Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
ZADUL-MA’AD
BEKAL PERJALANAN
KE AKHIRAT
Penerjemah:
Kathur Suhardi


BUKU
PERTAMA

KEBAIKAN ADA DI TANGAN ALLAH
Pilihan Allah
[-Tanya Allah semata yang mempunyai hak mencipta dan menentukan pilihan, sebagaimana firman-Nya,
"Dan, Rabbmumenciptalcan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Bari apa yang mereka persekutukan." (Al-Qashash: 68). Sebagaimana Allah semata yang berhak mencipta, maka Dia pula yang
berhak memil ih, karena Dia lebih mengetahui tentang apa yang dipilih-Nya. "Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kera.yulan." (A1-An'am: 124).
"Dan, mereka berkata, `Me ngapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah saw dua negeri (Makkah danThaifi ini? ' Apakahmereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah ineninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat." (Az-Zukhruf: 31-32).
Allah rnengingkari pilihan mereka dan mengabarkan bahwa pilihan untuk menurunkan Al-Qur'an itu kembali kepada Dzat yang membagi¬bagikan kehidupan di antara mereka dan yang meninggikan derajat sebagian di atas sebagian yang lain.
F rrn an Allah, " Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan ", bahwa Allah membebaskan Diri-Nya dari ha 1-Fial yang mereka persekutukan, berupa usulan dan pilihan mereka. Syirik mereka tidak bisa menjamin untuk menetapkan khaliq selain Allah. Karena itu Allah membebaskan Diri-Nya dari syirik mereka.
Sebatzairnana Allah yang menciptakan mereka, maka Dia pula yang menentukan pilihan bagi mereka. Pilihan ini kembali kepada hikmah Allah dan pengetahuan-Nya tentang siapa yang layak mendapatkan pilihan itu,

bukan karena terpengaruh oleh usulan dan pilihan mereka. Pilihan yang bersi-fat umum ini merupakan bukti paling besar tentang Rububiyah Allah dan merupakan saksi paling besar tentang Wandaniyah-Nya, sifat kesempurnaan-Nya dan kebenaran Rasul-Nya. Di antara contohnya adalah pilihan Allah yang jatuh kepada para malaikat pilihan, sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallani,
"Ya Allah, Rabb Jibril, Mika 'il dan Israfil, yang meneiptakan langit dan buini, yang mengetahui yang gaib dan nyata, Engkau menetapkan keputusan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk tentang kebenaran yang diperseli¬sihkan di dalamnyadengan seizin Mu, sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
(Diriwayatkan Muslim).
Begitu pula pilihan Allah yang jatuh kepada para nabi dari anak keturunan Adam, pi lihan-Nya yang jatuh kepada para rasul di antara mereka, pilihan-Nya yang jatuh kepada Ulul-Azmi di antara mereka, yaitu lima rasul seperti yang disebutkan dalam surat A l-Alizab dan Asy-Syura. Begitu pi khan Allah yang jatuh kepada Al-Khalilani (dua kekasih), Ibrahim dan Muham¬mad. Kemudian Allah memilih anak keturunan Ismail dari Bani Adam, memilih Bani Kinanah dari Bani Adam, lalu memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, lalu memil Hi Muhammad dari Bani Hasyim sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia.
Dalam Al-Musnad disebutkan dari Mu'awiyah bin Haidah secara marfd, "Kama sekalian sama dengan tujuli puluh umat. Tapi kalian yang paling baik dan paling mulia bagi Allah di antara mereka."
Di dalam Mu.snad Al-Bazzar disebutkan clari hadits Abud-Darda' seca-ra marfu..-Sesunaeuhnya Allah befirman kepada I sa bin Mary am, 'AL, telah mengutus suatu umat sesudahmu, jika mereka mendapat apa yang mereka sukai. maka mereka memuji dan bersyukur, dan jika mereka ditimpa apa yang tidak mereka sukai, maka mereka memurnikan hati (karena Al lah) dan bersabar. Padahal sebelumnya mereka tidak memiliki kesabaran dan ilmu'. lsa berkata, 'Wahai Rabbi, bagaimana ini terjadi, padahal dahulunya mereka tidak memiliki kesabaran dan ilmu?' Allah menjawab, 'Aku memberikan kepada mereka dari kesabaran dan ilmu-Ku'."
Allah Mengkhususkan Diri-Nya dengan Kebaikan
Maksudnya. Allah rnemilih yaneterbaik untuk segala jenisialu meng-khususkannya bagi Diri-Nya. Allah adalah baik dan tidak menyukai kecuali yang baik-baik. tidak menerirna perkataan, amal dan shadaqah kecuali yang baik-balk. Dengan hegitu dapat diketahui tanda kebahagiaan dan penderitaan hamba. Karelia yang balk hanya cocok untuk yang balk pula, orang yang baik

hanya cocok untuk orang yang baik pula, yang hatinya tidak akan tenang kecuali dengan yang baik itu.
Allah mempunyai perkataan yang baik. dan tidak ada yang dapat naik kepada-Nya kecuali perkataan yang baik pula. Allah menghindardari perka¬taan yang keji, dusta, ghibah, adu domba. pernyataan palsu dan segala perka¬taan yang tidak baik. Allah juga tidak menerima kecuali amal-amal yang baik. Amal-amal yang baik ini pasti memiliki visi yang sama antara fitrah yang lurus dan syariat para nabi dan yang sejalan dengan akal yang sehat, seperti menyembah Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. mendahulukan keridhaan-Nya daripada hawa nafsunya, menyukai dan mengusahakannya, berbuat baik kepada sesama makhluk sesuai dengan kesanggupannya. berbuat bersama mereka seperti apa yang mereka sukai, disertai dengan akhlak yang baik, seperti murah hati, menjaga kehormatan diri, sabar, penga¬sih. memenuhi janji, juju, lapang dada, tawadhu'. menjaga muka agar tidak tunduk kecuali hanya kepada Allah semata dan lain sebagainya.
Allah juga tidak memilih pernikahan kecuali yang paling baik di antaranya dan tidak memilih pendamping kecuali yang baik-baik saja. lnilah di antara keadaan orang-orang yang difirmankan Allah,
"(Irani?) orang-orangyang diwafatkan dalam keadaan baikolehpara malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), Salamun alaikum, masuklah kamu sekalian ke dalam surga itu disebctbkan apa yang telah Lilian kerjakan'." (An-Nahl: 32).
Atau mereka yang mendapat sambutan para malaikat penjaga surga, "Kesejahteraan (dilimpahkan) kepada kalian. Berbahagialahkalian. Karena itu masuklah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya'." (Az-Zumar: 73).
Fluruffa ' pada fadkhuluha di dalam ayat ini merupakanfa ' as-saba-biyah. Dengan kata lain, dikarenakan kebaikan kalian, maka masuklah surga.
Allah juga telah memasangkan orang atau sesuatu yang baik dengan pasangannya yang baik pula. Begitu pula kebalikannya. Firman-Nya,
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
Ictki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita
wanita yang balk adalah untuk laki-laki yang baik clan laki-laki yang
balk adalah untuk wanita-wanita yang balk pula. Mere ka (yang ditu
duh) ittr bersih dari apa _yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh ).
Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia." (An-Nur: 26).
Sekalipun memang ayat ini ditafsiri untuk laki-laki dan wanita, tapi maknanya lebih urnum lagi dan mencakup untuk hal-hal yang lain.
Allah menjadikan yang balk dengan segala kesernpurnaannya ada di surga dan menjadikan yang buruk dengan segala kesempurnaannya ada di neraka. Surga merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang baik dan

neraka merupakan tempat yang dikhususkan bagi yang buruk. Lalu di sana ada tempat lain yang di dalamnya bercampur antara yang baik dan buruk, yang tak lain adalah dunia yang kita tempati ini. Pada hari kiamat kelak, Allah akan mem isahkan yang buruk dari yang baik, lalu masing-masing masuk ke tempatnya.
Artinya, Allah menjadikan kebahagiaan dan penderitaan sebagai tema yang harus diketahui. Pada diri seseorang ada dua elemen. Maka yang lebih berkuasa atas dirinya dari dua elemen in i. maka dia akan menjadi pengikut¬nya. Jika Allah menghendaki kebaikan pada dirinya, maka Dia mensucikan¬nya sebelum mati, hingga pensucian dirinya tidak memerlukan api (neraka). Hikmahnya—Nllah tak mau didekati seseorang dengan kekotoranny a. Maka Dia memasukkannya ke neraka agar menjadi suci. Proses pensucian in i tergantung dari cepat atau lambatnya kotoran itu sirna. Karena orang musyrik itu serba kotor dirinya, maka dia sama sekali tidak bisa dibersihkan dan disucikan, seperti seekor anjing yang kenajisannya tetap tidak akan hilang, meskipun sudah dicemplungkan ke lautan. Karena orang Mukm in itu bersih dan terbebas dari kotoran, maka api Karam menyentuhnya. Sebab tidak ada yang harus dibersihkan dalam dirinya. Mahasuci Allah, yang hikmah-Nya dapat dibaca orang-orang yang berakal.

KEHARUSAN MENGETAHUI PETUNJUK RASULULLAH
Dari sini dapat diketahui urgensi kebutuhan hamba yang tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk mengetahui petunjuk yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi ia,a SaIlam. Sebab tidak ada jalan untuk mendapatkan keberuntungan kecuali lewat petunjuk itu, yang baik dan yang buruk tidak bisadikenali secara terinci kecuali dari sisi petunjuk itu. Apa pun kebutuhan yang datang dan apa pun urgensi yang muncul, maka urgensi hamba dan kebutuhannya terhadap rasul ini jauh lebih penting lagi.
Apa pendapatmu tentang orang yang engkau pun sudah putus asa untuk memberinya petunjuk? Tidak ada yang bisa merasakan hal ini kecuali hati yang hidup. Sebab orang yang matt tidak lagi merasakan sakit. Jika kebaha¬giaan tergantung kepada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sal lam, maka siapa pun yang menginginkan keselamatan bagi dirinya hares menge¬nal dan mengetahui petunjuk, sirah dan keadaan beliau, agar dia terbebas dari jerat orang-orang yang bodoh. Dalam hal in i manusia ada yang menganggap sedikit. menganggap banyak dan ada pula yang sama sekali tidak mendapat-kannya. Karunia hanya ada di Tangan Allah, yang diberikan kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.
Tuntunan Rasulullah Saat Makan dan Minum
Petunjuk dan perilaku beliau saat makan dan minum tidak ada yang dipungkiri dan tidak ada yang hilang sia-sia. Apa pun yang disodorkan dari makanan yang baik, maka beliau memakannya, kecuali jika makanan itu kurang berkenan di hatinya, maka beliau men inggalkannya tanpa mengha-ramkannya. Beliau tidak pernah mencela suatu makanan pun. Jika berkenan, bel iau memakannya, dan j ika tidak berkenan, beliau membiarkannya, seperti daging biawak yang ditinggalkannya, karena beliau tidak biasa memakannya.
/1(.;S:rilf)(-/:/;71(27,(7// X.ey1Z.h/irg 7

Beliau biasa memakan manisan dan made, dan beliau menyukainya, pernah makan daging sapi, domba, ayam, burung, kelinci, ikan laut. makan daging yang dipanggang, korma basah dan kering. minum susu murni. adonan gandum, minum perahan korma, makan adonan air susu dan tepung, roti campur daging dan lain-lainnya. Beliau tidak menolak makanan yang balk dan tidak memaksakan diri untuk memakannya. Kebiasaan beliau ialah makan sekedarnya. Jika tidak mempunyai makanan, beliau bersabar, dan bahkan beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu, karena rasa lapar yang menyerangnya. Beliau tidak makan sambil telentang, entah telentang pada lambung, duduk seperti dalam tahiyat akhir, atau menumpukan satu tangan di lantai dan satunya lagi digunakan untuk makan. Ketiga cara ini ter¬cela. Beliau biasa makan di lantai dengan beralaskan tikar, dan sekaligus sebagai tempat makannya.
Sebelum makan beliau mengucapkan tasmiyah dan seusai makan rnengucapkan hamdalah. Ketika benar-benar sudah rampung, beliau meng-ucapkan doa,
/ 0 0 / 1 0
L: IBS LIL4.} 4..4);j
00
"Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, balk dan penuh barakah di dalamnya, tidak ditelantarkan dan dibiarkan serta dibutuhkan Rabb kami." (Ditakhrij Al-Bukhary).
Tuntunan Rasulullah dalam Pernikahan dan Pergaulan di Tengah Keluarga
Diriwayatkan secara shah ih dari Nabi Shallallahu Alaihi
dari hadits Anas, bahwa beliau bersabda,

"Yang dijadikan paling kue intai dari keduniaan kalian adalah wanita dan minyak wangi. Dan kesenangan hatiku dijadikan ada dalam sha¬" (Diriwayatkan An-Nasa'y, Ahmad dan Al-Hakim).
Beliau diberi kekuatan tiga puluh kali dalam jima'. Sehingga beliau pernah menggilir beberapa istri dalam satu malam. Allah mempei bolehkan yang demikian ini bagi beliau, yang tidak diperbolehkan bagi yang lain dari urnatnya. Tapi beliau tetap mengadakan pembagian di antara mereka dalam tempat tinggal dan natkah.
Kehidupan beliau bersama para istri merupakan perczaulan y ang amat baik, penuh dengan sajian akhlak ..ang mulia_ Beliau pernah mengirim bebe

rapa anak perempuan dari kalangan Anshar kepada Aisyah agar mereka her-main bersama. Jika Aisyah minum dari suatu gelas, maka beliau mengambil gelas itu dan ikut mem inumnya pada bagian gelas yang diminum Aisyah. Beliau telentang dengan posisi kepala di pangkuan Aisyah sambil membaca Al-Qur'an. Padahal boleh jadi Aisyah sedang haid. Beliau menyuruh Aisyah untuk mengenakan kain karena dia sedang haid, tali) beliau mencumbunya. Beliau juga pernah memeluk Aisyah ketika beliau sedang berpuasa. Beliau pernah mengajak Aisyah adu lari, menonton berdua orang-orang Habasyah
ang sedang bermain di dekat masj id, sementara Aisyah bersandar di bahu beliau. Ini semua menunjukkan kelembutan dan kehalusan beliau dalam mempergauli istri. Jika hendak mengadakan perjalanan, maka beliau meng¬undi di antara istri-istrinya. Siapa yang undiannya keluar, maka dialah yang berhak menyertai perjalanan beliau. Karena itu beliau bersabda,
•e- fi c•••- i a fi oj a'
U +-- • i_Se. •
-
"Sebaik-baik orang di antara kalian ialah yang paling baik terhaclap
keluarganya, don aku adalah orang yang paling baik di antara kalian
terhadap keluargaku. "(Diriwayatkan At-Tirmidzy dan Ibnu Hibban).
Seusai mengerjakan shalat ashar beliau berkeliling di antara istri-istri¬nya, untuk merwetahui keadaan mereka semua. Jika tiba malam hari, beliau berada di rumah salah seorang istri yang mendapat giliran. Aisyah berkata, "Beliau tidak melebihkan sebagian di antara kami atas sebagian yang lain dalam masalah membagi giliran berrnalam. Hampir tak sehari pun melainkan beliau berkeliling di antara kami semua, mendekati setiap istri yang dikun¬jungi tanpa bed ima' dengannya hingga tiba di rumah istri terakhir yang men¬jadi giliran bermalam."
Tuntunan Rasulullah ketika Beranjak Tidur dun Bangun
Terkadang beliau tidur di atas kasur, terkadang di atas kulit yang sudah disamak, terkadang di atas tikar, terkadang di atas tanah, terkadang di atas dipan dan terkadang di atas kain hitam. Ubbad bin Tamim meriwayatkan dari pamannya, dia berkata, -Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu A laihi 14,6/ Sallam berbaring di nnasj id dengan meletakkan salah satu kaki di atas kaki yang lain." (Ditakhrij Al-Bukhary dan Muslim).
Ketika beranjak ke ternpat tidurnya, maka beliau mengueapkan doa,
".;
(„4.1.h
"Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku (Ditakhrij A l
B ukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).

Beliau menjajarkan kedua telapak tangan lalu meniupnya seraya mengucapkan surat Al-lkhlas, Al-Falaq dan An-Nas. Setelah itu beliau meng-usapkan telapak tangan ke seluruh tubuh yang memang bisadiusapnya. dimu¬lai dari bagian kepada, lalu ke wajah lalu ke bagian tubuh. Beliau melakukan hal ini tiga kali. Beliau tidur pada lambung kanan (dalam posisi miring ke kanan), meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan. Jika bangun tidur beliau mengucapkan,
L.t LS .:d1
"Segal(' pup hagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami dan kepada-Nya tempat keinhali."(Diri\vavatkan Al¬Bukhary, Muslim dan At-Tirmidzy).
Sete lah itu beliau bersiwak. Terkadang beliau membaca sepuluh ayat dari akhir surat Ali lmran.
Beliau biasa tidur pada awal malam dan bangun pada akhir malarn. I a-pi terkadang juga tidak tidur pada awal malam karena melayani kemaslahatan orang-orang Muslim. Mata beliau tidurtapi hati beliau tidak tidur. Jika beliau tidur, tak seorang pun membangunkan beliau, sehingga beliau sendiri yang bangun.
Tuntunan Rasulullah dalam Bermu'amalah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salim)" adalah orang yang pa ling bagus dalam bermu'amalah..lika meminjam sesuatu dari orang lain, maka beliau mengembalikan yang lebih bagus dari apa yang dipinjamnya, dan be¬liau pasti men gembalikannya sambil mendoakan orang yang memberikan pinjaman kepada beliau,
..;jStirdi Aa -,••1 j
"Semoga Allah memherkahi hagimu dalam kelliargamu clan hartamu. Sesungguhnya pahala pinjaman ialah prigian dan pemenuhan."(Diri¬wayatkan An-Nasa' y. I hnu Majah dan Ahmad).
Beliau pernah meminjam (berhutang)empat puluh sha' bahan makan¬an dari seseorang. Pada scat yang sama ada seorang Anshar yang membutuh-kannya, maka beliau memberikan bahan makanan itu kepada orang Anshar. Beliau bersabda. "Sete lah ini dia tidak akan datang kepada kami untuk me-m inta sesuatu pun." Orang yang dipinjami itu siap-siap akan mengatakan se-suatu. Tapi beliau cepat-cepat berkata, "Janganlah kamu berkata kecuali yang baik. Aku adalah sebaik-baik orang yang meminjam." Maka beliau mengem-balikan bahan makanan itu dua kali lipat atau delapan puluh sha'.

Beliau juga pernah mem i njam seekor onta. Lalu pemiliknya menda¬tangi beliau untuk menagih, sambil mengeluarkan perkataan yang keras. Para shahabat yang mendengarnya siap-siap untuk bertindak terhadap orang itu. Namun beliau bersabda, "Biarkan dia, karena orang yang mempunyai hak berhak untuk berkata."
Suatu kali beliau hendak membeli sesuatu. Tapi ternyata uang beliau tidak mencukupi. Maka harganya diturunkan. Lalu barang itu beliau jual lagi sehingga mendatangkan untung yang banyak. Lalu keuntungan itu beliau shadagahkan kepada para janda dari Bani Abdul-Muththalib, lalu beliau bersabda. "Aku tidak akan membeli sesuatu pun setelah ini kecuali jika aku mempunyai uang yang cukup."
Ada seorang Yahudi yang menjual barang kepada beliau dengan jangka waktu tertentu yang sudah disepakati bersama. Tapi sebelum jatuh tempo, orang Yahudi itu mendatangi beliau untuk menagih pembayaran. Beliau memberitahu, "Sekarang belum jatuh tempo."
Orang Yahudi itu berkata dengan keras, "Kalian orang-orang Bani Abdul-Muththalib memang suka mengulur-ngulur waktu."
Para shahabat yang mendengarnya hendak berbuat sesuatu kepada orang Yahudi itu. Tapi beliau melarang mereka. Kekerasan orang Yahudi itu justru membuat beliau bertambah lemah lembut. Maka orang Yahudi itu berkata, "Segala sesuatu dari tanda-tanda kenabian yang ada pada diri beliau sudah kuketahui, dan tinggal satu saja yang belum kekutahui, yaitu kekerasan orang yang tidak tahu tentang diri beliau justru membuat beliau bertambah lemah lembut. Karena itu aku ingin mengetahuinya." Kemudian orang Yahudi itu masuk Islam.
Tuntunan Rasulullah Saat Berjalan Sendirian atau Saat Berjalan Bersama Para Shahabat
Beliau adalah orang yang paling cepat jalannya, paling bagus jalannya dan juga tenang. Abu Elurairah berkata, "Aku tidak melihat sesuatu pun yang lebih bagusdaripada RasulullahShallallahuAlaihiwaSallam. Seakan-akan matahari berjalan di muka beliau. Aku juga tidak melihat seseorang yang lebih cepat jalannya daripada Rasulullah Shallallahu A laihi Sallam. Se¬akan-akan bum i dijadikan menurun bagi beliau. Sebenarnya kami berusaha untuk menyeimbangi beliau, tapi beliau seperti tidak peduli."
All bin Abu Thal ib juga pernah mensifati cara berjalan beliau dengan be rkata, "Jika Rasu lu I lah Shallallahu Alaihi waSallam berjalan, maka badan-nya bergerak seakan-akan sedang berjalan di tanah yang landai."
Begitulah cara berjalannya para pemberani dan mereka yang memiliki semangat, tidak seperti orang yang sakit-sakitan, yang berjalan sepotong

mi sepotong. Dua cara bcrjalan yang tercela, yaitu pelan-pelan seperti °ram yang sakit-sakitan dan berjalan secara buru-buru seperti onta yang ketakutan, seakan menggambarkan keadaan pikirannya yang galau_ apalagi jika dengan banyak menengok ke arah kiri dan kanan. Yang benar ialah berjalan dengan kerendahan hati, yang menjadi sifat jalannya lbadurrahman, seperti yang difirmankan Allah,
"Dan, hamba-hamba Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang¬orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. (A l-Furgan : 63).
Orang-orang salaf berkata tentang makna ayat ini. 'Artinya mereka berjalan dengan penult ketenangan dan kewibawaan, tidak congkak dan tidak seperti sakit-sakitan."
Tuntunan Rasulullah dalam Buang Hajat
Jika hendak masuk kamar kecil, maka beliau mengucapkan.
"Yu Allah, aku herlindung kepada-Mu dari kotoran dan segala hal yang kotor. (Diriwayatkan AI-Bukhary dan Muslim).
Jika keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan,
"Ampunan-Mu (yang kuharapkan)."
Terkadang beliau membersihkan kotoran dengan air dan terkadang dengan batu, dan terkadang dengan keduanya. Jika hendak buang hajat ketika dalam perjalanan, maka beliau pergi menyingkir dari para shahabat. Beliau buang hajat dan bertabir di tempat yang berlindung, terkadang bertabir dengan pelepah korma dan terkadang dengan dedaunan. Biasanya beliau mencari tanah yang gem bur saat kencing, dan beliau lebih banyak kencing dengan duduk (jongkok). Sampai-sampai A isyah berkata, 'Siapa yang me¬nyampaikan hadits kepada kalian bahwa beliau kencing dengan berdiri, maka janganlah kalian mempercayainya. Beliau tidak pernah kencing kecuali dengan berjongkok.- (Ditakhrij At-Tirmidzy, An-Nasa'y dan Ibnu Majah dengan isnad shahih).
Tapi Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari had its Hudzai-fah, bahwa beliau pernah kencing dengan berdiri. Ada yang berpendapat. kencing dengan cara berdiri ini dimaksudkan sebagai pembolehan. Ada yang berpendapat, beliau melakukannya karena khawatir tali kekang hewannya lepas. Ada yang berpendapat, hal itu di lakukan karena untuk proses penyem¬buhan sakit. Orang Arab biasa menyembuhkan kesulitan kencing dengan cara berdiri. Begitulah kata Asy-Syafi'y. Yang benar, beliau melakukannya kare¬na untuk menghindari cipratan air kencing yang kemungkinan akan mengenai diri beliau, sekiranya beliau melakukannya dengan cara berjongkok. Maka satu-satunya cara untuk menghindarinya ialah kencing dengan berdiri.

