kiblat, terka¬dang beliau membuat dua kelompok. Satu
kelompok bertugas menghadapi musuh dan satu kelompok lagi shalat
bersama beliau. Setelah mendapat satu rakaat. kelompok yang shalat
hersama beliau mengg-antikan posisi yang belum shalat, yang kemudian
shalat hersama beliau untuk melanjutkan rakaat kedua, kemudian beliau
salam. Setelah itu masinia-masing kelompok mcnambahi rakaat berikutnya
setelah imam salam. Atau terkadang beliau shalat satu rakaat dengan
salah satu kelompok, lalu beliau yang berpindah ke kelompok lain yang
juga melaksanakan satu rakaat, tapi beliau diam saja, lalu mereka salam
sebelum beliau ruku’. Kemudian datang kelompok lain yang melaksanakan
rakaat kedua bersama beliau. Jika beliau duduk untuk tasyahhud, maka
kelompok yang terakhir ini melaksanakan satu rakaat, dan beliau
menunggui mereka dalam posisi tasyahhud, lalu mereka salam bersa¬ma
beliau.
Terkadang beliau shalat bersama satu kelompok dua rakaat I alu shalat
bersama mereka. Atau terkadang beliau mendatangi kelompok lain dan
shalat bersama mereka dua rakaat lalu salam bersama mereka. Atau
terkadang beliau shalat bersama satu kelompok satu rakaat, lalu
kelompok ini pergi tanpa melanjutkan lagi, lalu datang kelompok lain,
dan beliau shalat bersama mereka satu rakaat, sehingga beliau
melaksanakan dua rakaat, sementara masing-masing kelompok hanya
melaksanakan satu rakaat saja. Semua cara ini boleh dilakukan dalam
shalat khauf.
Menurut Ahmad, ada enam atau tujuh cara yang diriwayatkan tentang
shalat khauf dan semuanya boleh dilakukan. Menurut zhahir hadits yang
ter-akhir, memang masing-masing kelompok hanya melaksanakan satu
rakaat. Ini merupakan pendapat Jabir, /bnu Abbas, Thawus, Mujahid,
Al-Hasan. Qatadah, AI-Hikam dan /shag.
Memang ada riwayat-riwayat lain tentang shalat khauf ini, tapi pada
prinsipnya semua kembali kepada cara-cara yang disebutkan di sini. Ada
yang menyebutkan sepuluh cara shalat khauf. Sementara Ibnu Hazm
menye¬butkan lima betas cara. Yang benar adalah seperti yang kami
sebutkan. Selagi mereka mel ihat ada perbedaan periwayatan dalam suatu
kisah, maka mereka menganggapnya sebagai satu cara yang ditetapkan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
http://kampungsunnah.wordpress.com