Beliau pernah keluar dari kamar kecil, seraya membaca Al-Qur'an. Beliau membersihkan kotoran, dengan air maupun batu dengan tangan kiri¬nya. Beliau cukup membersihkannva tiga kali dan tidak pernah merasa was-was.
Tuntunan Rasulullah dalam Fitrah dan Segala Keragamannya
Ada perbedaan pendapat, apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi SaIlam sudah dalam keadaan dikhitan semenjak lahir, ataukah dikhitan malaikat pada saat dada beliau dibelah, ataukah kakeknya, Abdul-Muththalib ang mengkhitan.
Beliau suka mendahulukan yang kanan ketika mengenakan sandal, ketika memulai jalan, bersuci, mengambil dan memberi. Tangan kanan beliau digunakan untuk makan, minum dan bersuci, sedangkan tangan kiri diguna¬kan untuk membersihkan kotoran ketika di kamar kecil umpamanya.
Tuntunan beliau dalam bercukur, maka semua bagian rambut dicukur secara merata atau semua tidak dicukur sama sekali. Beliau tidak pernah mencukur sebagian tanpa sebagian yang lain. Tidak pernah diriwayatkan tentang bercukur ini kecuali saat menunaikan haji.
Beliau suka bersiwak dan melakukannya, balk ketika berpuasa maupun tidak berpuasa. Beliau bersiwak setiap kali bangun dari tidur, ketika hendak wudhu', ketika hendak shalat, ketika hendak masuk rumah, dengan dahan dari pohon arak. Beliau sering memakai minyak wangi dan menyukainya.
Beliau mempunyai alat celak yang beliau gunakan ketika hendak tidur, dan kedua mata dicelaki. Para shahabat berbeda pendapat, apakah beliau pernah mengecat rambut ataukah tidak? Menurut Anas, beliau tidak pernah mengecat rambut. Menurut Abu Hurairah, beliau pernah mengecat rambut. Ada se olongan orang berpendapat, beliau sering memakai minyalc wangi, sehingga membuat rambut beliau kemerah-merahan, hingga menimbulkan anggapan bahwa beliau mengecat rambutnya. padahal beliau tidak mengecat¬nya. Abu Rim tsah berkata."Aku pernah melihat uban beliau kemerah-merah¬an. Menurut At-Tirmidzy, apa yang dikatakan Abu Rimtsah ini merupakan penafsiran yang paling baik. Sebab beberapa riwayat yang shaltill menye¬butkan bahwa beliau tidak mem i I iki uban kecuali beberapa lembar rambut di tempat belahan rambut. Yang pasti, beliau banyak meminyaki rambutnya.
Diriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa beliau biasa memangkas kumis. Diriwayatkan pula bahwa Ibrahim Alaihis-Sulam juga biasa memangkas kumis. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
3

Pangkaslah kumis clan peliharalah jenggot. Beib:taiah dengan orang-orang (Diriwayatkan
Dari Arias, dia berkata, "Nabi Shallallahu A laihi naSallarl membatasi waktu rnernangkas kumis dan memotong kuku, agar kami tidak memelihara¬nya lebih dari empat puluh haft" (Diriwayatkan Muslim)
Tuntunan Rasulullah Saat Berkata, Diam, Terseny um dan Menangis
Rasulullah Shal/allahu Alaihi wa Sallarn adalah makhluk Allah yang paling fasih, paling merdu kata-katanya, paling lembut tutur katanya. sampai¬sampai perkataan beliau dapat mempengaruhi hati sekian banyak manusia dan menawan jiwa. Bahkan musuh-m usuh beliau juga mengakui hal in i. Jika berkata, maka perkataan beliau terinci dan je las, terkadang diulang-ulang, tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lam bat, tidak terputus-putus atau ter¬sela dengan diam. Terkadang beliau mengulang hingga tiga kali, agar perka¬taan beliau benar-bcnar bisa dipahami, Beliau lebih banyak diam jika me¬mang tidak dibutuhkan untuk bicara. Mengawali dan rnengakhiri perkataan dengan ujung bibirnya, berkata dengan menggunakan kata-kata yang banyak kandungan maknanya, tidak terlalu banyak (nyerocos) dan tidak pula terlalu sedikit, tidak membicarakan sesuatu yang tidak diperlukan, tidak berkata kecuali yang diharapkan pahalanya. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, maka hal itu dapat diketahui lewat rona muka beliau. Taw beliau berupa senyum¬an, bahkan semuanya berupa senyuman. Puncak senyuman beliau ialah gigi geraham beliau kelihatan. Beliau tersenyum karena memang ada sesuatu yang membuat beliau tersenyum, yaitu hal-hal yang membuat beliau taajub atau hal-hal yang jarang terjadi atau aneh. Beliau juga tersenyum karena gembira, karena melihat sesuatu yang menggembirakan atau ikut dalam kegernbiraan itu. Tapi adakalanya beliau tersenyum justru pada saat yang seharusnya beliau marah. Beliau tersenyum karena dapat menguasai rasa amarah.
Sedangkan tangis beliau juga tidak berbeda jauh dengan senyum beliau, tidak dengan sedu sedan, ratapan dan suara, sebagaimana tawa beliau yang tidak disertai suara mengakak, tapi hanya berupa senyuman. Saat menangis air mata beliau mengal ir hingga bercucuran dan dari dada terdengar suara menggelegak. Tangis beliau terkadang karena gambaran kasih sayang kepada orang yang meninggal dun ia, terkadang karena rasa takut atas umat¬nya dan rasa sayang, terkadang karena takut kepada Allah, terkadang saat me ndengar Al-Qur'an, yaitu merupakan tangis cinta dan pengagungan, yang disertai rasa takut dan khawatir. Ketika putra beliau, Ibrahim meninggal dun ia, maka kedua mata beliau menangis dan mengucurkan air mata, sebagai luapan rasa kasih sayang kepadanya. Beliau bersabda saat itu,

"Mata bisa herlinang air mata, Kati bisa bersedih, namun kami tidak mengatakan kecuali yang membuat Rabb kami ridha. Sesungguhnya kami benar-henar bersedih atas kematianmu wahai Ibrahim." (Di¬takhrij Al-Bukhary dan Ahmad).
Bel iau menangis saat menyaksikan salah seorang putrinya, saat Ibnu Mas'ud membacakan surat An-Nisa' di hadapan beliau hingga ayat 41, menangis saat Utsman bin Mazh' un meninggal dunia, menangis saat ada ger-hana matahari, menangis saat shalat gerhana, menangis saat shalat, menangis saat duduk di dekat kuburan salah seorang putri beliau. Secara keseluruhan, tangis beliau itu menggambarkan beberapa keadaan, yaitu tangis kasih sayang, takut dan khawatir, cinta dan rindu, senang dan gembira, sed ih karena menggambarkan siksaan, kesedihan, merasa lemah dan tak berdaya.

TUNTUNAN RASULULLAH DALAM IBADAH
Tuntunan Rasullullah dalam Masarah Wudhu'
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih banyak dalam keadaan wudhu'. Sehingga boleti jadi beliau mendirikan beberapa shalat hanya dengan sekali wudhu' saja. Beliau biasa wudhu' dengan air setakaran satu mudd..)Beliau memperingatkan kaumnya agar tidak boros dalam pengguna¬an air dan tidak berlebih-Iebihan. Ada riwayat yang shahih, bahwa beliau pernah wudhu" dengan sekali basuhan, adakalanya dengan dua kali basuhan dan adakalanya dengan tiga kali basuhan.
Untuk sebagian anggota wudhu' ada yang dibasuh dua kali dan
sebagi
an lain dibasuh tiga kali. Beliau juga biasa berkumur dan menghirup air dengan hidung dengan satu kali cibukan air, tapi terkadang dua kali dan terka¬dang tiga kali. Jadi beliau menyambung antara kumur dan menghirup air dengan hidung. Beliau mengusap seluruh kepala (rambut), terkadang menya¬tukan kedua tangan dan memutar dengan keduanya. Tidak ada had its shahih bahwa beliau hanya mengusap sebagian rambutnya. Tapi yang benar beliau mengusap semenjak dari tumbuhnya rambut di jambul hingga bagian be la¬kan2. Beliau tidak wudhu' kecuali dengn berkumur dan menghirup air de¬ngan hidungnya. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau pernah meninggalkan dua amalan ini sekali pun. Beliau membasuh kedua kaki selagi tidak men2enakan selop atau kaos kaki. Beliau membasuh kedua telinga berbarengan dengan mengusap rambut, balk bagian dal am maupun luarnya.
Mudd merupakan takaran, yang aslinya uluran tangan seseorang saat menciduk bahan makanan, hingga kedua telapak tangannya penuh. Ada enam pendapat yang menetapkan ukuran pastinya. Minimal sekitar 3S6 gram dan maksimal sekitar 695 gram atau 704 gram, atau lebih ban. ak dari sepertiga liter untuk batasan minimal dan kurang dari tiga perempat liter untuk batasan maksimalnya.

Semua hadits berisi dzikir yang diucapkan berkaitan dengan wudhu' adalah du sta. selain dari ucapan tasnuyah pada permulaannya dan ucapan seusai wudhu'.
•ku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. YaAllah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang ber¬taubat dan jadikanlah aku termasuk rang-a rang yang bersuci.
(Diriwayatkan At-Tirmidzy).")
liadits lain dalam Sunan At-Tirmidzy disebutkan,
"Maha.suci Engkauya Allah dan dengan puji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Rah selain Engkau, aku memohon ampunan dan aku bertaubat kepada Engkau.
Rasulullah Shallallahu A laihi Sallam tidak biasa mengusap anggota wudhu'nya setelah wudhu'. Tentang hadits Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam merripunyai kain perca yang biasa digunakan untuk meng-usapi setelah wudhu', begitu pula hadits Mu' adz bin Jabal, dia berkata, "Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam wudhu', lalu meng-usap wajah dengan ujung kainnya", maka kedua hadits ini adalah dha'if, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Pada permulaannya tidak perlu mengucapkan, "Nawaitu.... (aku ber¬n iat), karena para shahabat tidak ada yang mengucapkannya. Basuhan dan usapan tidak boleh lebih dari tiga kali. Terkadang beliau menyela-nyela jenggotnya, tapi selamanya hal itu di lakukan, begitu pula menyela-nyela jari. Sedangkan menggerak-gerakkan cincin diriwayatkan dalam hadits dha'if.
Ada riwayat yang shahih bahwa beliau mengusap khuffain saat mene¬tap dan saat bepergian. Untuk orang yang menetap dibatasi maksimal sehari semalam. Sedangkan untuk musafir maksimal selama tiga hari tiga malam. Beliau pernah mengusap kaos kaki, mengusap kain penutup kepala dengan rnenyisakan rambut bagian jambul. Tapi boleh _jadi ini merupakan keadaan khusus, namun penafsirannya untuk keadaan secara umum lebih pas. Be liau tidak pernah memaksakan keadaan pada kedua kakinya. Jika sedang menge-nakan khuffain, maka beliau hanya mengusap, dan jika dalam keadaan ter¬buka, maka beliau mengguyurnya.
Beliau tayammum dengan sekali usapan pada wajah dan kedua Langan, bertayammum dengan tanah yang ada di dekat tempat shalatnya, baik berupa debu maupun pasir. Ada hadits shahih, bahwa beliau bersabda,
Dalam riwayat Muslim dari had its Uqbah bin Amir tidak disebutkan, "Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yane bertaubat dan jadikaniah aku termasuk orang-orang yang bersuci". Tambahan dalam riwayat At-Tirmidzy ini dikuatkan riwayat yang lainnya.

"Di mana pun waktu shalat mendatangi sescurang (Lail iimatku, maka di situlah tempat sujudnya dan is suci."*
Ketika Rasulullah Shallallahu A laihi Sallam pergi ke perang Tabuk bersama para shahabat menempuh perjalanan yang arnat jauh dan melewati padang pasir, sementara cadangan air sudah menipis, tidak ada satu riwayat pun yang menyatakan bahwa beliau membawa tanah dan tidak pula menyu¬ruh para shahabat untuk melakukannya. Tidak ada riwayat yang shahih bah¬wa satu kali tayammum untuk satu kali shalat dan beliau tidak memerintahkan yang demikian ini. Tapi tayammum itu diposisikan sama dengan wudhu".
Tuntunan Rasulullah dalam Masalah Shalat
J i ka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berd iri untuk shalat. maka beliau mengucapkan A llahu Akbar, tanpa mengucapkan apa pun sebe-lurnnya, tidak me lafazhkan n iat dan seorang pun di antara shahabat, tabi. in dan imam yang empat pernah melakukannya. Kebiasaan beliau saat takbiratul-ihram adalah lafazh A Ilahu Akbar tanpa ucapan yang lain. Beliau mengangkat kedua tangan bersamaan dengan takbiratul-ihram dengan membuka jari-jari tangan hingga sejajar dengan telinga dan dalarn riwayat lain sejajardengan pundak, dalam keadaan menghadap ke arah kihlat.Kemu¬dian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, di atas pergelangan dan lengan. Bukan hadits shahih yang meriwayatkan tanpa mengangkat tangan. Diriwayatkan Abu Daud dari Ali, termasuk As-Sunnah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan dalam shalat di bawah pusar.–)
Terkadang beliau mengucapkan doa istiftah (antara takbir dan bacaan A I-Fatihah) sebagai berikut,
"Ya Allah, jauhkan antara aku don dosa-dosaku, sebagairnana Engkau nienjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah dari dari dosa-dosaku, bagaimana pakaian putih yang dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan es, air dan embun.
Terkadang beliau mernbaca doa istiftah sebagai berikut, "Kuhadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus dan me nyerah, dan bukanlah aku tergolongan orang-orang yang menyekutukan. Sesungguhnya shalatku, ibadahku. hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Rabb semesta alum, yang
• Had its yang serupa dengan ini adalah. "13umi telah dijadikan masjid dan suc i bagiku.-
Ada riwayat Abu Daud lainnya dart selain Ali yang serupa dengan ini. tapi di dafam isnadnya ada Abdurrahman bin Ishaq Al-Kufy. yanQ dha'if. Ada riwayat lain yang shahih yang ditakhrij lbnu Khuzaimah di dalam Shahihraya, dari hadits Wa'il bin liujr, dan dia menshahihkannya, dia berkata, "Aku pemah shalat bersama Rasulullab Shallallahu Alaihi ma Sallam. lalu beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dada." Jadi yang leb h pas untuk letak kedua tangan ini adalah di atas dada dan bukan di atas pusar, apalagi di bar\ ahnya, pent.

tiada sekutu bagi-Nya, dan untuk itulah aku diperintahkan dan aku adalah tergolongan orang-orang yang berserah diri."
Terkadang beliau membaca doa istiftah sebagai berikut,
"Ya Allah, Engkau adalah Raja yang tidak Ilah selain Engkau, Engkau adalah Rabbi dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah berbuat aniaya terhadap diriku sendiri, dan aku telah mengakui dosa-dosaku. Oleh karena itu ampunilah dosa-closaku sentuanya. sesungguhnya tidak ado yang mengampuni do.sa-dosa selain Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak yang paling balk. Tidak ado yang dapat memberi petunjuk kepada akhlak yang paling balk selain Engkau. Dan, palingkanlah kejelekan akhlak itu. Tidak ada yang memalingkannya dariku selain Engkau. Kusambutpanggilan dan kehahagiaan-Mu, dan kehaikan ilu ada di Tangan-Mu, .sedangkan kebztrukan tidak kembali kepacla-Mu Aku bergantung kepada-Mu dan kembali kepada-Mu pula. Mahasuci• Engkau dan Mahatinggi Engkau. Aku memohon ampunan dan hertaubat kepada-Mu. -
Tapi biasanya doa istiftah ini dibaca saat beliau mengerjakan shalat ma'am.
Doa istiftah lainnya adalah,
"Ya Allah, Rabbnya Iibril, ,Ylika '11 dan Israfil...." dan seterusnya. "Ya Allah, bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumf don siapa pun yang ada di dalamnya...." dan seterusnya.
"Mahasuci Engkau ya Allah„segala puji bagi-Mu. Mahasuci asma
Mu dan Mchatinggi kebesaran-Mu. tidak ada Ilah selain Engkau.
Yang terakhir ini diriwayatkan Ashhabus-Sunan. Namun riwayat¬riwayat sebelumnya lebih kuat. Ada pula riwayat shahih dari Umar bin Al¬Khaththab, bahwa dia pernah membaca doa istiftah di ternpat biasanya Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam mengimami, dan dia menyaringkan bacaan dna istiftahnya karma hendak mengajarkannya kepada manusia. Ahmad berkata. "Aku sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari Umar, dia berkata, "Sekiranya seseorang membaca doa istiftah dengan sebagian yang diriwayat¬kan dari Nabi Shallallahu A laihi Kea Sallam, maka itu lebih balk baginya."
Kemudian setelah itu beliau membaca ta'awwudz, lalu membaca Al-Fatihah. Terkadang beliau menyaringkan bacaan basmalah, tapi lebih sering menyembunyikannya. Bacaan beliau panjang-panjang, berhenti pada setiap ayat. Setelah membaca Al-Fatihah, beliau mengucapkan "Amin". Jika pada bacaan yang nyaring, maka beliau mengeraskan bacaan "Amin" ini, dan orang-orang di be lakang beliau juga mengucapkannya secara nyaring.
Bel iau diam dua kali, yaitu antara takbiratul-ihram dan bacaan. Namun untuk diam yang kedua ada perbedaan pendapat. Ada riwayat yang menye

butkan setelah Al-Fatihah,')dan ada pula riwayat yang menyebutkan sebelum ruku'. Setelah Al-Fatihah beliau membaca surat selain Al-Fatihah. Terka¬dang beliau mernanjangkan bacaan surat dan terkadang pendek, guna untuk memberi kesernpatan kepada orang yang hendak bepergian atau keperluan lainnya, dan terkadang beliau membaca yang sedang-sedang saja.
Bacaan Sewaktu Shalat Subuh dan Shalat-Shalat Lain
Bel iau biasa membaca antara enam puluh hingga seratus ayat dalam shalat subuh. Terkadang beliau membaca surat Qaf, Ar-Rum, At-Takwir, Az¬Zalzalah, A l-Falaq dan terkadang surat An-Nas. Surat ini berlaku untuk dua rakaat dan tidak ada pengkhususan pada satu rakaat. Dalam perjalanan beliau pernah membaca surat Al-Mukminun. Ketika bacaannya tiba tentang penyc¬butan Musa dan Harun yang dibaca pada rakaat pertama, beliau tersedak, lalu ruku'.
Ketika shalat Jum'at beliau membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan, karena dua surat in i berisi masalah kehidupan dunia dan akhirat, penciptaan Adam, surga dan neraka. Pada saat shalat jama' all yang melibatkan orang banyak, seperti shalat Id dan Jum'at, beliau juga pernah membaca surat Qaf, Al-Qamar, Al-A' la dan Al-Ghasyiyah.
Tuntunan Bacaan Nabi dalam Beberapa Shalat
Terkadang beliau memanjangkan bacaan sewaktu shalat zhuhur, se-hingga Abu Sa' id berkata, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, "Shalat zhuhur didirikan. Sementara pada saat yang ada seseorang yang pergi ke Baqi' dan membereskan keperluannya di sana. Kemudian dia kembal i lagi ke rumahnya, mengambil wudhu', dan mendapatkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masih berada pada rakaat pertama, karena memang beliau meman¬jangkan bacaan."
Terkadang beliau membaca surat As-Sajdah, terkadang surat la,
terkadang surat Al-Lad dan terkadang surat Al-Buruj.
Bacaan shalat ashar sekitar setengah dari bacaan sewaktu shalat zhu¬hur, jika yang panjang, dan bacaannya sama jika dipendekkan. Sedangkan petunjuk beliau sewaktu shalat maghrib kebalikan dari apa yang dikerjakan manusia pada zarnan sekarang. Bel iau pernah membaca surat Al-A'rafuntuk dua rakaat, pernah juga membaca surat Ath-Thur. juga pernah membaca surat A l-Mursalat. Sedangkan orang yang mernbiasakaan bacaan untuk surat-surat yang pendek adalah Marwan bin Al-Hakarn. Karena itu Zaid bin Tsabit mengirwkari kebiasaanny a itu.

lbnu Abdil-Barr berkata, "Diriwayatkan bahwa dalam shalat maghrib beliau pernah membaca surat A LA' raf, Asy-Syams. Ash-Shaffat, Ad¬Dukhan, Al-A' la, At-Tin, Al-Mursalat, Al-Falaq dan An-Nas. Beliau juga pernah membaca surat-surat yang pendek pada shalat maghrib. Semua ini merupakan riwayat yang shahih dan sudah terkenal.
Dalam shalat isya' beliau pernah membaca At-Tin, dan memberikan perkiraan panjang pendeknya kepada Mu'adz seperti surat Asy-Syams, A l-A- la, Al-Lail dan yang serupa. Beliau mengingkarinya yang membaca surat Al-Baqarah, seraya bersabda. "Apakah engkau masih muda wahai Mu'adz?" Sementara para pematuk.) mengacu kepada sabda beliau ini, dan mereka tidak mau menoleh ke bacaan sebelumnya maupun sesudahnya.
Dalam shalat Jum 'at beliau membaca surat A I-Jumu'ah dan A I-Muna-fiqun. atau surat Al-A' la dan A I-Ghasyiyah.
Dalam shalat Id terkadang beliau membaca surat Qaf dan Al-Qamar secara utuh, terkadang beliau membaca surat Al-A" la dan A I-Ghasyiyah. i¬lah yang beliau lakukan hingga akhir hayat.
Petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa dilaku¬kan AI-Khulafa'ur-Rasyidun. Tapi Abu Bakar pernah membaca surat Al-Ba¬corah pada waktu shalat subuh, dan ketika dia mengucapkan salam, matahari hampir terbit.")
Umar juga pernah membaca surat Yusuf, An-Nahl, Hud dan Al-Isra". Tentang sabda beliau, "S iapa pun di antara kalian yang menjadi imam, maka hendaklah memendekkan bacaannya", dapat dijawab sebagai berikut, bahwa panjang dan pendek itu masalah yang nisbi, yang harus dikembalikan kepada apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bukan meng-ikuti apa yang dikehendaki para makmum.
Kebiasaan yang senantiasa di lakukan Nabi Shallallahu Alaihi wa Saliam i a lah merijadi hakim yang menyelesaikan perkara di antara dua pi hak yang bersengketa. Beliau biasa membaca satu surat secara utuh, dan terka-dang satu surat itu dibaca untuk dua rakaat. Tapi hal ini jarang beliau lakukan. Membaca bagian awal atau akhir surat tidak pernah diriwayatkan dari beliau. Dua surat yang dibaca dalam satu rakaat pernah beliau lakukan dalam shalat natilah, yang beliau Iaksanakan send irian. Bacaan pada rakaat pertama lebih panjang daripada bacaan pada rakaat kedua dalam setiap shalat. Terkadang beliau memanjangkan bacaan, hingga tidak lagi terdengar suara telapak kaki yang berjalan, yaitu mereka yang terlambat mengikuti shalat.
•1 Sebutan bagi orang-orang yang cepat-cepat dalam ruku' dan sujudnya, seperti burung gagak yang scdane mernatuk, tidak herdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit sekali. Ada riwayat yang menyebutkan. bahwa orang-orang berkata kepadanya setelah itu. "Wahai Kbalifah Rasulullah, itu matahari hampir terbit." Dia berkata. "Kalau pun matahari itu terbit. toh is tidak mendapati kita termasuk orang-orang yang ]alai.”

Tuntunan Pelaksanaan Ruku’ dan Bangkit dari Ruku’
Setelah usai membaca, beliau rnengangkat kedua tangannya sambil ‘ertakbir untuk ruku’. Kedua telapak tangan diletakkan di kedua lutut dalam ?osisi mencengkeramnya, menjauhkan kedua tangan dari lambung, mengem
anakan punggung dan memanjanakan, lurus, tidak merendahkan kepala dan :idak pula mendongakkannya. Terkadang beliau mengucapkan,
“Mahasuci Rabbku Yang Mahaagung.
Namun adakalanya beliau mengucapkan,
“Mahasuci Engkau, ya Allah, Rabb kami dan dengan puji-mu, ya Allah. ampunilah aku.
Lamanya ruku’ beliau sekira sepuluh bacaan tasbih, begitu pula sujud¬n a. Tapi terkadang lamanya mkt’. kira-kira sama dengan lamanya saat berdi¬ri. yang beliau kerjakan pada waktu shalat malam dan sendirian.
Petunjuk beliau menyeimbangkan shalat dan menyesuaikannya de¬ngan keadaan. Terkadang dalam ruku” nya beliau mengucapkan,
“Mahasuci dan Mahabersih Rabhnya porn malaikat dan
Terkadang beliau juga mengucapkan,
“Ya Allah, kepada-Mu aku ruku’, kepada-Mu aku beriman, kepada¬Mu akupasrah dirt. Pendengaran, penglihatan, otak, tulangdan nadi¬ku tunduk kepada-Mu. “
Bacaan-bacaan yang terakhir in i diriwayatkan dari beliau saat menger-jakan shalat ma’am. Setelah itu beliau bangkit sambil mengangkat kedua tangan, seraya mengucapkan,
“Allah mendengar orang yang mem
Tulang punggung beliau senantiasa dalam keadaan lurus saat bangkit dari ruku’ dan saat duduk antara dua sujud. Beliau bersabda tentang hal ini, “Suatu shalat tidak akan diberi balasan selagi seseorang tidak menegakkan tulang punggungnya saat ruku. dan sujud.”
Jika beliau benar-benar sudah dalam keadaan berdiri teak dan lurus setelah bangkit dari ruku’, maka beliau mengucapkan,
Wahai Rabb kami, don hagi-Mu segala puji.
Atau boleh jadi beliau mengucapkan,
-KJ Allah Rabb kami, bap-Mu segala puji.
Tidak boleh mengh impun bacaan di antara keduanya, atau tidak boleh dibaca, A llohlI112(/ Rabbana lakal-hamdu. ” Pada bacaan yang kedua tidak perlu membaca
Tuntunan beliau tentang lamanya berdiri setelah ialah sama dengan lamanya ruku’. Ada juga riwayat shahih dad beliau, bahwa beliau pernah mengucapkan,

“Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh apa yang ada di antara keduanya serta sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki dari sesuatu setelah itu. Engkau adalah Dzat yang layak menerima pi jinn dan pengagungan. Tidak ada sat u pun yang menghalangi apa yang telah Engkau berikan, dan t idak ada yang dapat memberikan apa pun yang telah Engkau halangi serta tidak akan berguna kekayaan orang yang kaya di sisi-Mu. “
Ada pula riwayat yang shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau pernah mengucapkan,
“Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, es dan embun. Cue dah aku dari dosa-dosa dun kesalahan-kesalahan¬ku, .sebagaimana kain putih yang dicuci dari kotoran. Jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku se baga imana Engkau jauhkan antara timur dan barat.
Muslim meriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Jika Rasulullah Shal-lallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan, `San7i ‘allahu Liman hamidahu maka beliau dalam keadaan berdiri, hingga kami berkata, ‘Beliau diarn untuk beberapa saat’. Kemudian beliau sujud, duduk di antara kedua sujud, sehing¬ga kami berkata, ‘Beliau diam untuk beberapa saat’.”
Begitulah tuntunan Nabi Shallallahu Alctihi wa Sallam ketika melak-sanakan ruku’ dan saat bangkit dari ruku’. Memendekkan dua rukun ini merupakan kebiasaan para gubernur Bani Umayyah, hingga memunculkan anggapan bahwa yang demikian itu termasuk As-Sunnah.
Sujud dan Duduk di antara Dua Sujud
Kemudian beliau bertakbir dan merunduk untuk me lakukan sujud, tanpa mengangkat kedua tangan. Beliau meletakkan kedua lutut terlebih dahulu lalu disusul dengan kedua telapak tangan, kemudian meletakkan kening dan hidung di ternpat sujud. Inilah yang shahih. Bagian yang paling dekat dengan tanah diletakkan lebih dahulu, dan ketika bangkit, maka yang paling jauh dari tanah diangkat lebih dahulu, atau kepala lebih dahulu, lalu kedua tangan, lalu kedua lutut. Inilah kebalikan dari apa yang dilakukan onta saat bangkit. Beliau melarang penyerupaan dengan binatang saat shalat. Beliau melarang turun ke bawah seperti menderumnya onta, melarang menoleh seperti menolehnya burung gagak, melarang mengangkat tangan saat salam seperti ekor kuda.
Beliau sujud dengan menempelkan kening dan hidung, tidak meng-halanginya dengan kain sorban. Beliau lebih sering sujud di atas tanah, juga pernah sujud di atas air, di atas tanah fiat, tikar kecil yang terbuat dari pelepah korina. di atas tikar yang dibuat untuk shalat dan di atas kulit yang sudah disamak.

Jika sujud beliau menempelkan kening dan hidungnya keras-keras dengan tanah, menjauhkan kedua tangan dari lambung dan melebarkannya, sehingga terlihat kulit ketiak beliau yang putih. Kedua teiapak tangan diletak¬kan sejajar dengan pundak dan hidung, lurus dalam sujudnya, menghadapkan ujung-ujung jarinya ke arah kiblat, membuka telapak dan jari-jari namun ti¬dak merenggangkannya dan tidak pula menggenggam. Dalam sujud itu beliau mengucapkan,
“Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.
Terkadang beliau mengucapkan,
“Mahasuci Engkau, ya allah, Rabb kami dan dengan puji-Mu, ya Allah, ampunilah aku.”
Terkadang beliau mengucapkan,
”Mahasuci dan Mahabersih Rabbnya para malaikat dan fibril.” Beliau juga pernah mengucapkan dalam sujudnya,
“Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, kepada¬Mu akupasrah diri, wajahku sujud kepada Dzat yang menciptakan dan membentuknya, membelah pendengaran dan penglihatannya, Mahas¬uci Allah sebaik-balk pencipta.
Beliau juga pernah mengucapkan,
“YaAllah, ampunilah bagiku semua dosaku, yang kecil dan yang be¬sar, yang awal dan yang akhir, yang tampak dan yang tersembunyi. ” Beliau juga pernah mengucapkan,
“Ya Allah, ampunilah bagiku kesalahan-kesalahanku, kehodohanku, kelebih-lebihanku dalam w-usanku, dan apa pun yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Ya Allah, ampunilah bagiku kesung¬guhanku dan candaku, kesalahanku dan ke.sengajaanku, dan semua itu ada pada diriku. YaAllah, ampunilah bagiku apa yang larclahztlukan dan apa yang kuakhirkan. yang kusembunyikan dan yang kutampak¬kan, Engkau Ilahku yang tiada Ilah selain Engkau.”
Bel iau memerintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa dan sujud, seraya bersabda,
“Sesungguhnya is lebih pantas untuk dikabulkan bagi kalian.
Kemudian beliau mengangkat kepala sambi I mengucapkan takbir tanpa mengangkat kedua tangan. kemudian duduk Utirasy, mem bentangkan kaki kiri dan duduk di atasnya, menegakkan kaki kanan, meietakkan kedua tangan di atas kedua lutut, ujung tangan ada di atas lutut, tidak meng erakkan jari, dan mengucapkan doa,
“Ya Allah ampunilah bagiku, rahmatilah aku, cukupilah aku, tunjuki¬lah aku dun berilah aku rezki “

Hu dza i fah menyebutkan dari Rasu lullah Shallallahu Alaihivva Sallam, bahwa beliau mengucapkan doa,
“Ya Allah, ampunilah aku, ampunilah aku.”
Kemudian beliau bangkit dengan ujung kaki dan lututnya, bertumpu pada kedua pahanya. Jika sudah bangkit, beliau langsung memulai bacaan dan tidakdiam seperti yang dilakukan setelah takbiratul-ihram. Beliau shalat pada rakaat kedua seperti yang dilakukan pada rakaatpertama, kecuali empat hal: Diam, bacaan istiftah, takbiratul-ihram dan memanjangkannya.
Saat duduk untuk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kiri di atas paha kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan pula, inenunjuk dengan jari telunjuk, yang tidak meluruskannya secara lempang dan tidak menegak-kannya. tetapi membengkokkannya sedik it, tidak menggerak-gerakkannya. pandangan mata tertuju ke jari te I unjuk itu, mengembangkan jari-jari tangan kiri (tidak menggenggam). Sifat duduk tasyahhud sama dengan saat duduk antara dua sujud. Sedangkan hadits Ibnuz-Zubair yang diriwayatkan Mus¬lim, bahwa jika duduk dalam shalat, maka kaki kiri terletak di antara paha dan betis kaki yang kanan, di lakukan pada tasyahhud akhir. Begitulah yang senantiasa beliau lakukan dalam tasyahhud akhir, dan beliau mengajari para shahabat untuk mengucapkan,
“Satan? s’ejahtera bagi Allah, shake t clan hal-hal yang balk. Kesejah¬teraan bagimu wahai nabi dan rahmat Allah serta barakah-Nya, S’alam sejahtera atas kami dan hamba-hambaAllah yang shalih. Aku bersaksi bahwa dada Itch selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.”
Beliau memendekkan bacaan tasyahhud in i, seakan-akan beliau se¬dang duduk di atas batu yang panas. Tidak pernah dinukildari saw hadits pun bahwa beliau mengucapkan shalawat dan salarn atas diri dan kerabat beliau, tidak memohon perlindungan dari adzab kubur, adzab Jahannam, cobaan hidup dan mati. cobaan AI-Masih Ad-Dajjal.*) Bolds jadi orang yang ingin mengucapkannya, karena dia memahami dari keurnuman yang dianjurkan untuk diueapkan pada tasyahhud akhir.
Kemudian beliau bangkit sambi I mengucapkan takbir, di atas ujung kaki. Sedangkan tangan tetap berada di atas luta, bertumpu kepada paha.
Di dalam Shahih Muslim dan sebagian jalan riwayat Al-Bukhary d i se-butkan bahwa beliau mengangkat kedua tangan di tempat in i, kernudian hanya membaca AI-Fatihah saja. Tidak ada saw riwayat pun yang menyebut¬kan bahwa beliau membaca sesuatu setelah A I-Fati hah pada dua rakaat yang terakbir (untuk shalat yang empat rakaat).
A rt inya pada la syahhud awal atau pertengahan. karena hal itu dihaca hanya pada tasyahhud akhir.

Tidak ada tuntunan yang membolehkan menoleh pada waktu shalat. Di dalam Shahih A l-B ukhary disebutkan, bahwa ada seseorang yang mena-nyakan hal ini. Maka beliau menjawab, “Menaleh adalah sambaran yang di lakukan syetan dari shalat hamba.” Memang beliau pernah melakukannya, tapi itu dilakukan karena sebab tertentu dan bukan merupakan kebiasaan yang terus-menerus dilakukan, seperti beliau menoleh ke arah celah yang bisa ditempati penjaga.*)
Beliau mengucapkan doa setelah tasyahhud akhir sebelum salam. Bah-kan beliau memerintahkannya seperti yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah dan Fadhalah. Doa sesudah salam dengan menghadap kiblat atau menghadap para makmum, tidak termasuk tuntunan beliau. Doa-doa secara umum yang berkait dengan shalat, diucapkan saat shalat dan begitulah yang beliau perintahkan. Hal ini sesuai dengan keadaan orang shalat yang mengha-dap Allah. Jika sudah salam, berarti tidak lagi dalam keadaan menghadap Allah. Kemudian beliau mengucapkan salam ke arah kanan lalu ke arah kiri. Begitulah yang senantiasa beliau lakukan. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengucapkan satu kali salam tanpa menoleh. Tapi riwayat ini tidak kuat. Ada pu la yang diriwayatkan dari A isyah seperti yang disebutkan dalam As-Sunan. Tapi ini pun juga had its lemah. Jadi tidak cukup hanya de¬ngan satu salam saja.
Inilah di antara doa-doa yang beliau baca sesudah tahiyyat akhir sebe¬lum salam,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mudari adzab kubur. Aku berlindung kepada-Mu dari godaan Al-Masihud¬Dajjal. Aku berlindung kepada-Mu dari cobaan hidup dan mati. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan hutang.”
“Ya Allah, ampunilah bagiku dosaku, lapangkanlah bagiku dalam tempat tinggalku, berkahilah bagiku dalam rezkiku. “
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ketetapan dalam urusan kepada-Mu clan kesungguhan dalam petunjuk. Aku memohon kepada¬Mu agar dapat mensyukuri nikmat dan beribadah dengan baik kepada¬Mu. Aku memohon hati yang suci dan lidah yang henar kepada-Mu. Aku memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dart kejahatan yang Engkau ketahui, dan aku memohon ampunan terhadap dosa-dosa yang Engkau ketahui.”
Yang diriwayatkan dari beliau tentang semua doa yang diucapkan
dalam shalat ini dalam bentuk tunggal (aku) dan bukan jama* (kami). Padahal
1 fa) itu terjadi saat shalat suhuh. Beliau mcnoleh ke sebuah celah jalan yang memunekinkan bagi penjaganya untuk maju he depart. Jadi apa yang beliau lakukan ini karena ada rehab khusus.

dalam riwayat Al-imam Ahmad dan Ahlus-Sunan disebutkan dari hadits Tsauban, dari Nabi Shallallahu Alaihi tiva Sa “Seseorang tidak boleti mengimami suatu kaum, lalu dia mengkhususkan doa bagi dirinya sendiri tanpa mereka. Jika dia melakukannya, berarti dia telah mengkhianati mere¬ka.” Sementara lbnu Khuzaimah menyebutkan di dalam Shahih-nya. dan dia
menyebutkan doa yang dibaca Rasulullah Shallallahu Alaihi 14′a “Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan kesalahan-kesalahanku….- Di sini disc-butkan lafazh tunggal. yang berarti untuk diri beliau sendiri. Maka hadits ini sudah cukup untuk menyangka I had its maudhu’ di atas. Saya juga mendengar Syaikhul-lslam Ihnu Taimiyah berkata, “Menurtit hemat saya, hadits yang menyebutkan doa yang dibaca imam semacam ini sudah tertuju untuk dirinya clan juga untuk makmum. Mereka bersekutu di dalamny a, seperti halnya doa qunut atau lain-lainnya.
Beliau menekurkan kepala dalam shalat.’) Hal ini disebutkan Ahmad dalam riwayatnva. Sementara tatkala tasyahhud pandangan beliau tidak lchih dari ujung telunjuknya. Allah telah menjadikan kesenangan dan kenikmatan beliau ada dalam shalat. Beliau pernah bersabda kepada Bilal, “Hai Bilal, buatlah kami heristirahat dengan shalat.”
Suatu kali beliau sudah memulai shalatdan bermaksud hendak meman-jangkannya, Tapi tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Maka beliau memen-dekkannya, karena khawatir akan merisaukan hati ibu bayi tersebut. Ketika sedang mengerjakan shalat fardhu beliau juga pernah menggendong Umamah binti Abu I-Ash, cucu beliau atau putri Zainab. Jika berdiri, beliau menggenclongnya, dan ketika ruku atau sujud, beliau meletakkannya. Al¬Hasan dan Al-Husain juga pernah mendekati beliau ketika sedang shalat, lalu naik ke atas punggung beliau. Saat itu beliau memanjangkan sujudnya, karena khawatir akan menjatuhkan salah seorang di antara keduanya. Ketika beliau sedang shalat, A isyah datang. Maka beliau berjalan, membukakan pintu, lalu beliau kembali lagi ke tempat shalatnya lagi. Beliau menjawab salam dengan isyarat ketika sedang shalat, seperti yang diriwayatkan dari Jabir, Anas, Shu¬haib, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Mas’ud Radhlyallahu Anhum. Tentang had its Abu Ghathafan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi Iva Sallam, beliau bersabda, “Siapa yang mem beri isyarat dalam shalatnya, sehingga isyarat itu bisa dipahami, maka hendaklah dia mengulang lagi shalatnya”, adalah hadits batil seperti yang dikatakan Ad-Daruquthny. Yang benar, beliau pernah memberi isyarat.
Terkadang beliau shalat tanpa mengenakan alas kaki, terkadang mengenakannya. dan bahkan beliau memerintahkan untuk shalat dengan
•1 Artin)d pandangan beliau tidak lebih dari tempat sujud. tidak memejamkan maw dan pula mcndontlakkan kepala

mengenakan alas kaki, agar berbeda dengan orang-orang Yahudi. Terkadang beliau shalat dengan mengenakan satu lembar pakaian dan terkadang mengenakan dua lembar pakaian. Tapi yang terakhir ini lebih sering beliau lakukan.
Ada beberapa anak kecil yang hendak lewat di depan beliau ketika beliau sedang shalat. Lalu beliau memberi isyarat dengan tangan agar mereka rnenyingkir, sehingga mereka pun menyingkir. Bel iau pernah men iup ketika shalat, pernah menangis, berdahak, berdehem, karena ada sebab khusus yang membuat beliau melakukan hal-hal itu.
Bel iau pernah membaca doa qunut selama sebu tan penuh, dan setelah itu tidak melakukannya lagi, tepatnya setelah ruku’. Doa qunut ini dibaca karena ada sebab-sebab khusus, dan selagi sebab itu hilang, maka beliau tidak lagi mengerjakannya. Terus-menerus membaca qunut bukan termasuk tun¬tunan beliau. Jelas sesuatu yang mustahil beliau selalu membaca doa qunut setelah berdiri dari ruku ‘Allhummandinifiman hadait….”sambil menge¬raskan suara dan diamini para makmum. Tak seorang pun di antara para sha¬habat yang melakukannya. Bahkan mereka rnengatakan, “Itu adalah bid’ ah yang diada-adakan.” Hal ini diriwayatkan Ahlus-Sunan. Sekiranya beliau dan para shahabat melakukannya, tentu umat akan menukil hal ini dan merinci¬nya. Tuntunan beliau tentang qunut hanya khusus pada saatterjadi bencana, dan meninggalkannya jika bencana itu sudah lewat. Bel iau juga tidak meng-khususkannya hanya pada waktu shalat subuh Baja, tapi yang iebih banyak lakukan ialah pada waktu-waktu dikahuikannya doa, seperti waktu akhir ma’am dan waktu sahur. Tentang hadits Abu Ja’far Ar-Razy. dad Ar-Rabi’ bin Anas, dad Anas. dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wo Salim senantiasa membaca doa qunut pada waktu shalat subuh hingga meninggal dunia”. disebutkan di dalam A/-Musnad, At-Tirmidzy juga meriwavatkan¬nya. Tapi Abu Ja’far ini didha’ Ulan Ahmad dan juga lain-la innya.
Tuntunan Sujud Sahwi
Telah diriwayatkan dad Rasulullah Shallallahu A laihi Ivo &Ilium, bah-wa beliau bersabda,
“Aku hanyalah manusia hiasa yang bisa lupa schagannana kalian
yang juga bisa lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.”
Kelalaian beliau merupakan kesempurnaan nikmat bagi umat dan kesempurnaan agama, agar mereka mengikuti beliau. Pasalnya beliau pernah beranjak meninggalkan shalat setelah mendapatkan dua rakaat dari empat rakaat yang mestinyadilakukan. Setelah mengqadha’ rakaatnya yang kurang, beliau sujud sebelum salam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa siapa yang ketinggalan sebagian dari bagian-bagian shalat yang bukan termasuk rukun, maka dia hams sujud sebelum salam. Beliau pernah mengucapkan salam

setelah mengerjakan dua rakaat pada shalat isya’ atau maghrib. Kemudian beliau berbicara. Ketika ada shahabat yang mengingatkan, maka beliau menyempurnakannya, mengucapkan salam, sujud lalu salam lagi. Beliau juga pernah mengakhiri shalatnya, kemudian pergi, padahal masih ada satu rakaat yang tersisa. Maka Thalhah berkata kepada beliau, “Engkau lupa satu rakaat.” Beliau kembali lagi ke masj id, menyuruh Bilal menyerukan igamah, lalu shalat satu rakaat bersama orang-orang. Hal ini diriwayatkan Ahmad. Beliau juga pernah shalat lima rakaat pada waktu shalat zuhur. Lalu orang¬orang memberitahu beliau, “Engkau telah shalat lima rakaat.” Maka beliau sujud. Beliau juga pernah mengerjakan shalat ashar hanya dengan tiga rakaat, kemudian pulang masuk rumah. Orang-orang mengingatkan beliau. Maka beliau keluar rumah, shalat bersama mereka satu rakaat, kemudian salam, sujud, lalu salam lagi. Inilah yang diriwayatkan dari beliau, yaitu ada lima tempat.
Di dalam Ash-Shahihain, dari had its Abdullah bin Buhainah, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi waSallam pernah shalat dua rakaat pada waktu zhuhur, tidak duduk melakukan tasyahhud awal. Setelah meriqadha’ shalat¬nya, maka beliau sujud dua kali, kemudian salam. Dalam riwayat Muttafaq Alaihi, disebutkan beliau mengucapkan takbir untuk setiap sujud, dalam posisi duduk sebelum salam.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengucapkan salam setelah dua rakaat, entah dalam shalat zuhur atau ashar. Setelah itu beliau berbincang-bincang. Kemudian beliau menyempurnakannya, melakukan dua kali sujud setelah salam dan berbincang-bincang itu, mengucapkan takbir tatkala sujud dan tatkala bangkit dari sujud.
Suatu kali beliau mengucapkan salam lalu beranjak pergi. Padahal masih ada satu rakaat yang ketinggalan. Thalhah bin Ubaidillah yang menge¬tahuinya berkata kepada beliau, “Engkau lupa satu rakaat.” Maka beliau kembali lagi, masuk rnasj id dan menyuruh Bilal untuk iqamah, lalu orang¬orang juga ikut mengerjakan satu rakaat yang ketinggalan itu.
Beliau pernah shalat zuhur lima rakaat. Lalu ada yang berkata di hadap-an beliau, “Apakah ada tambahan dalam shalat?” Beliau bertanya. -Ada apa memangnya?- Orang-orang menjawab, “Engkau shalat lima rakaat.” Maka beliau sujud dua kali. Hadits Muttafaq Alaihi.
lnilah yang diriwayatkan tentang kelalaian Rasulullah Shallallahu Alaihi via Sallam dalam shalat, yaitu ada di lima tempat.
Tuntunan Rasulullah dalam Dzikir Seusai Shalat dan Beberapa Masalah Lainnya
Memejamkan rnata dalam shalat bukan termasuk petunjuk be liau. Bah-kan Ahmad dan memakruhkannya. Menurut mereka, mernejam

kan mata termasuk kebiasaan orang-orang Yahudi. Tapi ada juga yang membolehkannya, karena dengan memejamkan mata itu bisa menimbulkan kekhusyukan. Yang benar, se lagi membuka mata tidak mengurangi kekhu¬s> ukan, maka itulah yang afdhal. Tapi jika dengan membuka mata itu bisa mengganggu kekhusyukan, karena di arah kiblatnya ada sesuatu yang meng-ganggunya, maka hal itu tidak dimakruhkan. Sebab yang pokok dalam shalat adalah menjaga kekhusyukan dalam shalat.
Setelah mengucapkan salam, beliau biasa membaca istighfartiga kali, lalu mengucapkan dzikir,
“Ya Allah, Engkau Pemberi selainat dan dari-Mulah keselamatan itu.
Mahasuci Engkau wahai Dzat Yang Mahaagung dan Maha Pemurah.”
Bel iau tidak menghadap ke arah kiblat kecuali selama bacaan dzikir in i, lalu beliau cepat-cepat menghadap ke arah makmum. Terkadang beliau menghadap ke arah makmum di bagian kanan dan terkadang menghadap ke bagian kiri. Yang pasti beliau tidak pernah mengkhususkan pada satu sisi tanpa sisi yang lain. Saat salam beliau menoleh ke arah kanan lalu ke kiri. Seusai shalat fajar beliau tetap berada di tempat shalatnya, hingga matahari terbit dan memancarkan sinarnya secara terang. Setiap usai shalat fardhu beliau biasa membaca,
“Tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, dan Dia Berkuasa atas segala sesuatu. ” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
“Ya Allah, tak seorang pun yang dapat menghalang-halangi apa yang hendak Engkau berikan, dan tiada seorang pun yang dapat memberi¬kan apa yang Engkau tahan, dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya di sisi-Mu. Tiada kekuatan dan daya kecuali datangnya dari Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, karunia danpujian yang baik. Tiada Ilah selain Allah, yang kita ikhlas berbakti kepada-Nya, se kalipun orang-orang kafir tidak suka. ” (Diriwayatkan Muslim).
Abu Daud meriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa mengucapkan doa setelah salam,
“Ya Allah, ampunilah bagiku apa yang kudahulukan dan apa yang kuakhirkan, apa yang kurahasiakan dan apa yang kutampakkan, apa yang kulebih-lebihkan dan apa pun yang Engkau lebih Inengetahui daripada aku. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkau pula yang mengakhirkan. Tiada Ilah selain Engkau. “
Bel iau menganjurkan umatnya mengucapkan seusai setiap shalat fardhu, tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir tiga puluh tiga kali, lalu digenapi seratus kali dengan ucapan,

“Tiada Ilah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nyapula pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”
Ibnu Hibban menyebutkan di dalam Shahih-nya, dari Al-Harits bin Muslim, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Jika engkau sudah mengerjakan shalat subuh, maka ucapkanlah
sebelum engkau berkata-kata, ‘Ya Allah, lindungilah aku dari neraka
tujuh kali. Jika engkau meninggal pada hari itu, maka Allah menetap
kan pembebasan dari neraka bagimu. Dan jika engkau sudah menger
jakan shalat maghrib, maka ucapkanlah sebelum engkau berkata-kata,
Ya Allah, lindungilah aku dari neraka tujuh kali. Jika engkau
meninggal pada malam itu, maka Allah menetapkan kebebasan dari
neraka bagimu. (Diriwayatkan Ibnu Hibban dan Abu Daud).*)
An-Nasa’y menyebutkan di dalam As-Sunanul-Kabir, dari had its Abu Umamah, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang membaca ayat Kursy seusai setiap shalat wajib, maka dia
tidak dihalangi untuk masuk surga hingga dia meninggal dunia.
Jika shalat menghadap ke dinding, maka beliau membuat jarak antara diri beliau dan dinding itu, yang bisa dilalui seekor kambing dan beliau tidak jauh-jauh dari dinding itu. Bel iau juga memerintahkan untuk mendekatkan pembatas yang dibuat di hadapan tempat sujud. Jika beliau shalat menghadap ke arah tiang, tongkat atau pohon, maka beliau menyisih ke samping kanan atau kirinya, dan tidak menjadikannya sebagai penghalang ke arah kiblat. Be¬liau pernah menancapkan tombak pendek pada saat mengadakan perjalanan dan juga saat menetap, lalu shalat ke arahnya, karena tombak itu dijadikan sebagai pembatas. Bel iau juga pernah meletakkan pelana di hadapan beliau. lalu beliau shalat ke arahnya, yang juga dimaksudkan sebagai pembatas. Beliau memerintahkan agar orang yang sedang shalat membuat pembatas, meskipun hanya dengan anak panah atau tongkat. Jika tidak mendapatkan¬nya, maka dia bisa membuat garis di hadapannya di atas tanah. Tapi kalaupun tidak memaham i pembatas ini pun, shalat tetap dianggap sah. Diriwayatkan secara shahih, bahwa pernah ada wanita yang lewat di hadapan beliau sewak¬tu shalat, begitu pu la keledai dan anjing bewarna hitam. Beliau juga pernah shalat, sementara Aisyah tidur di hadapan beliau. Tapi seseorang diharamkan berlalu di hadapan orang yang sedang shalat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa memelihara sepuluh rakaat (nafilah) saat menetap. Inilah yang dikatakan Umar bin Al¬Khaththab. “Aku menghapal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Di dalam isnadnya ada yang majhul, yang berarti hadits ini dha’ if

sepuluh rakaat: Dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya’ dan dua rakaat sebelum su¬buh. beliau ketinggalan mengerjakan dua rakaat setelah zhuhur, maka beliau mengqadha’nya setelah shalat ashar, waktu yang sebenarnya dilarang mengerjakan shalat. Tapi terkadang beliau mengerjakan empat rakaat setelah zhuhur. Tentang dua rakaat sebelum maghrib, ada riwayat shahih, bahwa beliau bersabda, “Shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib.” Tapi pada bagian lain disebutkan, “Bagi siapa yang menghendakinya”, karena dikhawa¬tirkan manusia akan menjadikannya sebagai kebiasaan. Jadi pendapat yang benar, shalat dua rakaat sebelum maghrib itu sekedar sebagai anjuran dan bukan merupakan sunat rawatib.
Rasulu I lah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan keseluruhan shalat sunat dan tathawwtr. ini di dalam rumah, terlebih lagi shalat sunat maghrib. Sama sekali tidak pernah dinukil dari beliau bahwa befiau menger¬jakannya di masj id. Bel iau sangat keras dalam memelihara shalat sebelum subuh, yang hampir tidak pernah beliau tinggalkan, begitu pula shalat witir, baik tatkala sedang menetap maupun ketika dalam perjalanan. Tidak pernah dinukil dari beliau, bahwa beliau mengerjakan shalat sunat dalam perjalanan selain dari shalat sebelum subuh ini.
Para fuqaha’ sating berbeda pendapat, mana yang Iebih kuat antara shalat sebelum subuh yang menjadi perlambang perrnulaan amal, dengan shalat witir yang menjadi perlambang penutup amal. Begitulah menurut penuturan Ibnu Taimiyah. Karena itu beliau mengakhiri dua shalat ini dengan surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas, yang kedua surat ini menghimpun tauhid ilmu dan amal, tauhid ma’rifat dan kehendak, tauhid akidah dan tujuan. F irrnan Allah, “Katakanlah, ‘Dialah Allah Yang Mahaesa’”, mengandung keesaan yang hares ditetapkan terhadap Allah, yang menafikan persekutuan dalam bentuk apa pun, menafikan anak dan bapak untuk menggamharkan kesempurnaan keesaan, kekayaan dan keberadaan Al lah sebagai tempat bergantung, menafikan kesamaan, penyerupaan dan tandingan, mengandung penetapan segala kesempurnaan, yang menafikan kekurangan. Semua ini merupakan himpunan tauhid ilmu yang menjelaskan berbagai macam golongan yang sesat dan syirik. Karena itu surat Al-Ikh las ini menyamai sepertiga Al-Qur’an. I ntinya berkisar pada penetapan dan pengaharan. Penetapan Lida tiga macam: Perintah, larangan dan pembolehan. Sedangkan pengaharan ada dua macam: Pengabaran tentang Khaliq, tentang asma. dan sifat-sifat-Nya, dan pengabaran tentang makhluk. Surat Al-lkhlas murni merupakan pengabaran tentang Allah. sifat daft asma–Nya, yang member¬sihkan pembacanya dari syirik ilmu, sebagaimana surat Al-Kafirun yang membersihkan pembacanya dari syirik amal. Karena ilmu itu diposisikan sebelum amal, menjadi imam dan penuntunnya,•maka surat Al-I kh las

menyamai sepertiga A l-Qur. an, sedangkan surat A l-Kafirun menyama seperempat Al-Qur’an. Karena syirik amal itu lebih mendominasi jiw manusia untuk mengikuti nafsu, dan banyak dilakukan manusia, padaho inereka mengetahui dampaknya, maka disebutkan penegasan tentang hal it dengan firman Allah, “Katakanlah, orang-orang kafir’.” Karena it surat Al-Kafirun dan Al-lkhlas ini juga dibaca dalam dua rakaat thawai karena haji merupakan syiar tauhid, sebagaimana keduanya dibaca sae memulai amal siang hari dan mengakhiri amal maim hari.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa berbaring pada lambun kanan setelah shalat sunat fajar. Ada dua golongan yang berbuat secar berlebih-lebihan dalam hal ini. Ada yang mewaj ibkannya dari golongan ah zhahir, dan ada Pula yang memakruhkannya dan bahkan menganggapny bid’A. Malik dan lainnya mengambiljalan tengah. Mereka membolehkar nya jika dimaksudkan untuk mengistirahatkan badan, dan memakruhkanny jika menganggap pelaksanaannya sebagai sunat.
Tuntunan Rasullullah tentang Shalat Maiam
Orang-orang salaf dan juga khalaf sating berbeda pendapat, apaka shalat malam itu wajib bagi beliau ataukan tidak? Dua golongan sama-sam berhujjah dengan firman Allah, “Dan, pada sebagian malam hart shalt tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. ” (A1-Isra’: 79;
Satu golongan mengatakan bahwa perintah dalam ayat ini jelas buka merupakan fardhu. Sedangkan lainnya mengatakan bahwa perintah shah tahajjud dalam ayat ini kepada beliau sama dengan perintah dalam ftrmar Nya, “Hai orang yang berselimut, bangunlah (untuk shalat) di malam ham kecuali sedikit (daripadanya). (Al-Muzzammi I: 1-2). Sementara tidak ad ayat lain yang menghapusnya.
Tentang firman Allah, “nalilatan laka”, sekal i pun maksudnya adala tathawwd, bukan berarti merupakan pengkhususan shalat nafilah bagi be liau. Yang dimaksudkan nafilah dalam ayat ini adalah tambahan. Artiny tahajjud Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam merupakan tambahan derajat da pahala beliau. Karena itu ada pengkhususan shalat tahajjud bagi beliau. St dangkan shalat malam bagi selain beliau hukumnya mubah dan berfung! menghapus kesalahan. Sementara dosa Nabi Shallallahu Alaihi wa Saila! yang lampau dan yang mendatang telah diampuni. Bel iau shalat malaria ata tahajjud untuk menambah ketinggian derajat, sedangkan selain beliau melt kukannya untuk menghapus dosa dan kesalahan.
Yang pasti, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah meninE Balkan shalat malam, baik selagi menetap maupun saat mengadakan perjalar an. Jika beliau ketiduran atau sedang sakit, maka beliau shalat dua helas raka. pada siang hari. Ibnu Taint iyah berkata, “Di sini terkandung dal ilbahwa wit

tidak perlu digadha’ jika ketinggalan pelaksanaannya. Kedudukannya seperti shalat tahiyat masj id. shalat gerhana, shalat istisqa’ dan lain-lainnya. Karena maksud pelaksaan witir ini ialah agar is menjadi penutup shalat ma’am, seba-gaimana shalat maghrib yang menjadi penutup shalat siang. Jika waktu ma’am sudah tewat dan shalat subuh sudah dilaksanakan, maka tidak perlu ada qadha’ shalat witir.”
Lalu bagaimana dengan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Majah dari had its Abu Said Al-Khudry. “Siapa yang tertidur dun tidak sempat mengerjakan witir atau dia lupa mengerjakannya, maka hendaklah dia mengerjakannya pada pagi hari atau ketika mengingatnya?” Hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah, karena me-ngandung banyak kelemahan. Yang benar adalah sabda beliau yang diriwa-yatkan Muslim dan Ibnu Majah, Kerjakanlah shalat witir sebelum datang waktu shalat subuh.
Bilangan shalat malam yang dikerjakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Salim adalab sebelas rakaat, atau tiga betas rakaat, jika disertai dengan shalat iftitah dua rakaat sebelum shatat tahajjud, atau dua rakaat sesudah witir atau shalat sunat fajar.
Inilah beberapa riwayat tentang shalat malam dan witir yang dilaksa¬nakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta shalat yang dilakukan pada awal malam.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sekali-kali Rasulullah IallahuAlaihi wa Ballarat tidak mengerjakan shalat isya’, lalu beliau masuk ke tempatku, melainkan setelah itu beliau mengerjakan shalat empat rakaat atau enam rakaat. Kemudian beliau menghampiri tempat tidurnya.”
Dari Aisyah Radhivallahu Anha, dia berkata, “Jika Rasulullah Shut-?Oahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat malam, maka beliau memulai dengan dua rakaat yang ringan.” (Diriwayatkan Muslim. Dalarn hadits dari Abu Hurairah, beliau juga memerintahkan yang demikian itu).
I3eliau hangun tepat pada tengah malam, beberapa saat sebelum atau sesudahnya. Atau bet iau bangun ketika mertdengar suara kokok ayam jantan, yang biasanya ayam herkokok pada paruh kedua dari waktu malam. Ter¬kadang beliau menye la shalatnya, dan terkadang merwerjakannya secara berkelanjutan, dan yang kedua in i lebih seri ng di lakukan. sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, saat dia bermat am di rurnah bet iau, bahwa bet iau bangun rnalarn, bersiwak dan wudhu’. Kemudian beliau membaca ayat,
“Sesunggithnya dalam penciptaan langit darn bony/, dan silih bergan
tinya 1-77010771 dan slang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (Ali Imran: 190).
Betiau melanjutkan ayat-ayat selanjutnya hingga akhir surat Ali Imran. Kemudian beliau shalat dua rakaat (di masj id), memanjangkan berdirinya,

ruku’ dan sujudnya. Kemudian kembali, lalu tidur hingga terdengar suara dengkurannya. Kemudian beliau bangun lagi dan berbuat seperti itu pula hingga tiga kali, kemudian shalat witir tiga rakaat. Ketika terdengar suara adzan, beliau keluar untuk shalat subuh sambil mengucapkan doa,
1 •
L57-’—” Ls! L.5″%1:4 6-11
o —

• L.1 1 ‘ ° °
- , . ),”-’ ‘,5 J
O. , o 0-.
1 -6111 _Ls? ,:rf L.PL”‘rl
“Ya Allah, jadikanlah di hatiku cahaya, di lisanku cahaya, jadikanlah
di pendengaranku cahaya, jadikanlah di penglihatanku cahaya,
jadikanlah dari belakangku cahaya, jadikanlah dari depanku cahaya,
jadikanlah dart atasku cahaya dan jadikanlah dari bawahku cahaya.
Ya Allah, berikanlah kepadaku cahaya.” (Diriwayatkan Muslim).
Witir yang beliau lakukan ada beberapa macam, satu di antaranya seperti yang dituturkan lbnu Abbas di atas. Bel iau pernah shalat malam dela¬pan rakaat, mengucapkan salam dalam setiap dua rakaat, kemudian witir lima rakaat secara berkelanjutan, tidak duduk kecuali di rakaat yang terakhir. Bel iau juga pernah witir sembilan rakaat secara berkelanjutan, tidak duduk kecuali pada rakaat kedeiapan untuk berdzikir kepada Allah, memuji dan berdoa, kemudian hangkit tanpa mengucapkan salam, kemudian shalat untuk rakaat kesembilan, kern udian duduk untuk tasyahhud, lalu mengucapkan salam. Setelah salam beliau masih mengerjakan dua rakaat lagi. Be liau juga pernah mengerjakan witir tujuh rakaat, cara pelaksanaannya seperti sembilan rakaat itu, duduk pada rakaat keenam tanpa salam, lalu berdiri untuk menger¬jakan rakaat ketujuh, lalu duduk tasyahhud dan salam. Setelah itu beliau mengerjakan shalat dua rakaat sambil duduk. Adakalanya beliau shalat dua rakaat dua rakaat, kemudian witir tiga rakaat secara berkelanjutan, sebagai¬mana yang diriwayatkan Ahmad dart Aisyah.
Cara beliau melaksanakan shalat malam ada tiga macam: Sambil berdiri, dan ini yang paling sering dilakukan, sambil duduk, dan adakalanya beliau membaca sambil duduk, jika bacaannya tingga I sedikit beliau berdiri dan menyelesaikan bacaannya, lain mkt!”. Diriwayatkan bahwa belian pernah shalat dua rakaat setelah witir, terkadang sambil duduk dan terkadang membaca sebatian sambil duduk, lalu berdiri ketika hendak ruku’. Di dalam Al-Musnad discbutkan dari hadits Abu Umamah, bahwa beliau membaca surat Az-Zalzalah dan surat Al-Kafirun.
Sebagian orang ada yang menganggap musykil masalah dua rakaat setelah Nv itir ini. dengan menganggapnya bertentangan dengan sabda beliau,

“Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalat malam kalian.” Dalam hal ini Ahmad berkata, “Aku tidak rnengerjakannya tapi juga tidak melarang orang lain mengerjakannya.” Sedangkan Malik mengingkari dua rakaat itu. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau mengerjakan dua rakaat itu untuk menje¬laskan diperbolehkannya shalat setelah witir. Mereka menafsiri perintah beliau untuk mengakhiri shalat malam dengan witir, sebagai anjuran, dan dua rakaat sesudahnya diperbolehkan. Yang benar, witir adalah ibadah yang berdiri sendiri. Dua rakaat yang beliau lakukan setelah itu seperti halnya sunat setelah maghrib yang me lengkapi shalat maghrib. Sehingga dua rakaat ini juga melengkapi shalat witir. Shalat maghrib sebagai penutup shalat slang. dan witir sebagai penutup shalat malam. Dua rakaat setelahnya merupakan pelengkap.
Tidak pernah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau pernah qunut dalam shalat witir, kecuali dalam had its riwayat ibnu Majah, dari Ubay bin Ka’h, bahwa Rasulullah Shallallahu llaihi wa Sallam shalat witir lalu qunut sebelum ruku’. Tapi Ahmad berkata, “Aku memilih qunut setelah ruku’, dan semua riwayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang qunut, hanya dilakukan pada shalat subuh setelah ruku’. Maka qunut qitir pun kupilih setelah ruku’ dan bukan sebelumnya.”
Tapi tidak ada riwayat yang shah ih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang qunut witir, sebelum maupun sesudah ruku’. Hanya Umarlah ang melakukan qunut, yang berangkat dari As-Sunnah dan kembali ke As- Sunnah.
Tapi Ahmad dan juga Ahlus-,S’unan meriwayatkan dari hadits AI-I [asap bin Ali Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi 14 a Sallam mengajariku beberapa kalimat yang harus kuucapkan dalam witir, vaitu:

Cp"
– L., –

1_9
"Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana o•ang-orang yang Eng¬kau beri petunjuk, berilah aku afiat sebagaimana orang-orang yang Engkau bent afiat, berilah aku kekuasaan sebagaimana orang-orang yang Engkau hen kekuasaan, herkahilah bagiku dalam apa-apa yang Engkau limpahkan, lindungilah aku dari kejahatan apa yang Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau yang menetapkan dan tidak ada yang ditetapkan atas seungguhnya tidak ada yang hisa menghina¬kan orang yang Engkau lindungi, Engkau yang memberikan harakah

wahai Rabb kami dan Engkau Mahatinggi. " (Diriwayatkan Ahmad. At-Tirmidzy, Abu Daud, An-Nasa'y dan lbnu Majah).*)
AI-Baihaqy dan An-Nasa'y menambahi.
"Dan, tidak menjadi mulia orang Yang Engkau musuhi."*`)
Abu Daud dan An-Nasa'y meriwayatkan dari hadits Ubay bin Ka' b Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam membaca dalam shalat witirsabbihisma rahhikal-a 'la, dan qul ya ayyuhal-kafirun, dan qul huwallahu ahad. Jika sudah mengucapkan shalat, beliau mengucapkan subhanal-malikil-quddus tiga kali. dengan mcmanjangkan suara pada kali ketiga dan lebih nyaring. Ad-Daruquthny menambahi dengan isnad yang shahih, war-ruh.
Rasu I ul lah Shallallahu A laihi wa Sallam biasa memotong bacaan dan berhenti pada setiap ayat, seperti alhamdu lillahi rabbit alamin, berhenti, Ar¬Rahmanir-rahim, berhenti, maliki berhenti, dan seterusnya. Ber-henti pada setiap ayat adalah yang afdhal. Sementara sebagian Bari' berhenti pada bagian yang dikehendaki untuk berhenti berdasarkan tujuan. Tapi meng-ikuti tuntunan Nabi Shullallahu A laihi wa Sallam dan As-Sunnah adalah lebih utama.
Bel iau biasa membaca secara tartil, sehingga bacaan yang sudah pan
jang semakin bertambah panjang. "Ferkadang beliau membaca satu ayat hing
ga waktu suhuh. Manusia saling berbedapendapat, maka yang lebih afdhal,
membaca secara tartil sehingga hanya sedikit bacaannya, ataukah secara
cepat sehingga banyak bacaannya? Ada dua pendapat tentang masalah ini.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan juga lain-lainnya berpendapat. bahwa bacaan
secara tartil dan memahami bacaan adalah lebih afdhal, meskipun bacaan
nya hanya sedikit. Hal ini lebih baik daripada membaca secara cepat dan tan
pa merenungi maknanya, sekalipun bacaannya banyak. A lasannya, karena
maksud dari membaca itu adalah memahami dan memikirkan serta meng
amalkannya. Sementara membaca dan menghapalnya me rupakan sarana
untuk mencapai maknanya. Maka sebagian salafberkata, "Al-Qur'an turun
untuk diamalkan. Maka jadikanlah bacaan Al-Qur'an itu untuk mengamal
kannya." Karelia itu yang disebut ahli A1-Qur'an adalah yang mengamal
kannya dan mengamalkan apa yang dikandungnya, sekalipun mereka tidak
benar-benar menghapalnya. Sedangkan orang yang menghapalnya dan tidak
mengamalkan kandungannya, maka sama sekali tidak disebut ahli AI-Qur'an.
Masih menurut golongan ini, iman adalah amal yang paling mulia. Se
mentara memahami dan memikirkan kandungan Al-Qur'anlah yang bisa
Isnadnya shahih dan Ibnu Hibban juea menshahihkannya. "' Tambahan ini shah h

membuahkan iman. Jika hanya sekedar membaca tanpa memahami, maka yang seperti ini bisa di lakukan orang balk dan buruk, Mukmin dan munafik. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
o
o.5
_d • ••

"Perumpamaan orang munafik yang membaca AI-Qur 'an seperti Rai¬hanah. battnya harum dan rasanya pahit "(Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim).
Da]am hal ini manusia ada empat golongan: Pertama, ahli Al-Qu(an, yaitu orang yang paling mulia. Kedua, bukan ahli Al-Qur’an dan juga tidak memiliki iman. Ketiga, orang yang diberi Al-Qur’an namun tidak diberi iman. Keempat, orang yang diberi iman namun tidak diberi AI-Qur’an.
Orang yang diberi iman dan tidak diberi AI-Qur’an, lebih baik daripada orang yang diberi Al-Qur’an namun tidakdiberi iman. Begitu pula orang yang diberi pemahaman saat membaca lebih baik daripada orang yang diberi baca¬an yang banyak dan cepat tanpa pemahaman. I ni lah petunjuk Nabi Shal¬lallahu Alaihi wa Sallam. Sampai-sampai surat yang sudah panjang semakin bertambah panjang. Bahkan beliau mengulang-ulang satu ayat hingga pagi hail.
Sementara rekan-rekan Asy-Syafi’ y mengatakan, bahwa banyak membaca lebih baik. Hujjahnya adalah hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda.
o
L’Z'J• t1. 4119 alj4 ‘7,J L’.3.,*
“Siapa yang membaca satuhurufdari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Sementara saw kebaikan itu dilipatgundakan dengan sepu¬luh kebaikan yang serupa. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tapi alifsatu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf ” (Diri¬wayatkan At-Tirmidzy).
Di samping itu, Utsman bin Affan pernah membaca Al-Qur’an secara utuh dalam satu rakaat. dan masih banyak riwayat-riwayat lain dart orang¬orang salaf yang biasa membanyakkan bacaan.
Yang benar tentang masalah ini, pahala bacaan secara tartil dan disertai pemahaman, lebih tinggi dan lebih besar nilainya. Sementara pahala banyak membaca lebih banyak hilangannya. Gambaran yang pertama seperti memer-dekakan seorang budak yang sangat mahal, dan kedua seperti memerdekakan beberapa budak yang murah-murah harganya.

Terkadang Rasulullah Shallallahu Alaihi waSallam menyembunyikan bacaan pada shalat malam, dan terkadang menyaringkannya. Terkadang ber¬diri lama dan terkadang sebentar. Beliau juga pernah shalat sunat pada siang rnaupun malam hari ketika beliau berada di atas punggung hewan ketika da¬lam perjalanan. Bcliau memberi isyarat ketika ruku. dan sujud, dengan lebih menekurkan kepala ketika sujud.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Dhuha, Sujud Syukur dan Sujud Tilawah
Al-Bukhary meriwayatkan di dalam Shahih-nya, dari Aisyah, dia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dhuha. Sekiranya beliau mengerjakannya, tentu aku juga akan mengerjakannya.”
Al-Bukhary meriwayatkan dari lbnu Abi Laila, dia berkata, Tak seorang pun yang menyampaikan hadits kepada kami, bahwa dia melihat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat dhuha selain Ummu Hani’. Dia berkata.”Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam masuk ke rumahnya pada waktu penaklukan Makkah. Behau rnandi lalu shalat delapan rakaat. Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih cepat dari shalat beliau itu. Tapi beliau tetap menyempurnakan rukd dan sujudnya.”
Di dalam Shahih Muslim disebutkan dari Abdullah bin Syagiq, dia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah, “A pakah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat dhuha?” Dia menjawab. ”Tidak, kecuali jika beliau pulang sehabis keluar dari rumah.”
Masih banyak riwayat-riwayat lain dari para shahabat tentang shalat dhuha yang dikeriakan Rasulullah Shallallahu Sallam. Tapi banyak juga yang dha’ if. terputus dan bahkan maudhu’. Manusia berbeda pendapat tentang hadits-hadits ini. Di antara mereka ada yang menguatkan riwayat pe]aksanaan shalat dhuha, yang didukung beberapa riwayat, yang jumlah rakaatnya terkadang dua, empat, enam atau delapan rakaat. Lalu mana yang benar? Siapa yang ingin mengerjakannya, makaclia bisa mengerjakan dengan berapa pun rakaat yang dikehendakinya, dua rakaat hingga delapan rakaat.
lni adalah pendapat golongan pertama. Gokongan kedua lebih me-nguatkan tidak adanya pelaksaaan shalat dhuha, yang didukung beberapa riwayat dan amal para shahabat. Al-Bukhary meriwayatkan dari Ibriu Urnar, bahwa dia tidak pernah mengerjakan shalat dhuha, begitu pula Abu Bakar dan Urnar.
Golongan ketiga menganjurkan pelaksanaannya sesekali waktu. Ini salah satu riwayat dari Ahmad dan dikisahkan Ath-Thabrany dari segolongan orang.

Golongan keempat berpendapat, shalat dhuha d ikerjakan karena sebab tertentu seperti yang di lakukan Nabi Shallallahu A laihi waSallam, yaitu de-lapan rakaat saat berhasil melakukan penaklukan Makkah atau ketika tiba dari bepergian atau ketika mengunjungi suatu kaum atau ketika mendatangi masjid Quba’.
Adapun tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para shahabat tentang sujud syukur, yaitu ketika mendapatkan nikmat yang menggembira¬kan atau ketika ada bahaya yang tersingkirkan, sebagaimana yang diriwa¬yatkan di dalam A I-Musnad, dari Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu, bahwajika Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam mendapatkan sesuatu yang menggembira¬kan, maka beliau merunduk kepada Allah, bersujud seraya bersyukur kepada Allah.
Ka’b bin Malik juga melakukan sujud ketika mendapat kabar gembira, bahwa taubatnya diterima Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam riwa¬yat Al-Bukhary. Sa- id bin Manshur menyebutkan bahwa Abu Bakar Ash¬Shiddiq melakukan sujud ketika mendapat kabar tentang terbunuhnya Musailamah A I-Kadzdzab.
Tentang sujud tilawah, bahwa j ika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam me lewati ayat sajadah, maka bertakbir dan sujud, yang dalam sujudnya itu beliau mengucapkan,
ft 2-? o
• `,G,9_, °)–”.) 44.
“Wajahku sujud kepada Dzat yang menc iptakannya, tnembentuknya, tnembelah pendengaran dan penglihatannya, dengan daya dan kekua¬tan-Nya.
Tidak disebutkan bahwa beliau bertakbir ketika bangkit dari sujud ini, tidak pula tasyahhud dan salam. Begitulah yang diriwayatkan dari Asy-Sya¬fry dan Ahmad. Diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersujud ketika dalam alif lam mint tanzi I, Shad, An-Najm, A l-Insy iqaq dan A l-Alaq. Abu Daud meriwayatkan dari Amr bin Al-Ash, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah membaca¬kan lima belas ayat sajadah.
Tentang had its Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah tidak pernah sujud pada surat-surat yang pendek setelah pindah ke Madinah, maka in i adalah had its dha’if. Sebab ada riwayat shahih dari Abu Hurairah, bahwa dia pernah sujud bersama Nabi Shallallahu Alaihi 14′17Sallant pada surat Al-Alaq dan A l-Insyi-qaq. Sementara dia masuk Islam setelah beliau menetap di Madinah selama enam atau tujuh tahun.

Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Jum’at dan Keistimewaan Hari Jum’ at
Wan Shahih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah dan Hudzaifah Radhiyallahu Anhuma, keduanya berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Allah menyimpangkan orang-orang yang sebelum kita dari hurl Jum ‘at. Orang-orang Yahudi mempunyai hart Sabtu. Orang-orang Nashara mempunyai hari Ahad. Lalu Allah datang kepada kita dengan menunjuki kita de ngan hart Jum ‘at, ‘alit menjadikan hari ‘um ‘at, Sab¬tu dan Ahad. Begitu pula mereka akan mengikuti kita pada hurl kiamat. Kita adalah kaum terakhir dari penduduk dunia dun terdepan (masuk surga) pada hare kiamat, yang ditetapkan bagi mereka sebelum semita makhluk.
Di dalam Al-Musnaddan As-Sunan disebutkan dari hadits Aus bin Aus, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
. za fi
4L.3 °

L;_z-SLi

L:LA.1″, „cis,
„ ,
4_1)1 31 LI L J.-
-
“Di antara hari-hari kalian yang paling mulia adalah hariJuin ‘at. Pa¬da hari itu Allah menciptakan Adam, pada hari it a dia dimatikan, pada hari itu dia ditiup, pada hari itu sangkakala ditiup. Maka perbanyukhth shalawat alas diriku pada hari itu, karena shalawat kalian akan ditam¬pakkan kepadaku”. il4ereka bertanyu, “Wahai Basulullah, bagaima¬na shalmvat kami di! ampakkan kepada engkau, ,uadahal badan engkrur telah usang? Beliau menjavvab, “Sesungguhnya Allah mengharam
tanah untak me makan jasad para nabi.
Di dalam Jami At-Tirmidzy disebutkan dari hadits Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam, beliau bersabda,
e
. 0..3
•,
(•y Lrj Ey5-1 4
“Hari paling ba ik yang di dalamnya matahari terbit adalah hari Juni¬’at. Pack hari Eta Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke

dalam surga, pada hari itu dia dikeluarkan dari sana, dan hart kiamat tidak datang melainkan pada hart Juin ‘at.”
Di dalam Al-Mustadrak disebutkan dengan lafazh. “Pemimpin hari¬hari adalah hari Jum’
Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwaththa’, dad Abu Hurairah, secara marfu’, “Hari paling baik yang di dalamnya matahari terbit adalah had Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia diturunkan (ke bum i), pada hari itu taubatnya diterima, pada hari itu dia meninggal dunia, pada hari itu kiamat tiba. Tidak ada satu pun hewan melata melainkan bersuara pada hari Jum’at sejak dari waktu subuh hingga matahari terbit, karena sayang, ter¬hadap satu saat, kecuali j in dan manusia. Pada hari itu ada satu saat yang tidak ditemui hamba Muslim, dia shalat dan memohon sesuatu kepada Allah, me¬lainkan Allah akan memberikan kepadanya.”
Merupakan tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi waSallam untuk meng-agungkan had Jum’at ini. memuliakan dan mengkhususkannya dengan beberapa ibadah. Inilah di antara beberapa kekhususan yang dimiliki hari Jum’at:
1. Beliau biasa membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan pada shalat subuh pada hari Jum at. Ibnu Taimiyah berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi tiva Sallam membaca dua surat ini pada shalat subuh had Jum’at, karena keduanya membicarakan apa yang pernah terjadi dan apa yang akan terja¬di pada had Jum’at, seperti penciptaan Adam, penyebutan had berbangkit. pengumpulan manusia, yang semuanya terjadi pada had Jum’at. Maka dua surat ini di baca pada shalat subuh hari Jum’at untuk mengingatkan umat apa yang akan terjadi pada hari itu.”
2. Anjuran banyak membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu A laihi wa Sallam pada ma’am harinya. Beliau adalah pemimpin semua manusia dan had Jum’at merupakan pemimpin hari-hari. Maka shalawat pada hari Jum’at mem punyai keistimewaan yang tidak dimiliki hari yang lain, karena setiap kebaikan yang diperoleh umatnya di dunia dan di akhirat lewat beliau. Semua karunia yang mereka peroleh juga terjadi pada had Jum’at.
3. Shalat Jum’at adalah fardhu Islam yang paling kuat dan merupakan perkumpu I an orang-orang Muslim yang paling besar. Maka siapa yang meninggalkan karena meremehkannya, Allah akan menutup hatinya. Kedekatan penghuni surga dengan surga dan kesegeraan mereka masuk surga tergantung dari kedekatannya dengan imam saat shalat Jum’at dan kesegeraannya datang ke shalat Jum’at.
4. Perintah mandi pada hari Jum’at, yang pelaksanaannya dikuatkan dan bahkan !chi h kuat daripada kewajiban wudhu’ karena menyentuh dzakar, lebih kuat daripada melaksanakan shalat witir, lebih kuat daripada bacaan

shalawat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tasyahhud akhir.
5. Memakai wewangian pada hari Jum’at Iebih balk daripada memakainya pada hari lain.
6. Bersiwak pada hari Jum’at juga Iebih mulia daripada bersiwak pada hari lain.
7. Bersegera pergi ke masj id.
8. Banyak mendirikan shalat dan berdzikir kepada Allah serta membaca Al-Qur’an hingga imam datang.
9. Keharusan mendengarkan khutbah. Jika tidak, maka disebut lagha. Padahal siapa yang lagha dianggap seperti tidak mengikuti Jum’at.
10. Membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at yang n-iempunyai keistimewa¬an tersendiri, sebagaimana yang diriwayatkan Al-Hakim dan Al-Bai-haqy, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan riwayat yang shahih.
11. Tidak dimakruhkan shalat pada saat matahari bergeser dari tengah ufuk pada hari Jum’at. Ini menurut pendapat Asy-Syafi’y dan merupakan pilihan lbnu Taimiyah.
12. Muslim meriwayatkan di dalam Shahih-nya. bahwa Rasulullah Shal-lallahuAlaihi Sallam membaca surat Al-Jumu’ ah dan Al-Munafiqun atau Al-Ghasyiyah pada shalat Jum’at.
13. Hari Jum’at adalah hari ‘id yang berulang kali terjadi sekali dalam satu minggu. sebagaimana yang ditakhrij I briu Majah dari had its Abu Luba-bah bin Abdul-Mundzir dengan isnad hasan, bahwa hari Jum’at itu Iebih agung bagi Allah daripada Idul-Adhha.
14. Dianjurkan mengenakan pakaian yang paling bagus menurut kesanggup¬a n ketika pergi shalat Jum’at, sebagaimana riwayat Ahmad dari hadits Abu Ayyub, dengan isnad hasan.
15. Dianjurkan untuk membersihkan masjid dan mernbuatnya wangi ketika mendekati tengah hari, seperti yang dilakukan Umar bin Al-Khaththab di Masj id Nabawy di Madinah.
16. Tidak Jiperbolehkan bepergian pada hari Jum’at kecuali setelah melak-sanakan shalat Jum’at, yaitu setelah masuk waktu shalat. Jika bepergian dilakukan sebelum masuk waktu shalat, maka banyak yang memperbo-iehkannya, apalagi jika untuk berjihacl atau untuk keperluan yang nyata.
17. Setiap langkah kaki orang yang pergi ke shalat Jum’at mengandung pahala selama satu tahun, lengkap dengan puasa dan shalat malamnya.
18. I lari Jum’at adalah hari dihapuskannya kesalahan-kesalahan hingga Jum’at berikutnya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi via Sallam.

19. Jahannam dikobarkan setiap hari kecuali hari Jum’at, karena hari Jum’at merupakan bad yang paling agung di sisi Allah, yang pada hari ini banyak ketaatan dan ibadah dilakukan, yang menghalangi dikobarkan-nyaJahannam. Karena itu kedurhakaan orang yang beriman lebih sedikit pada had Jum’at ini daripada hari-hari yang lain. Berarti pengobaran ini beriaku di dunia dan bukan di akhirat. Sebab adzab di Jahannam pada hari akhirat tidak pernah disela dan tidak diringankan dad orang-orang yang memang layak menerimanya.
20. Pada hari Jum’at ada satu saat dikabulkannya doa, yang jika pada saat itu seorang hamba Muslim memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya. Saat ini rnasih terus berlaku dan tidak pernah dihapus atau dihentikan. Namun orang-orang tidak sepakat tentang kapan tepat¬nya.
21. Pada hari Jum’ at ada shalat Jum’ at yang dikhususkan dari seluruh shalat fardhu, dengan beberapa kekhususan yang tidak ada dalam shalat jama’ah yang lain. Tidak ada penekanan terhadap suatu shalat yang menyamai shalat Jum’at kecuali shalat ashar. Kaum Muslimin sepakat bahwa shalat Jum’at adalah fardhu ain, kecuali satu pendapat yang dikisahkan dari Asy-Syafi’y, yang mengatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah. Tentu saja pendapat ini salah.
22. Di dalamnya ada khutbah yang maksudnya untuk memuji dan meng-agungkan Allah, mempersaksikan wandaniyah-Nya, mempersaksikan
risalah Rasu lullah Shallallahu Alaihi b4 7C/ Sallam, mengingatkan umat
tentang hari-hari Allah, kekuasaan dan pembalasan-Nya kelak, wasiat takwa dan pen inekatan iman.
23. Anjuran menjadikan hari Juin’ at sebagai hari untuk banyak melakukan ibadah dan mengurangi kegiatan keduniaan.
24. Hari Jum’at yang merupakan ‘ id dalam satu minggu, sementara dalam ‘id ada penyembelihan qurban, maka qurbannya hari Jum’at ialah berse¬gera pergi ke shalat Jum’at.
25. Shadaqah pada hari Jum’at mempunyai keistimewaan daripada hari-hari lain, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan yang lebih utama daripada di bulan-bulan lain. Jika lbnu Taimiyah keluar dari rumah untuk pergi ke shalat Jum’at, maka dia mengambil apa pun yang ada di rumah, seperti roti atau lainnya, lalu dia shadaqahkan di jalan secara sembunyi-sem¬bunyi.
26. Pada had itu Allah menampakkan Did di hadapan para wali-Nya di surga dan mereka mengunjunei-Nya. S iapa yang paling dekat di antara mereka dengan Allah saat itu adalah yang paling dekat jaraknya dengan imam pada shalat Jum’at.

27. Asy-Syahid (yang mempersaksikan) sebagaimana yang difirmankan Allah adalah hari Jum’ at, sedangkan al-masyhud (yang dipersaksikan) adalah hari Arafah. Begitulah penafsiran clari Abu Hurairah.
28. Semua makhluk, baik langit, bumi, gunung dan lautan, menggigil keta¬kutan pada hari Jum’ at, kecuali j in dan manusia, sebagaimana yang disc¬butkan dalam riwayat shahih dari Abu Hurairah dan Ka’b.
29. Allah menyimpan hari Jum’at bagi umat Islam, tidak memberikannva kepada suatu umat hingga umat ini muncul, sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa orang-orang Yahudi mempunyai hari Sabtu dan orang-orang Nasrani mempunyai hari Ahad.
30. Hari Jum’at merupakan pi lihan Allah dari hari-hari dalam satu minggu. sebagaimana bu tan Ramadhan merupakan pilihan-Nya dalam satu tahun, dan lailatul-qadar merupakan pilihan-Nya dari seluruh malam, dan Mak¬kah merupakan pilihan-Nya dari seluruh tempat di bumi, dan Muham¬mad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan pi lihan-Nya dari semua makhluk.
31. Ruh orang-orang yang ada di kubur didekatkan, sehingga mereka bisa melihat siapa yang menziarahi mereka dan mengucapkan salam kepada mereka. Jadi hari Jum’at merupakan hari pertemuan antara orang yang sudah meninggal dan orang yang masih hidup. Jikatiba hari lciamat, ma¬ka yang terdahulu akan bertemu dengan yang kemudian, penghuni langit bertemu dengan penghuni bumi, yang zhalim bertemu dengan orang yang dizhalimi, matahari bertemu dengan rembulan.
32. Dimakruhkan mengkhususkan puasa pada had Jum’at. Ini merupakan penegasan Ahmad. Sedangkan Malik dan Abu Hanifah memubahkan¬nya, karena dalam hal ini hari Juni’ at tidak berbeda dengan hari-hari lain. Yang pasti, di dalam Ash-Shahihain disebutkan larangan pengkhususan puasa pada hari Jum’at.
33. Hari berkumpulnya manusia lalu mereka diingatkan tentang awal mula penciptaan dan hari kembali kepada Allah, mereka diingatkan tentang saat berkumpul pada hari kiamat.
Saat menyampaikan khutbah Jum’at, kedua mata beliau memerah, suaranya lantang, emosinya meningkat, seakan-akan beliau sedang menyam¬paikan peringatan kepada pasukan perang. Beliau biasa memendekkan khut¬bah dan memanjangkan shalat. Dalam khutbahnya itu beliau mengajarkan kaidah-kaidah Islam kepada para shahabat dan syariatnya. menyampaikan perintah dan larangan kepada mereka jika ada sesuatu yang memang diperlukan, sebagaimana beliau memerintahkan orang yang baru masuk masjid agar mendirikan shalat dua rakaat (tahiyatul-masjid). Jika melihat mereka sangat membutuhkan uluran bantuan. maka beliau memerintahkan

agar para shahabat yang lain mengeluarkan shadaqah. Behan memberikan isvarat dengan jari telunjuknya saat berdzikir dan berdoa kepada Allah.
Jika para shahabat sudah berkumpul. maka beliau keluar dari rumah dan mengucapkan salam kepada mereka. Jika naik mimbar, beliau mengha¬dapkan sclunth wajah kepada mereka dan mengucapkan salam. Kemudian duduk. Bilal mengumandangkan adzan. Jika adzan sudah selesai beliau ber¬diri menyampaikan khutbah.
Saat berkhuthah beliau melarang orang yang berjalan me langkahi orang-orang dan menyuruhnya duduk di tern pat. Bel iau memotong khutbah iika ada keperluan yang tiba-tiba muncu I. Jika sudah selesai beliau menyem-purnakannya, seperti perbuatan beliau yang memunaut Al-Hasan dan Al-Hu-sain dengan turun dari mimbar, lalu naik lagi dan menyelesaikan khutbahnya. Bel iau berdoa memohon hujan j ika saat itu lama tidak turun hujan. Yang pasti beliau menyampaikan berbagai hal menurut keadaan_ sehingga terkadang beliau mengucapkan, “Kemari hai Fulan, duduk hai Fulan, shalat hai Fulan,” dan lain sebagainya. Beliau tidak memeaang pedang atau lainnya, tapi beliau bersandar kepada sebuah tongkat sebelum naik mimbar. Mimbar beliau mempunyai tiga tataran. Sebeium ada mimbar itu, beliau pernah menyam¬paikan khutbah dengan bersandar kepada batang korma. Ketika sudah berpindah ke mimbar, maka batang pohon korma itu menangis, dan tangisnya bisa didengar semua orang yang ada di dalam masj id. Maka beliau memeluk batang pohon itu hingga diam. Beliau menyampaikan khutbah dengan her¬d i ri, lalu duduk sebentar antara dua khutbah, tanpa mengucapkan dan tidak ada ucapan apa pun, lalu berdiri menyampaikan khutbah kedua. Jika sudah selesai, Bilal mengumandangkan iqamat. Bel iau memerintahkan orang-orang untuk lebih dekat kepada beliau. Seusai mengerjakan shalat Jum’at beliau masuk rumah dan shalat dua rakaat di rumah. Tapi beliau memerintahkan orang yang hendak mengerjakan shalat setelah Jum’at, dengan empat rakaat. Ibnu Taimiyah berkata, “Jika beliau shalat di masjid, maka beliau shalat empat rakaat, dan jika di rumah, beliau shalat dua rakaat saja.”
Yang perlu dicatat, tidak ada shalat sunat sebelum Jum’at. Sebab setelah Bilal selesai adzan, maka Nabi Shallallahu A laihi wa Salim langsung menyampaikan khutbah tanpa ada jeda waktu. Inilah yang teijadi. Maka bagaimana mungkin ada anggapan bahwa setelah Bilal adzan mereka bangkit untuk mend irikan shalat sunat dua rakaat. Yang dem ikian ini adalah orang¬orang yang sama sekali tidak mengerti As-Sunnah dan bodoh.
Orang-orang yang mengatakan ada shalat sunat sebelum Jum’at, berhujjah bahwa shalat Jum’at itu adalah shalat zhuhur yang dipendekkan, sehingga semua yang berlaku untuk shalat zhuhur juga berlaku untuk shalat Jum’at. Ini merupakan hujjah yang amat lemah dan sulit diterima. Shalat Jum’at berdiri sendiri yang jauh berbeda dengan shalat zhuhur, bacaannya

auu n rakaatm a. khutbahm a dan s arat-svarat \ an barns dipenuhi.
Letak persamaanm, a hanya pada \‘.. akin saja. A lasan lain. shalat sunat
sebelum .lum at d askan kepada shalat sunat sebelum zhuhur. Tentu in i merupakan Lii as yarw, aw,ur. Sebab permasalahanm a sudah jelas di dalam Sunnah Rasulullab Shallallalm htihi ltcr,Srrllcrrrr. perkataan clan perbuatan
beliau serta sunnah Khulala-nr-Rasp As-Sunnah sudah jelas. maka
tidak di perlukan laLzi giyas.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat ‘Id
RasulullahSholiallahlt.ilaihi ,C(//hun senantiasa shalat ‘Id di tern pat shalat. vaitu di pintu 2erbantl Madinah bagian timer. dan beliau tidak pernah shalat ‘Id di masj id. kecuali hanya sekali saja. itu pun karena saat itu turun hujan. seba2aimana yamz disebutkan di dalam ri\vayat Abu Gaud dan Ibnu Majah.’ Tapi tuntunan beliau adalah di mushalla (tempat ‘ana di!lunakan untuk shalat).
Bel iau mengenakan pakaian yang paling indah saat keluar untuk shalat ‘Id. Bahkan bet iau mempunyai pakaian khusus yam!, ditlunakan ham a untuk shalat .Turn at dan ‘Id. Terkadanu beliau menr!enakan dna mantel bewarna hijan dan terkadang sat u mantel IN: warm merah. Tapi bukan merah men vala seperti anggapan hanvak orang. Warna merah itu hanya sekedarberupa uaris-oaris seperti model Lain Yaman. Disebut merah karena ada Nvarna merah pada mantel itu.
Bel iau makan heherapa biji buah korma di rumalt sebelum berangkat ke shalat -Id. Namun hal ini tidak dilakukan ketika hendak pergi ke shalat ‘Idol-Adhha. Bel lair makan sepulan2 dari shalat -Idul-Adhha. ya int dari daunt u korhannva. I3el iau mandi sebelum berangkat shalat -Id, dan bedalan menuju tempat shalat samhil membawa tombak kecil..lika sudah tiba di tempat shalat. beliau menaneapkannya di depannya sehatas pembatas tempat shalat. Sebab tempat shalat • Id itu mcrupakan lapangan yang terbuka. tanpa ada dindiug maupun banamannva. Behan auak menunda shalat itri dan menveuerakan shalat `Idol-Adhha. Ibnu timar Yang sanuat besar anta¬siasm’a dalam merwikuti As-Sunnah. tidak keluar ke tempat shalat kecuali setelab matahari terbit. dan mengucapkan takbir dari rumah hina2a ke tempat shalat.
Rasultillab Shallallahu AlaihiwaSoihrinmendirikan shalat dua rakaat terlebih dahulu sebelum khutbah. tanpa ada ucapan ash-shalam ‘ah. Yama benar menurut As-Sunnah adalah tanpa ucapan itu. Behau dan para shahabat tidak ada yang mengerjakan shalat sebelum maupun sesudah shalat
1)i dalam sanadnya ada isa bin Abdul-A.1a bin Abu Farwah. dia majhul.

-Id. Pada rakaat pertama be I iau bertakbirtujub kaki setelah takbiratukibrant, diam sejenak di antara takbir-takbir 1w. dan tidak ada riwa) at yang menve¬butkan adanva bacaan di antara takbir-takbir itu. Flanya saja disebutkan dari Ibnu Mas-ud. bahw a dia menuncapkan tasbih dan shalawat kepada Nabi Shallallahu Ilurhi wa Sallrrtri. Sementara Ibnu Umar mengangkat kedua tanuan pada setiap takbir. Setelah takbir itu beliau membaca A l-Fatihah. setclah itu membaca surat Qafatau A l-Qamar. dan terkadang beliau membaca Al-A la dan AI-Ghasviyah. Hanya inilah riwayat yanu shahih dari beliau tentanu hacaan itu. Kemudian pada rakaat keduaiumlah takbirnya lima kali.
Seusai shalat beliau herbal ik dan herdiri menghadap ke arab manusia. \Iereka duduk di shalTnya masinu-masinu. Lalu beliau menvampaikan v asiat. pelajaran. perintab dan larangan. Tidak ada yang diuunakan. Millibar di masjid Madinah juua tidak dikeluarkan. beliau herdiri di atas ta¬nah. Yang pertama kali mcnueluarkan mimbar masj id Madinah ialah Marwan bin A I-Hakam. tapi kemudian perbuatannva in i ditentanu hanyak orang. Tapi boleti jadi beliau herdiri di tempat yanu agak tinggi. yang disebut mishtha
h . Be] iau inewnIai khutbahnva dengan bacaan hamdalah dan tidak disc-hutkan dalam sate hadits pun bahwa bel i au memulai khutbah ld dengan takbir. Hanya saja Ibnn Majah menyebutkan di dalam Sunan-nva. bahwa Sa’d A 1-Qaradh. sakah seoranu mu’adzin Nabi Shallallahu t’ce Scrilain pernah mem perbanyak takbir di dalam khutbah ‘Id. Taruklah in i benar. toh hal itu tidak menunjukkan balma is memulai khutbah ‘Id dengan takbir. Yanu benar. beliau memulai se/I-Ina khutbah dengan harndal
Nabi Shallallahu Sallam mew beri kan rukhshah kepada or-ang-orang yang menghadini shalat -1d untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi tanpa mendengarkann a. Jika “Id jatuh pada hari Jurn’ at. he I LILA mem beri kan rukhshah untuk tidak ikut shalat Jum’at.
Re I Ian selalu menempuhjaI an \ :Ana herheda ketika berangkat dan ketika puking dari tempat shalat – Id. Ada yang berpendapat. hal in i dilakukan a gt.tr da pat bersalaman dengan orang-orang \•ang melewati dna jalan in. Ada hula yang herpendapat. untuk mem berikan barakah kepada mereka. Ada vane herpendapat. untuk mem berikan pertolongan kepada orang vane membtinth¬kan di dna jalan itu. Ada vane berpendapat. untuk menampakkan syrar Is-law di jalan-jalan. Yang benar. agar perjalanan yang ditempuh Iehilt banvak. ()rang yang berja Ian ke masj id titan ke tempat shalat. maka salah saw lanukah kakinva untuk men in1112i kan derajainva. sedang langkah kaki yang lain untuk menuhapus kesalahan-kesalahan.
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi ncr,Sallam. bahwa beliau bertakbir dari shalat subuh hingga setelah ashar pada hari terakhir dari hari¬hari tasyrig. dengan lalazh Allahu Akhar, Allahu Akbar, lcr ilaha Wallah

wallahu akbar, Allahu Akbar tiro
Tuntunan Rasulullah tentaug Shalat Kusuf (Gerhana)
Ketika ada gerhana matahari, maka Nab i Shallallahu Alaihi Ira Sallam buru-buru keluar dari rumah sambil menyeret kain selendangnya. Gerhana mulai tampak pada pagi hari, kira-kira setinggi dua atau tiga tombak dari per¬mukaan bumi. Beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau membaca A l-Fatihah dan surat yang panjang, rnenyaringkan bacaan. lalu ruku’ dan memanjangkan ruku’nya, kemudian berdiri dari ruku’ sambil mengucap S a 171 i ‘allahu Liman hamidahu rabbana wa lakol-hamdu dan memanjangkan tempo berdirinya, sekalipun tidak selama berdiri yang pertama, kemudian membaca, lalu mkt]. dan memanjangkan ruku’nya, sekalipun tidak selama ruku’ yang pertama, kemudian berdiri dari ruku, lalu sujud dan memanjang¬kan sujudnya. Rakaat kedua juga sama dengan rakaat yang pertama. Jadi dalam dua rakaat itu beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud.
Dalam shalatnya itu beliau melihat surga dan neraka. Beliau melihat bagaimana para penghuni neraka yang mendapatkan siksaan. Bel iau melihat seorang wanita yang dicakari kucing dan dicabik-cabik, karena dulunya sewaktu di dunia dia mengerangkeng kucing itu tanpa memberinya makan hingga mati kelaparan. Beliau juga melihat Amr bin Malik yang menyeret ususnya di neraka. Dia adalah orang yang pertama kali merubah agama Ibrahim dan mendatangkan berhala ke Makkah.
Seusai shalat beliau membalikkan badan dan menyampaikan khutbah yang amat mendalam. Beliau mernulai dengan memuji Allah dan membaca syahadatain. Setelah itu beliau menyampaikan khutbah sebagai berikut:
“Wahai semua manusia, aku bersumpah kepada Allah di hadapan ka¬lian, andaikan kalian melihat aku melakukan keterbatasan dalam menyam¬paikan risalah Rabb-ku, namun kalian tidak berani menyampaikannya kepadaku.”
Ada beberapa orang yang berdiri dan berkata, “Kam i bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah Rabb engkau, memberikan nasihat kepada umat dan engkau telah melaksanakan apa yang diwajibkan kepada engkau.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Sesungguhnya ada beberapa orang yang beranggapan bahwa gerhana matahari dan gerhana rembulan serta tidak tampaknya bintang-gemintang merupakan pertanda kematian para pemimpin dunia. Mereka telah berkata dusta. Tapi yang demikian itu merupakan seba
Takbir awal hanva dua kali dan bukan ti 2a kali, sebagaimana yang diriwayatkan I bnu Abi Syaibah dari Abul-Ahwash, dari Abu Ishaq dari Abu l-Aswad. Begitu puladari Al-Husain bin ALL dari Za’idah, dari Ashim, dari Ali bin Abu Thalib, dengan isnad yang shahih.

gian dad tanda-tanda kekuasaan Allah yang harus diambi I pelajaran oleh hamba-hamba-Nya, agar dapat melihat siapa yang telah menerima taubat mereka. Demi Allah, aku telah melihat semenjak mulai berdiri tadi apa yang akan terjadi dari urusan dunia dan akhirat kalian. Demi Allah, hari kiamat tidak akan terjadi kecuali setelah muncul tiga puluh pendusta. Yang terakhir di antara mereka adalah Dajjal yang mata kirinya buta. Seakan-akan itu adalah mata Abu Yahya yang saat itu menjadi tetua dari kalangan Anshar. Di antara dirinya dan biliknya ada Aisyah. Setiap kali dia keluar, maka dia mengaku sebagai Allah. Siapa yang percaya kepadanya, membenarkan dan mengikutinya, maka amal shalihnya yang telah lampau tidak berguna sama sekali. Siapa yang rnengin2kari dan mendustakannya, maka dia tidak akan disiksa karena keburukan amalnya yang telah lampau. Dia akan menguasai seluruh dunia kecuali tanah suci dan Baitul-Macidis. Dia akan mengepung orang-orang Mukmin di Baitul-Macidis dan menimbulkan kegemparan yang hebat. Kemudian Allah membinasakannya beserta pasukannya. Sampai-sampai fondasi dinding atau pangkal pohon pun akan berkata, ‘Hai orang Mukmin, hai orang Muslim, ini ada orang Yahudi’. Atau is berkata, ‘Ini ada orang kafir. Maka kemarilah dan bunuhlah dia’. Yang demikian itu tidak akan terjadi sehingga kalian melihat berbagai perkara yang keadaannya muncak pada diri kalian. Di antara kalian sal ing bertanya-tanya, adakah nabi kalian menyebutkan yang demikian ini? Kemudian gunung-gunung lepas dari tempatnya, dan setelah itu adalah kebinasaan.-
Bel iau memerintahkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah, shalat, berdoa, memohon ampunan, bershadagah dan amal-amal shalih lainnya.
Tuntunan Rasulullah tentang Istisqa’ (Doa atau Shalat Meminta Hujan
Diriwayatkan dari Nabi Shallallohu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau meminta hujan dengan beberapa versi:
1. Pada had Jum’at ketika sedang berada di atas mimbar untuk menyampai¬kan khutbah, dengan lafazh, Allahuma aghitsna allahuma aghitsna, allahwna asqina allahuma asqina”(Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami).
2. Beliau membuat janji pada hari tertentu dengan orang-orang, agar mereka pergi ke tempat shalat di tanah lapang. Ketika rnatahari sudah terbit, beliau keluar rumah dengan sikap tawadhu’, merunduk dan khusyu’. Setiba di tempat shalat beliau naik ke atas mimbar, memuji Allah, bertakbir dan menyampaikan khutbah sebagai berikut,
“Segala puji ba2i Allah Rabb semesta alam. Yang.Maha Penyayang lagi Maha Pemurah, Yam., Merajai hari kiamat, yang tiada Ilah selain Allah,

yang mengerjakan apa pun yang dikehendaki-Nya. Ya Allah, Engkau Allah yang tiada llah selain Engkau. Engkaulah Yang Mahakaya sedang¬kan kami faqir. Turunkanlahhujan kepada kami dan jadikanlah apa yang Engkau turunkan itu sebagai kekuatan bagi kami hingga waktu tertentu.” Kemudian beliau menengadahkan kedua tangannya dengan penuh kekhu¬syukan dalam berdoa. Beliau menengadahkan tangan tinggi-tinggi hingga ter] ihat kul it ketiak beliau yang putih. Kemudian beliau membelakangi orang-orang dan menghadap ke arah kiblat, mengalihkan kain sorbannya sambil tetap menghadap ke arah kiblat, yang di bagian kanan ke bagian kiri dan sebal ikny a. Sorban beliau itu bew arna hitam dan bentukny a segi empat. Reliau berdoa sambil menghadap ke arah kiblat, begitu Pula semua orang. Setelah itu beliau turun dari mimbar dan shalat dua rakaat seperti shalat ‘Id, tanpa adzan dan tanpa lafazh apa pun. Beliau membaca Al¬Fatihah dan surat Al-A’ la pada rakaat pertama dan surat Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
3. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berdoa memohon hujan di atas mimbar Madinah bukan pada hari Jum.at dan tanpa shalat.
4. Beliau berdoa memohon hujan sambil duduk di dalam masjid dan meng-angkat kedua tangan.
5. Beliau meminta hujan di luar pintu masjid yang kini disebut Babus-Salam.
6. Beliau memohon hujan di sebagian peperangan ketika orang-orang rnusy¬rik lebih dahulu menguasai mata air. Saat itu orang-orang Muslim kehaus¬an, lalu mereka mengadu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Di antara orang-orang munafik ada yang berkata, “Kalau memang dia seorang nabi, tentu dia akan meminta hujan bagi kaumnya sebagaimana Musa yang meminta hujan untuk kaumnya.” Ketika hal ini disampaikan kepada beliau, maka beliau bertanya, “Benarkan mereka berkata seperti itu? Bolch jadi Allah akan menurunkan hujan bagi kalian.” Lalu beliau menengadahkan tangan untuk berdoa. Beliau tidak menarik tangannya hingga di atas mereka ada mendung, lalu hujan pun turun.
Di antara doa yang beliau baca ketika memohon hujan adalah,

“Ya Allah, turunkanlah hujan bagi hamba dan hewan piaran-Mu, sebarkanlah rahmat-Mu dan hidupkanlah negeri-Mu yang coati. – (Diriwayatkan Abu Daud dan Malik).
, 0 0 0
Cx.) k:14.1.4 ;14
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang memberi pertolongan, yang

menyehatkan dan menyuburkan, bermanfaat dan tidak bermudharat, segera dan tidak ditunda-tunda.” (Diriwayatkan Abu Daud dan Al-Hakim).
Jika melihat hujan turun, maka beliau bersabda, “Ya Allah, baik dan bermanfaat.”
Beliau membentangkan kainnya hingga terkena air hujan. Ketika ada yang menanyakan perbuatan beliau itu, maka beliau menjawab, “Karena hujan itu merupakan berita perjanjian dengan Rabb-nya.”
Asy-Syan’y berkata, “Ada orang yang tidak kusangsikan yang menga¬barkan kepadaku, dari Yazid bin Al-Had, bahl,va jika RasulullahShalkillahu Alaihi wa Sallom meminta air yang mengalir karena hujan, maka beiiau bersabda, “Keluarlah kalian hersama kami ke tempat yang dijadikan Allah sebagai air yang suci, agar kami bersuci dengannya dan kami pun memuji Allah.”
Jika beliau melihat mendung dan angin, maka yang demikian itu dapat dilihat dari wajah beliau. Lalu beliau membalikkan badan. Jika hujan sudah turun, maka beliau tampak berseri dan gembira. Namun beliau khawatir an¬daikan hujan itu menjadi adzab.
Tuntunan Rasulullah dalam Bepergian dan Ibadahnya
Perjalanan jauh yang di lakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi WC/ Sal-lam berkisar pada empat masalah: Bepergian untuk hijrah, bepergian untuk jihad, bepergian untuk umrah dan bepergian untuk haji. Yang paling seri lig dilakukan ialah bepergian untuk jihad.
Sebelum berangk at, heliau mengundi di antara istri-istrinva. Siapa yang undiannya keluar. maka dialah yang berhak menyertai beliau. Tap i ke¬tika haji. beliau mengajak mereka semuanya.
Bel i au biasa memulai perjalanan pada pagi hari dan menganjurkan permulaan perjalanan pada hari Kamis. sebagaimana yang diriwayatkan Al¬Bukhary, dan tak lupa berdoa kepada Allah agar meinberikan barakah kepada umatnva pada pagi hari Kamis itu. Jika beiiau mengirim pasukan perang, beliau juga memberangkatkannya pada pagi hari, Jika mereka terdiri dari tiga orang atau lebih, beliau memerintahkan untuk rnengangkat salah seoran2 di antara mereka sebagai pemimpin rombongan. Beliau melarang seseorang melakukan perjalanan send i rian. seraya mengabarkan bahwa satu orang itu adalah syetan, dan dua orang itu dua syetan, sedangkan tiga orang adalah sebuah rombongan.”
Artinya. dua orang yang melakukan perjalanan mullah clipenaruhi syetan. Saiah seoranL., intara keduanya dibisiki untukiiclak sercriclapat dengan lainnya. -FerIchih lagi satu orang akan lebih mullah dihisiki syetan.

Jika hewan tunggangan didekatkan agar heliau menaikinya, maka beliau mengucapkan bismillah, tepatnya ketika kaki beliau meletakkan kaki di pijakan pelana. Jika sudah mantap berada di atas punggung hewan tung¬gangan, beliau mengucapkan,
“Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan ini bugi kami, pada¬hal sebelumnya kami tidak bisa menguasainya, dun sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.
Kemudian heliau mengucapkan hamdalah tiga kali, kemudian meng-ucapkan takhir tiga kali, kemudian mengucapkan,
“Yet Allah, sesungguhnya uku menganiaya diriku sendiri, maka am-punilah bagiku„sesunggiehnya tidak ada yang me ngampuni claw me lainkan Engkau.
Behau juga pernah mengucapkan doa sehagai berikut.
‘`Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ke bajikan dun takwa dalam perjalanan kami ini, dan amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudah¬kanluh perjalanan kami ini, dekatkanlah hagi kami yang jauh. Ya
Engkau rekan datum perjalanan dan pengganti cli tengah ke¬luarga. Ya Allah, sesungguhnya ak 14 berlindung kepada-Mu dart kesukaran perjalanan, tempat kembali yang meniedihkan Ion pcman¬dangan yang buruk pada keluarga dan harta.
Jika sudah kembali, maka beliau mengucapkan doa ini lain menam-bahinya, -Kam/ dalam keadaan patch, bertaubat, memuji Rabb kami dan me¬inuji-Nya.
Jika beliau meniti jalan yang mendaki bersama para shahabat, maka beliau bertakbir, dan jika melewati jalan menurun, maka beliau bertasbih. Jika melihat sebuah perkampungan dan heliau hendak memasukinya, maka heliau mengucapkan,
Co” a o”.Sl fi
Y4 •
!..”‘ r.
- - t`
J.”
°loia”
Zts
Be I iau mengqashar shalat yang empat rakaat, meny ingkatnya menjadi dua rakaat semenjak memulai perjalanan hingga kembali lagi ke Madinah. Sama sekali tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau mengerjakan empat rakaat secara sempurna dalam perjalanannya. Adaptin tentana perkataan

A isyah, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mengqashar shalat dalam perjalanan dan menyempurnakannya, berpuasa dan terkadang juga tidak berpuasa”, adalah hadits dha’ Saya pernah mendengar Ibnu Taimiyah berkata, “Ini merupakan kedustaan atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Saila/ n,”
Aisyah pernah menyempurnakan shalat dalam perjalanan sepeninggal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ibnu Abbas dan lainnya berkata, “Dia menakwili seperti yang dilakukan Utsman. Sementara Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa mengqashar.”
Sebagian rawi ada yang merangkai dua hadits ini rnenjadi satu hadits, ialu menyebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallarn mengqa-shar dan menyempurnakan.” Padahal yang disebutkan menyempurnakan di sini bukan beliau, tapi Aisyah.
Ada yang menakwili qashar ini dengan mengatakan, “Qashar ini dilakukan karena muncul rasa takut dalam perjalanan. Jika ketakutan itu tidak ada, maka penyehab qashar juga tidak ada, yang berarti shalat harus d iker¬jakan secara sempurna.” Takwil ini jelas tidak bisa dibenarkan. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan bepergian dalam keadaan aman, tapi toh beliau tetap mengqasharnya. Karena itu Umar bin A I-Khaththab berkata, “Shalat bepergian dua rakaat, Juin’ at dua rakaat dan ‘Id dua rakaat. Itu adalah sempurna dan bukan qashar seperti yang disampaikan Nabi Shal-lallahu Alaihi wa Saliam. Maka tertipulah orang yang mengada-ada.”
Tidak ada satu riwayat dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn, bahwa beliau melakukan sunat sebelum maupun sesudah shalat fardhu, selain dari shalat witir dan sunat fajar. Beliau tidak pernah meninggalkan dua shalat ini ketika menetap mauptin ketika bepergian. Ada riwayat dari Al-Barra’ bin Azib yang menyebutkan bahwa beliau shalat dua rakaat sebelum matahari tergelincir pada tengah hari. Ini adalah hadits gharib.
Di antara tuntunan beliau, bahwa jika perjalanan dimulai sebelum matahari tergelincir, maka beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga waktu shalat ashar. Jika matahari sudah tergelincir sebelum berangkat, maka beliau shalatzhuhurterfebih dahulu. Jika perjalanan harus diternpuh secara terburu¬buru, maka beliau mengakhirkan shalat maghrib hingga waktu isya’. Diriwayatkan dari beliau sewaktu perang Tabuk, bahwa selagi matahari sudah tergelincir sebelum berangkat, maka beliau menyatukan antara zhuhur dan ashar. Jika matahari belum tergelincir ketika berangkat, maka beliau mengakhirkan zhuhur di waktu ashar, lalu mengerjakan kedua-duanya. Begitu pula yang berkaitan dengan maghrib isya’. Tapi hadits ini diperten¬tangkan, ada yang menshahihkannya dan ada pula yang menghasankannya
Disebutkan Al-I laitsainy di dalam Alajma’uz-Zin a ‘id, 2/157. yam mcnurutnya adalah had its dha’ if.

serta ada pula yang melemahkartnya. Yang pasti ada riwayat bahwa beliau menjama’ zhuhur dengan ashar di Arafah karena untuk kemaslahatan wuquf, agar beliau bisa terus-menerus berdoa tanpa diselingi shalat ashar, sekalipun sebenarnya shalat ashar itu bisa dilakukan pada waktunya tanpa kesulitan. Jadi, jama’ bisa dilakukan karena kesulitan atau karena ada keperluan.
Bukan termasuk tuntunan Nabi ShallallahuAlcrihi wa Sallam melaku-kan shalat jama’ di kendaraan seperti yang banyak dilakukan manusia atau menjarna’ (taqdim) ketika singgah atau ketika turun dari kendaraan. Bel iau menjama’ ketika harus melakukan perjalanan secara sungguh-sungguh dan ketika melakukan perjalanan sebelum masuk waktu shalat. Tidak ada riwayat tentang jama’ taqd im dari beliau kecuali di Arafah.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menetapkan batasan tertentu dari jarak tempuh perjalanan untuk bisa mengqashar dan tidak berpuasa. Hal ini berlaku untuk semua jenis perjalanan di muka bumi, sebagairnana beliau membebaskan untuk bertayarnmum dalam perjalanan. Tentang adanya riwa¬yat yang membatasi tempo perjalanan itu minimal saw, dua atau tiga hari, maka sama sekali bukan merupakan riwayat yang shahih dari beliau.
Tuntunan Rasulullah Saat Membaca AI-Qur’an atau Mendengar-kannya
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mempunyai hizib*) dari Al-Qur’an yang tidak pernah ditinggalkannya. Bacaan beliau berupa tartil, hurufperhu¬rufdan berhenti pada setiap ayat, berlindung kepada Allah dari syetan setiap hendak memulai bacaan dan memanjangkan bacaan yang rnemang dibaca panjang. Beliau juga senang mendengar bacaan Al-Qur’an dari orang lain. Karena itu beliau menyuruh lbnu Mas’ud untuk membacanya, lalu beliau mendengarkannya. Karena khusvu’nya dalam mendengarkan bacaan, hingga air mata beliau keluar. Tidak ada yang menghalangi beliau untuk membaca Al-Qur’an selain dari junub. Terkadang beliau melakukan bacaannya. Ab¬dullah bin Mughaffal meriwayatkan bahwa beliau pernah membaca seperti 52agap..lika semua ini dikompromikan dengan perintah beliau agar melagu¬kan atau membaguskan suara saat membaca Al-Qur’an, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa bacaan beliau yang seperti gagap itu memang disengaja dan bukan karena terpaksa karena beliau sedang naik onta dan ontanya ber-gerak-gerak.
artinya hagian dari Al-Qu Can anedibaca. Rasulullah Shallallaini Alaihi m aSallam di setiapmalarn. dan bukan seperti istilah yang dibuat orang yane jumlabnya adaenarn puluh bagian. Maksudnya adalah hagian ciari AI-Qur’an yang meftjadi akhir bacaan beliau. yane dengan bagian-bagian ini beliau mengkhatamkan semua AI-Qur.an dalarn beberapa malam.

Ada sebagian orang yang terlalu cenderung untuk melagukan bacaan Al-Qur’an dan sebagian lain ada yang tidak tertarik sama sekali dan bahkan melarangnya. Masing-masing menyodorkan alasan yang menguatkan penda-patnya. Jalan keluar dari masalah ini dapat dikatakan sebagai berikut, bahwa melagukan bacaan itu ada dua sisi:
1. Dilakukan apa adanya tanpa memaksakan diri, tanpa mempelajari dan me-latihnya sedemikian rupa. Bacaan dilagukan menurut pembawaan dirinya. Yang demikian ini diperbolehkan, seperti yang dikatakan Abu Musa Al-Asy.ary kepada Nabi Shallallahu Alaihi waSallam, -Sekirany a aku me-ngetahui engkau mendengarkan, tentu aku akan mem baguskannya sedemikian
2. Lagu itu di buat-buat, dipaksakan, untuk menggugah rasa sedih dan kesc-nangan jiwa, bukan karena pembawaan, yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan mempelajari, melatih atau memaksakan diri untuk itu, dengan nada rendah dan tinggi, dengan ukuran-ukuran tertentu, maka inilah yang dimakruhkan orang-orang salaf, dicela dan diingkari.
Tuntunan Rasulullah ketika Membesuk Orang Sakit
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallain senantiasa membesuk di antara shahabat yang sakit. Suatu hari beliau membesuk seorang pemuda dari Ahli Kitab yang pernah menjadi pembantu beliau. Pada saat yang sama pa-man pemuda itu, seorang musyrik juga membesuknya. Beliau menawarkan agar keduanya masuk Islam. Maka pemuda itu memenuhi tawaran beliau dan pamannya menolak.
Biasanya beliau mendekati orang yang sakit, duduk di samping kepala¬nya dan menanyakan keadaannya, “Apa yang engkau rasakan?” Beliau juga pernah menanyakan apa yang di i nginkan orang sakit yang sedang beliau be¬suk, “Apakah engkau menginginkan sesuatuT’ Jika memang dia menghen¬daki sesuatu dan tidak mudharat, maka beliau memerintahkan orang lain untuk me laden inya. Beliau mengusapkan tangan kanan ke badan orang yang sakit seraya mengucapkan doa,
Ul , U

“Ya Allah, Rabb manusia, singkirkanlah siksaan dan berilah kesem¬buhan, karena Engkaulah Maha Pemberi kesembuhan, yang tiada kesembuhan selain kesembuhan dari-Mu, suatu kesembuhan yang tidak disertai penderitaan.
Beliau biasa membacakan doa tiga kali bagi orang yang sakit, seperti yang beliau lakukan terhadap Sa’d dengan bersabda, “Ya Allah, berikanlah

kesembuhan kepada Ya Allah, berikanlah kesembuhan kepada Sa’d.
Ya Allah. berikanlah kesembuhan kepada Sa.d.”
Saat memasuki tempat tinggal orang yang sakit. beliau mengucapkan.
UlS

“Tidak apa-apa, suci insva Allah. “
Beliau pernah rne-ruqyah orang yang mendapat luka atau mengeluh¬kan rasa sakit. Beliau meletakkan jari telunjuk ke tanah, kemudian mengang¬katnya seraya bersabda,
a _
‘24 ,•4 L5 2 L..; “”! L”,27J1 4-1JJ
“Dengan asma Allah, ini adalah tanah bum i kami. dengan Judah seba
gian di antara kami, menyembuhkan orang yang sakit di antara kami,
dengan seizin Rabb kami. ” (Diriwayatkan ukhary dan Muslim).
Hadits in i menggugurkan lafazh yang disebutkan dalam hadits tentang tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, yang di antara sifat mereka ialah tidak me-ruqyah dan tidak meminta agar dirinya di-ruqyah, sebagaimana yang disebutkan di dalam Ash-Shahihain. Lafazh dalam hadits ini, “Tidak me-ruqyah”, merupakan kesalahan dari rawi. Tbnu Taimiyah bet.- kata, “Yang benar ialah dengan lafazh, “Mereka tidak meminta di-rugyah. ” Yang demikian itu karena kesempurnaan tauhid mereka. Karena itu mereka tidak meminta agar orang lain me-ruqyah dirinya, dan karena mereka hanya bertawakal kepada Allah.
Bukan termasuk tuntunan Nabi Shallallahu Alai hi wa Sallam yang mengkhususkan hari tertentu untuk membesuk orang sakit atau pun waktu tertentu. Yang beliau syariatkan kepada umatnya ialah membesuk orang sakit kapan pun waktunya, siang maupun malam. Diriwayatkan dari beliau,
1:4 C4
t ‘411 L-.11t$ °I 1′ fi

a fi
7-
“Tidaklah seorang Muslim mengunjungi orang Muslim lainnya, melainkan Allah mengutus tujuh puluh ribu malaikat yang bershala¬wat atas dirinya, kapan pun waktunya dari siang hari hingga sore hari, kapan pun waktunya dami malam hari hingga pagi hari.” (Diriwayat¬kan Ahmad, At-Tirmidzy, Abu Daud dan Al-Hakim).

Jika beliau merasa tidak memiliki harapan atas kesembuhan orang sakit ang dibesuknya, maka beliau mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilahi ra-•un.
Tuntunan Rasulullah tentang Jenazah
Tuntunan dan petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallain ten-tang jenazah merupakan tuntunan yang paling sempurna, berbeda jauh Jengan tuntunan umat mana pun, karena di sana terkandung perlakuan yang embut terhadap mayat. Dalam hal in i beliau memberikan sesuatu yang ber¬rnanfaat baginya di dalam kubur dan akhiratnya, memberikan kebaikan bagi kerabat dan keluarga yang ditinggalkannya, sekaligus menegakkan ubudiyah kepada Allah semata bagi orang yang masih hidup dalam keadaan yang pa¬ling sempurna. mempersiapkan mayit dalam keadaan yang paling bagus untuk menghadap Allah, menempatkan para shahabat dalam shaf-shafsambil memuji Allah, memohonkan ampunan dan rahmat kepada-Nya bagi mayit, berjalan mengiringinya hingga tiba di kuburan. Kemudian beliau dan para shahabat berdiri di samping kubur, memohonkan keteguhan baginya, berjanj i untuk mengunjunginya dan menyampaikan salam sejahtera dan rnendoa¬kannya.
Sebelum itu beliau mengunjunginya ketika masih sakit, mengingat¬kannya tentang akh irat, menyuruhnya berwasiat dan bertaubat, memerintah¬kan orang yang hadir untuk menuntunnya membacakan syahadat, agar ucapan itu lab yang terakhir kali dia katakan. Beliau juga melarang kebiasaan yang dilakukan umat-umat yang tidak percaya kepada hari berbangkit, seperti menempelengi pipi ketika sedang berduka, menyobek-nyobek pakaian, men¬cukur ram but, meratap dan menangis dengan suara kerns. Beliau meme¬rintahkan untuk khusyu’ kepada mayit, boleh menangis tanpa mengeluarkan suara dan menyatakan kescd ihan hati, seperti yang beliau lakukan, yang saat itu beliau bersabda, -Nlata boleh meneteskan air mata dan hati boleh bersedih, tapi kami tidak mengatakan kecuali yang mem buat Rabb ridha.”
Beliau mensunnahkan ucapan inna lillahi wa hula ilaihi raji ‘un dan ridha terhadap Allah. Yang dem ikian ini bukan berarti menafikan kesedihan hati dan tetesan air mata. Beliau adalah orang yang paling ridha terhadap qa-dha’ Allah dan paling banyak memuji-Nya. Tab meskipun begitu beliau tetap meneteskan air mata ketika putra beliau, Ibrahim meninggal dunia, sebagai wujud rasa kasih sayang terhadap anak. Tapi hati beliau di penult i keridhaan terhadap Allah.
Di antara tuntunan Rasulullab Shallallahu Alaihi waSallam ialah sege¬ra menangani mayit. mensucikan, memandikan, membersihkan, memberinya
Di dalam isnadnya ada Qais bin Ar-Rabl Al-Asady yang disangsikan.

wewangian, mengafaninya dengan kain putih. diletakkan di tempat tertcntu dan menshalatinya, kemudian mengiringkannya ke kuburan. Ketika para sha¬habat melihat bahwa penanganan mayit ini merepotkan beliau, maka mereka¬lab yang menanganinya hingga beres, lalu membawanya kepada beliau, lalu beliau menshalatinya di luar masj id. Tapi terkadang beliau menshalatinya di dalam masj id, seperti yang beliau lakukan terhadap Suhail bin Dhiya’ dan saudaranya. Tapi menshalati mayit di masj id ini bukan merupakan kebiasaan beliau.
Tuntunan beliau yang lain ialah rnenelungkupi wajah mayit jika sudah meninggal dunia. mernejamkan matanya, menutup seluruh badannya, dan terkadang beliau memeluk badan may it seperti yang dilakukan terhadap Utsman bin Mazh’ un. Beliau memerintahkan untuk memandikan mayit dengan tiga atau lima kali guyuran atau pun lebih dan memerintahkan untuk mencampurkan bubuk kapur pada guyuran yang terakhir. Sementara para syuhada’ yang gugur di medan peperangan tidak dimandikan. Al-Imam Ah¬mad menyebutkan, bahwa beliau melarangnya. Tapi senjata yang menancap di badannya, kalau ada, bisa dicabut, lalu mereka dikubur dengan pakaian yang dikenakannya serta tidak dishalati. Jika orang yang sedang ihram meninggal dunia, maka dia dikafani dengan kain ihramnya, tidak boleh diberi wewangian dan kepalanya tidak ditutupi.
Jika mayit yang dibawa ke hadapan beliau untuk dishalati, maka beliau bertanya, “Dia mempunyai hutang apa tidakT’ Jika tidak mempunyai hutang, maka beliau mau menshalatinya. Jika masih mempunyai hutang, maka beliau tidak mau menshalatinya. Tapi beliau memperkenankan para shahabat untuk menshalatinya. Sebab shalat beliau merupakan syafaat, dan syafaat beliau itu bersi fat pasti. Sementara seseorang tergadaikan dengan hutangnya. Dia tidak akan masuk surga sehingga hutangnya itu dilunasi. Setelah fathu Mak¬kah, beliau mau menshalati orang yang punya hutang, dengan menanggung hutang mayit dan menyerahkan hartanya kepada ahli warisnya.
Dalam menshalati mayit beliau mengucapkan takbirdan memuji Allah. Sementara lbnu Abbas pernah menshalati jenazah dan dia membaca Al¬Fatihah secara nyaring setelah takbir yang pertama. Namun dalam hal ini dia berkata, “Agar kalian tahu bahwa itu merupakan Sunnah.” Memang ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau memerintahkan membaca A l-Fatihah bagi jenazah. Tapi isnadnya lemah. Syaikh kami berkata, “Bataan A I-Fatihah dalam shalat jenazah tidak wajib, tapi merupakan sunat.”
Yahya bin Sa’ id Al-Anshay meriwayatkan dari Sa’ id Al-Muqbiry dari Abu Hurairah, bahwa dia pernah bertanya kepada Ubadah bin Ash-Shamit tenting shalat jenazah. Maka dia menjawab, “Demi Allah aku akan memberitahukannya kepadamu. Engkau harus memulainya dengan takbir. kemudian shalawat atas Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian engkau mengucapkan,

“Ya Allah, sesungguhnya hamba-Mu Fulan tidak menyekutukan-Mu, dan Engkau lebih mengetahui tentang dirinya. Jika dia orang yang berbuat kebaikan, maka tambahilah kebaikannya, dan Jika dia orang yang berbuat keburukan, maka ampunilah dia. Ya Allah, janganlah Engkau halangi pahalanya dari kami dan janganlah Engkau sesatkan
kami sepeninggalnya.”
Maksud shalat jenazah ini adalah mendoakannya. Karena itu tidak diriwayatkan adanya bacaan Al-Fatihah (secara nyaring) dari beliau dan tidak pula shalawat kepada beliau. Di antara doa yang beliau baca dalam shalat jenazah ialah,
0 0
U/ CAC 06-Pj Lle 4d; j ej j ;1431:1
a4t.1 CLAD 0i1) ,41J,..7_,L15ILD..;.
Llr: J1 fall &,1 041 J .1C j Ly9
“Ya Allah, ampunilah baginya, berilah is rahmat, afiat dan ampunan, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah tempat masuknya, cucilah is de n gan air, salju dan embun, bersihkanlah is dari kesolahan¬kesalahan sebagaimana kain putih yang dibersihkan dari kotoran, herikanlah ganti baginya tempat yang lebih baik daripada tempatnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri (suami) yang lebih baik dari istri (suami)nya, masukkanlah la ke surga, lindungilah is dari siksa kubur dan siksa neraka. (Diriwayatkan Muslim).
L;;;
“Ya Allah, ampunilah bagi orang yang masih hidup dan yang sudah men inggal di antara kami, yang muda dan yang tua, yang laki-laki dan wanita, yanghadirdanyangtidakhadirdiantarakami. Ya Allah, siapa yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah is pada Is¬lam, don siapa yang engkau wafatkan di antara kami, maka wafatkan¬lah int pada iman. Ya Allah, janganlah Engkau halangi pahalanya dari kami dan janganlah Engkau coha kami sepeninggalnya. (Diriwayat¬kan At-Tirmidzy, An-Nasa’y, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
“Ya Allah, sesungguhnya Pular? bin Fulan adadalam tanggungan-Mu

dan ikatan lindungan-Mu, maka lindungilah is dari cobaan kubur dan siksa neraka. Engkau adalah Dzat yang memenuhijanji dan hak. Maka ampunilah baginya dan rahmatilah ia, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).
“Ya Allah, Engkau adalah Rabbnya, Engkau yang menciptakannya, Engkau yang memberinya rezki, Engkau yang menunjukinya kepada
Engkau yang inencabut ruhnya, Engkau mengetahui rahasia dan penampakannya, kami datang untuk me mintakan syafaat, maka ampunilah ia. (Diriwayatkan Abu Daud).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar yang mendoakannya ikhlas.
Beliau bertakbir empat kali, namun ada pula riwayat shahih yang me-nyebutkan lima kal i. Sementara di antara shahabat ada yang takbir empat kali, lima kali dan enam kali. Zaid bin Arqam takbir lima kali dan dia rnenyebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga pernah melakukannya, seba-gaimana riwayat Muslim. AE bin Abu Than b bertakbir enam kali ketika menshalati jenazah Sahl bin Hunaif, sebagaimana yang diriwayatkan Al¬Baihaqy dengan isnad yang shahih. Rekan-rekan Mu’adz bertakbir lima kali. Alqamah berkata, “Aku berkata kepada Abdullah, “Ada beberapa orang dari rekan-rekan Mu’adz datang dari Syam, yang takbir lima kali ketika mensha¬lati jenazah.” Maka Abdullah menjawab, “Tidak ada batasan tertentu untuk bertakbir terhadap mayit. Ikutilah takbir imam. Jika dia menyudahi, sudahi pula shalatmu.”
Al-Imam Ahmad pernah ditanya tentang salam shalat jenazah, “Apa¬kah engkau tabu dari salah seorang shahabat yang mengucapkan salam dua kali dalam shalat jenazah?” Dia pun menjawab, “Tidak. kecuali dari enam shahabat yang mereka itu pun hanya mengucapkan sekali salam ke arah kanan dengan suara pelan. Di antara enam shahabat itu adalah Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah.
Tentang mengangkat kedua tangan, maka A sy-Syafi ‘y berkata, “Ke¬dua tangan di angkat karena berdasarkan atsar dan qiyas terhadap As-Sunnah dalam shalat. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangan dalam setiap takbir dalam shalat selagi dalam posisi berdiri.”
Yang dia maksudkan dengan atsar di sini ialah yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Anas, bahwa keduanya mengangkat kedua tangan setiap kali bertakbir dalam shalat jenazah. Sedangkan yang diriwayatkan dari Nabi Shal-lallahu A larhi wa Saliet, ialah mengangkat tangan pada takbir yang pertama, lalu meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri.
Di antara tuntunan Nabi Shallallahu Al aihi wa Sallatn, bahwa jika be-I iau ketin2galan menshalati jenazah, maka beliau shalat di atas kuburannva.

Beliau pernah melakukannya setelah tertinggal sehari, tiga hari dan sebulan. Jadi tidak ada batasan waktu dalam hal ini. Maka Al-Imam Ahmad berkata, “Siapa yang ragu melakukan shalat di atas kuburan?” Sedangkan Malik dan Abu Hanifah me larangnya, kecuali bagi wali mayit.
Nabi Shallallahu Alaihi wa SaIlarn berdiri di dekat kepala mayit laki-laki dan di dekat perut mayit wanita. Beliau juga menshalati jenazah anak¬anak. Beliau bersabda, “Jenazah nak-anak juga dishalati.”
Namun beliau tidak menshalati jenazah orang yang bunuh diri dan mengambil harta rampasan tidak menurut haknya. Ada perbedaan pendapat tentang shalat terhadap orang yang mati karena dijatuhi hukuman mati berdasarkan syariat, seperti pezina yang dirajam. Ada riwayat yang shahih bahwa beliau menshalati jenazah AI-Juhainah yang dijatuhi hukurnan rajam. Saat itu Umar bertanya, “Apakah engkau menshalati jenazah wanita ini wahai Rasulullah, padahal dia telah berzina?”
Maka beliau menjawab, “Dia telah bertaubat dengan suatu taubat, yang andaikan taubatnya dibagi di antara tujuh puluh orang dari penduduk Madi-nah, maka akan mencukupi mereka semua. Apakah engkau pernah mendapat-kan taubat yang lebih balk daripada orang yang datang menyerahkan dirinya kepada Allah?”
Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallarn menshalati jenazah, maka beliau mengiringnya hingga ke kuburan dengan berjalan kaki di depan jenazah. Ini pula yang menjadi sunnah Al-Khulafa’ur-Rasyidun setelah beliau. Orang-orang yang mengiringinya sambil berjalan agar dekat dengan jenazah, di depan, belakang, samping kiri atau kanannya. Sedangkan yang naik hendaknya berada di belakangnya. Beliau memerintahkan untuk mempercepat jalannya. Sampai-sampai mereka berjalan setcngah berlari. Mengiring jenazah dengan berjalan pelan-pelan seperti yang di lakukan manusia pada zaman sekarang adalah bid’ah yang bertentangan dengan As-Sunnah dan merupakan tindakan menyerupai orang-orang Yahudi. Beliau berjalan kaki saat mengiring jenazah ke kuburan, seraya bersabda, -Akutidak naik sementara para malaikat berjalan.” Boleh jadi saat kembali beliau naik. Beliau tidak duduk sehingga mayit di letakkan di atas tanah atau di Jiang lahatnya.
Bukan termasuk Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Hy/ Sallanr untuk menshalati setiap may it ghaib. Cukup banyakorang Muslim yang meninggal dunia secara ghaib. sementara beliau tidak melakukan shalat ghaib atas mereka. Memang ada riwayat shahih bahwa beliau melaksanakan shalat ghaib atas Najasyi. Pelaksanaan shalat jenazah ghaib merupakan Sunnah, sebagaimana men inggalkann a juga Sunnah. Jika orang Muslim meninggal dunia di suatu tempat dan tidak ada yang menshalatinya, maka beliau

menshalatinya secara ghaib. Najasyi meninggal di tengah orang-orang kafir. Karena itu beliau menshalatinya secara ghaib.
Ada riwayat yang shahih bahwa bet iau memerintahkan berdiri jika ada mayit yang lewat. Tapi ada pula riwayat yang shahih bahwa beliau tetap dalam keadaan duduk ketika ada mayat yang lewat. Jadi ada perbedaan dalam hal ini. Yang pasti, dua-duanya boleh dilakukan.
Di antara tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, hendaknya mayit tidak dikubur pada saat matahari terbit atau tenggelam atau tepat pada tengah hari. Hendaknya hang kubur diperdalam dan diluaskan dari sejak bagian kepala ke bagian kaki. Diriwayatkan dari beliau, bahwa ketika meletakkan mayit di Jiang kubur, beliau mengucapkan,
• “”J
“Deegan asina Allah, dengan Allah dan di atas rnillah Rasulullah.” Dalam riwayat lain disebutkan,
Dengan asma Allah dan di jalan Allah serta di alas millah Ra-sulullah. (Diriwayatkan At-Tirmidzy, Ahmad, Al-Baihaqy dan Ai-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa beliau ikut menaburkan tanah ke kuburan, tepatnya ke bagian kepala mayit, sebanyak tiga kali. Jika penguburan sudah selesai, maka beliau berdiri di atas kuburan bersama para shahabat, memo-honkan keteguhan bagi may it dan memerintahkan agar mereka juga memo-honkan hal yang sama. Beliau tidak duduk untuk membacakan sesuatu di dekat kuburan dan tidak pula mentalqinkan sesuatu seperti yang dikerjakan manusia pada zaman sekarang.
Bukan termasuk tuntunan beliau, men inggikan urugan kuburan apalagi mend i rikan bangunan di atasnya, baik dengan batu atau pun batu bata. Semua ini merupakan bid’ah yang dimakruhkan, bertentangan dengan petunjuk beliau. Ali bin Abu Thalib pernah diutus ke Yaman dan diperintahkan untuk menghancurkan sernua berhala dan sem ua kuhuran yang melcbihi permukaan tanah harus diratakan. Beliau melarang pendirian bangunan di atas kuburan dan juga menulisinya serta mennagarinya. Kuburan para shahabat tidak ada yang menonjol ke atas.
Rasulullah Shallallahu Alaihi waSaihmi melarang menjadikan kubur¬an sebagai m asj id dan menyalakan api di atasnya. Larangan ini termasuk ke¬ras, sehingga beliau melaknat pelakunya. Bel iaujuga melarang kuburannya menjadi tempat perayaan.

Jika beliau menziarahi kuburan para shahabat. beliau melakukannya karena hendak mendoakan mereka, menyatakan rasa kasih sayang kepada mereka dan memohonkan ampunan bagi mereka. Inilah ziarah yang disun-nahkan bagi umatnya, disyariatkan dan diperintahkan kepada mereka. Saat berziarah kubur itu beliau memerintahkan untuk mengucapkan.
,
-
,
:5,1 jj L,i
-Sulam sejahtera atas kalian wahai parapenghuni kubur dari orang¬orang Mukmin dan Muslim. Sesungguhnya insya Allah kami akan bersua kalian. Kann memohon afiat kepada Allah bagi kami dan bagi kalian. (Diriwayatkan Muslim).
Tuntunan beliau saat berziarah kubur ialah berbuat dan mengatakan seperti yang diucapkan dalam shalat jenazah, mendoakan dan mem intakan ampunan baginya. Sementara orang-orang musyrik justru mem inta doa dari mayit, bersumpah kepada Allah atas nama mayit, memohon pertolongan dan bantuan. Hal ini bertentangan dengan petunjuk beliau, yang justru menyata¬kan betas kasihan kepada mayit dan memohonkan ampunan serta kebaikan baginya.
Tuntunan beliau ialah menghibur (ta’ziyah) keluarga mayit. Bukan termasuk tuntunan beliau, mengumpulkan manusia, lalu dibacakan Al-Qur’an. Semua ini merupakan bid’ah yang dibenci. Yang disunnahkan ialah menciptakan suasana tenang, pasrah dan ridha terhadap qadha’ Allah. Tun-tunan beliau ialah tidak membebani keluarga mayit untuk menghidangkan makanan. Tapi beliau justru menyuruh manusia agar menyiapkan makanan lalu mengirimkannya kepada keluarga mayit. lni merupakan akhlak yang !India dan dalam rangka meringankan beban penderitaan keluarga yang ditinggalkan mayit.
Tuntunan Rasulullah tentang Shalat Khauf
Allah memperbolchkan pemendekan rukun-rukun shalat dan Ian
gannya jika ada ketakutan dan ketika dalam perjalanan. Memendekkan
bilangan dilakukan saat bepergian tanpa disertai rasa takut. Sedangkan
memendekkan rukun jika ada rasa takut sekal ipun tidak sedang dalam perja
lanan. Dari sin i dapat diketahui hikmah pembatasan qashar yang disebutkan
di dalam ayat, saat bepergian di muka bum i dan ketika dalam keadaan takut.
Tuntunan tentang shalat khauf, j ika musuh ada di antara pasukan Mus
lim in dan arah kiblat, maka shaf dibuat dua. Mereka semua ikut takbiratul
ihram, ruku’ dan bangkit dari ruku’ semuanya, kemudian shafpertama sujud,

sedangkan shaf kedua tetap berdiri menghadapi musuh. Jika shaf pertama bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua, maka shaf kedua melakukan sujud. Setelah bangkit, shaf kedua maju ke depan, dan yang tad inya shaf pertama mundur ke belakang, sehingga kedua shafmendapat keutamaan shaf pertama. Rakaat kedua dilakukan dengan cara yang sama dengan rakaat pertama. Jika shaf depan sudah duduk untuk tasyahhud, maka shaf yang belakang melakukan sujud, lalu bergabung dalam tasyahhud, lalu mereka scmua salam secara bersamaan. Jika musuh tidak berada di arah kiblat, terka¬dang beliau membuat dua kelompok. Satu kelompok bertugas menghadapi musuh dan satu kelompok lagi shalat bersama beliau. Setelah mendapat satu rakaat. kelompok yang shalat hersama beliau mengg-antikan posisi yang belum shalat, yang kemudian shalat hersama beliau untuk melanjutkan rakaat kedua, kemudian beliau salam. Setelah itu masinia-masing kelompok mcnambahi rakaat berikutnya setelah imam salam. Atau terkadang beliau shalat satu rakaat dengan salah satu kelompok, lalu beliau yang berpindah ke kelompok lain yang juga melaksanakan satu rakaat, tapi beliau diam saja, lalu mereka salam sebelum beliau ruku’. Kemudian datang kelompok lain yang melaksanakan rakaat kedua bersama beliau. Jika beliau duduk untuk tasyahhud, maka kelompok yang terakhir ini melaksanakan satu rakaat, dan beliau menunggui mereka dalam posisi tasyahhud, lalu mereka salam bersa¬ma beliau.
Terkadang beliau shalat bersama satu kelompok dua rakaat I alu shalat bersama mereka. Atau terkadang beliau mendatangi kelompok lain dan shalat bersama mereka dua rakaat lalu salam bersama mereka. Atau terkadang beliau shalat bersama satu kelompok satu rakaat, lalu kelompok ini pergi tanpa melanjutkan lagi, lalu datang kelompok lain, dan beliau shalat bersama mereka satu rakaat, sehingga beliau melaksanakan dua rakaat, sementara masing-masing kelompok hanya melaksanakan satu rakaat saja. Semua cara ini boleh dilakukan dalam shalat khauf.
Menurut Ahmad, ada enam atau tujuh cara yang diriwayatkan tentang shalat khauf dan semuanya boleh dilakukan. Menurut zhahir hadits yang ter-akhir, memang masing-masing kelompok hanya melaksanakan satu rakaat. Ini merupakan pendapat Jabir, /bnu Abbas, Thawus, Mujahid, Al-Hasan. Qatadah, AI-Hikam dan /shag.
Memang ada riwayat-riwayat lain tentang shalat khauf ini, tapi pada prinsipnya semua kembali kepada cara-cara yang disebutkan di sini. Ada yang menyebutkan sepuluh cara shalat khauf. Sementara Ibnu Hazm menye¬butkan lima betas cara. Yang benar adalah seperti yang kami sebutkan. Selagi mereka mel ihat ada perbedaan periwayatan dalam suatu kisah, maka mereka menganggapnya sebagai satu cara yang ditetapkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

http://kampungsunnah.wordpress.com

 
Make a Free Website with Yola.