Sehari Di Kediaman Rasulullah
Kunjungan Istimewa
Marilah kita telusuri kembali kurun yang telah berlalu. Membuka
lembaran-lembaran masa silam. Membaca dan memperhatikan dengan seksama
kisah-kisahnya. Kita akan mengadakan kunjungan istimewa, mengunjungi
Rasulullah
di rumah beliau melalui untaian kata dan kalimat. Singgah di rumah
beliau barang sehari saja. Melihat-lihat keadaan rumah beliau serta
beberapa kisah tentangnya. Guna mengambil pelajaran dan ibrah yang akan
menjadi pelita dalam amal perbuatan kita.
Seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengeta-huan akhir-akhir ini,
literatur-literatur yang di baca kaum muslimin pun semakin banyak.
Mereka dengan mudah dapat mengunjungi Timur dan Barat melalui buku-buku
dan tulisan¬tulisan, melalui film-film dan berbagai referensi lainnya.
Padahal, sebenarnya kita
lebih berhak mengadakan kunjungan syar’i ke rumah Rasulullah daripada
mereka. Untuk melihat keadaannya, kemudian bersungguh-sungguh
meneladani apa yang kita lihat dan dengar tentangnya. Namun disebabkan
terbatasnya
kesempatan, kita hanya menyorot beberapa keutamaan di rumah beliau ,
mudah-mudahan kita dapat mendidik diri kita untuk dapat menerapkannya
di rumah masing-masing.
Wahai saudaraku seiman,
Tujuan kita membuka lembaran masa silam bu-kanlah hanya untuk menikmati
atau melihat-lihat kisah-kisah yang sudah berlalu. Namun tujuan kita
yang hakiki adalah menjadikannya sebagai wasilah untuk beribadah kepada
Allah . Dengan
membaca sirah (sejarah hidup) Nabi diharapkan kita dapat mengikuti sunnah
beliau dan berjalan di atas manhaj (pedoman) beliau. Sebagai bentuk
ketaatan kita kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu kewajiban
mencintai
Rasulullah . Di antara tanda-tanda kecintaan kepada Rasulullah ialah
mentaati perintah beliau dan menjauhi segala yang dilarang dan dibencinya.
Serta menjadikan beliau sebagai teladan dan panutan.
Mengenai hal itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengam-pun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran 31)
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) Hari Kiamat dan banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab 21)
Rasulullah sendiri menegaskan bahwa mencin-tai beliau termasuk salah satu
sebab mendapatkan manisnya iman. Beliau bersabda:
“Ada tiga perkara, bila terkumpul pada diri seseorang, ia pasti
mendapatkan manisnya iman; Hendaklah Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya … ”
(Muttafaq ‘alaih)
dalam hadits lain beliau bersabda:
“Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, Tidak akan
sempurna keimanan seseorang hingga ia menjadikan aku yang lebih
dicintainya daripada orangtua dan anak-anaknya sendiri.” (HR. Mus-lim)
Sirah Rasulullah adalah sirah yang sangat menakjubkan. Banyak sekali
pelajaran yang dapat kita petik dan petunjuk yang dapat kita teladani darinya.
Perjalanan Yang Menyenangkan
Perjalanan menuju rumah Rasulullah untuk melihat selukbeluk kehidupan dan
tata krama pergaulan beliau merupakan perjalanan yang sangat diidamkan
setiap orang. Terlebih lagi bila diniatkan untuk menggapai pahala di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebuah perjalanan yang sarat ibrah dan
pelajaran, penuh teladan dan panutan. Yaitu perjalanan melalui
kitab-kitab dan riwayat-riwayat dari lisan para sahabat . Sebab, kita
tidak dibolehkan melakukan perjalanan ke makam atau rumah beliau atau
ke tempat-tempat lainnya selain ke tiga masjid,
sebagaimana yang disebutkan Rasulullah dalam hadits:
“Janganlah mengadakan perjalanan (secara khu-sus) kecuali ke
tiga masjid, Masjidil Haram, Mas-jidku ini (Masjid Nabawi), dan
Masjidil Aqsha.” (Muttafaq ‘alaih)
Kita wajib mentaati perintah Rasulullah dengan tidak mengadakan perjalanan
secara khusus kecuali ke tiga masjid tersebut. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakan:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka teri-malah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Kita tidak boleh melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah
peninggalan Rasulullah , Ibnu Wadhdhah rahimahullah berkata: “Umar
radhiyallaahu anhu
telah memerintahkan untuk menebang pohon tempat Rasulullah di bai’at,
sebab orang-orang banyak mengunjungi pohon tersebut untuk shalat di
sana. Umar radhiyallaahu anhu khawatir mereka terfitnah (tersesat jatuh
ke dalam dosa syirik).” (Kisah tersebut dapat dilihat dalam Shahih
Bukhari dan Muslim).
Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan komentar mengenai kunjungan ke
gua Hira’: “Sebelum diangkat menjadi rasul, beliau sering menyendiri
untuk beribadah di sana. Dan di sanalah pertama sekali wahyu diturunkan
kepada beliau. Akan tetapi setelah itu beliau tidak pernah sama sekali
mengunjunginya
bahkan tidak pernah mendekatinya. Demikian pula sahabat-sahabat beliau .
Beliau menetap di kota Makkah selama lebih kurang sepuluh
tahun, namun tidak pernah sekalipun beliau mengunjunginya lagi atau
mendaki ke atasnya. Demikian pula kaum mu’minin yang menetap bersama
beliau di kota Makkah. Setelah beliau berhijrah ke Madinah, beliau
berkali-kali memasuki kota Makkah, seperti pada saat menunaikan Umrah
Hudaibiyah, saat penaklukan kota Makkah, dimana beliau berdiam selama
dua puluh hari di sana, pada saat menunaikan Umrah Ji’ranah, namun
beliau tidak pernah mendatangi gua Hira’ atau mengunjunginya…..” (Lihat
Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XXVII / hal 251).
Sekarang kita akan mengunjungi Kota Al-Madinah An-Nabawiyyah, bangunannya
mulai terlihat di hadapan kita. Itulah gunung Uhud, yang dikatakan Rasulullah :
“Gunung ini mencintai kami dan kami pun mencintainya” (Muttafaq ‘alaih)
Sebelum memasuki kediaman Rasulullah , marilah kita lihat sejenak bentuk
bangunannya. Janganlah terperanjat bila kita hanya menyaksikan sebuah
bangunan kecil dengan tempat tidur yang sangat sederhana. Sebab
Rasulullah
adalah seorang yang sangat zuhud terhadap dunia. Beliau tidaklah
menolehkan pandangan kepada kemewahan dan gemerlap harta benda dunia.
Namun yang menjadi penyejuk mata hati beliau hanyalah ibadah shalat.
(Sebagaimana yang disebutkan dalam HR. An-Nasaai)
Beliau berkomentar tentang dunia sebagai berikut:
“Apa artinya dunia bagiku! Kehadiranku di dunia hanyalah
bagaikan seorang pengelana yang tengah berjalan di panas terik
matahari, lalu berteduh di bawah naungan pohon beberapa saat, kemudian
segera meninggalkannya untuk kembali melanjutkan perjalanan.” (HR.
At-Tirmidzi)
Sekarang kita sedang berjalan menuju kediaman beliau seraya mengayunkan
langkah di jalan-jalan kota Madinah. Itulah kamar-kamar istri beliau
mulai tampak. Kamar sederhana yang dibangun dari pelepah kurma dan
polesan tanah, sebagian lagi dengan batu yang ditata sedemikian rupa,
sementara bagian atasnya dipayungi dengan atap dari pelepah kurma.
Al-Hasan mengisahkan kepada kita: “Aku pernah masuk ke dalam rumah-rumah
istri Rasulullah pada masa khilafah Utsman bin ‘Affan radhiallaahu anhu.
Langit-langit rumah tersebut dapat aku jangkau dengan tanganku.” (Lihat
Ath-Thabaqat Al-Kubra karangan Ibnu Sa’ad I/hal 499 & 501, lihat
juga kitab As-Sirah An-Nabawiyyah II/hal 274 karangan Ibnu Katsir)
Sungguh kediaman beliau adalah rumah yang sangat sederhana dengan
beberapa kamar yang kecil. Akan tetapi penuh dengan cahaya keimanan dan
ketaatan, sarat dengan wahyu dan risalah ilahi!
Sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Tibalah kita di depan rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, kita ketuk pintu beliau untuk meminta izin. Marilah kita
layangkan perhatian kepada sahabat yang melihat langsung Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, ia akan menceritakannya kepada kita
seolah-olah kita melihat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Agar kita
dapat mengenal ciri fisik beliau yang mulia serta wajah beliau yang
penuh senyum.
Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallah ‘anhu menuturkan:
“Rasulullah adalah seorang yang sangat tampan wajahnya, sangat luhur budi
pekertinya, beliau tidak terlalu jangkung dan tidak pula terlalu pendek.” (HR. Al-Bukhari)
Masih dari Al Bara’ radhiyallah ‘anhu ia berkata:
“Rasulullah memiliki dada yang bidang dan lebar, beliau memiliki rambut yang
terurai sam-pai ke cuping telinga (bagian bawah telinga), saya pernah
menyaksikan beliau mengenakan pakaian berwarna merah, belum pernah saya
melihat sesuatu yang lebih indah daripada itu.” (HR. Al-Bukhari)
Abu Ishaq As-Sabi’i berkata: “Seseorang pernah bertanya kepada Al-Bara’ bin ‘Azib
radhiyallah ‘anhu: “Apakah wajah Rasulullah lancip seperti sebilah pedang?” ia menjawab:
“Tidak, bahkan bulat bagaikan rembulan!” (HR. Al-Bukhari)
Anas bin Malik radhiyallah ‘anhu mengungkapkan:
“Belum pernah tanganku menyentuh kain sutra yang lebih
lembut daripada telapak tangan Rasulullah . Dan belum pernah aku
mencium wewa-ngian yang lebih
harum daripada aroma Rasulullah ” (Muttafaq ‘alaih)
Di antara sifat beliau adalah “pemalu”, sampai-sampai Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallah ‘anhu mengatakan:
“Rasulullah itu lebih pemalu daripada gadis dalam pingitan. Jika beliau tidak
menyukai sesuatu, niscaya kami dapat mengetahui ketidak sukaan beliau itu dari wajahnya.” (HR. Al-Bukhari)
Demikianlah beberapa sifat dan budi pekerti Rasulullah . Sungguh, ayah dan ibuku
sebagai tebusannya! Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan jasmani dan budi
pekerti beliau .
Tutur Kata Rasulullah
Telah kita ketahui bersama beberapa sifat Rasulullah . Sekarang kita ingin
mengetahui tutur kata dan cara berbicara beliau. Sebelumnya, marilah kita simak penuturan ‘Aisyah radhiyallahu anha:
“Rasulullah tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu
berbicara dengan nada cepat). Namun beliau berbicara dengan nada
perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal
oleh orang yang mendengarnya.” (HR. Abu Daud)
Beliau adalah seorang yang rendah hati lagi lemah lembut, sangat senang
jika perkataannya dapat dipa-hami. Di antara bentuk kepedulian beliau
terhadap umat ialah dengan memperhatikan tingkatan-tingkatan
intelek-tualitas dan pemahaman mereka di dalam berkomu-nikasi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang sangat penyantun
lagi sabar. Diriwayatkan dari ‘Aiysahradhiyallahu ‘anhabahwa ia berkata:
“Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian kalimat
tersusun dengan rapi, sehing-ga mudah dipahami oleh orang yang mendengar-kannya.” (HR. Abu Daud)
Cobalah perhatikan kelemahlembutan dan keluasan hati Rasulullah , beliau
sudi mengulangi perkataan agar dapat dipahami!
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan kepada kita:
“Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali agar dapat
dipahami.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah selalu berlaku lemah lembut kepada orang lain. Dengan sikap
seperti itulah orang-orang menjadi takut, segan serta hormat kepada beliau!
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu ia berkata:
Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah . Beliau mengajak laki-laki itu
berbicara sehingga membuatnya menggigil ketakutan. Rasulullah berkata
kepadanya:
“Tenangkanlah dirimu! Sesungguhnya aku bukanlah seorang raja. Aku
hanyalah putra seorang wanita yang biasa memakan dendeng.” (HR. Ibnu Maja h)
Kediaman Rasulullah
Izin telah diberikan, tibalah kita di dalam rumah Rasulullah . Cobalah
layangkan pandangan sejenak ke sudut-sudut rumah, para sahabat
radhiyallaahu anhum akan menggambarkan kepada kita situasi di dalamnya
berupa peralatan dan perabotan dll.
Kita maklumi bersama bahwa tidaklah diperkenan-kan melayangkan
pandangan ke dalam kamar atau rumah orang lain. Namun tujuan kita di
sini adalah untuk mengambil contoh dan teladan dari rumah yang mulia
tersebut. Rumah dengan ketawadhu’an sebagai asasnya dan keimanan
sebagai modalnya. Dapat engkau lihat, dindingnya bersih dari
gambar-gambar makhluk bernyawa yang banyak dipajang orang di
rumah-rumah kebanyakan orang pada hari ini. Padahal
Rasulullah telah bersabda:
“Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat padanya anjing atau gambar.” (HR. Al-Bukhari)
Kemudian arahkan pandanganmu kepada perabotan rumah yang biasa dipakai
beliau sehari-hari. Diriwayatkan dari Tsabit ia berkata: Anas radhiyallaahu
anhu memperlihatkan kepada kami sebuah gelas terbuat dari kayu yang tebal
dan disepuh dengan besi. Ia berkata: “Wahai Tsabit, inilah gelas Rasulullah .”
(HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah biasa meminum air, nabidz, madu dan susu dengan gelas itu.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyalaahu anhu ia berkata:
“Rasulullah biasa bernafas tiga kali sewaktu minum.” (HR. Muttafaq
‘alaih)
Yaitu bernafas di luar gelas. Beliau melarang bernafas di dalam gelas
sewaktu minum dan beliau juga melarang meniup minuman. (Sebagaimana
yang disebutkan dalam HR. At-Tirmidzi)
Adapun baju perang yang biasa beliau kenakan saat berjihad di medan
peperangan, pada hari-hari yang keras dan penuh kesulitan, sudah tidak
ditemukan lagi di rumah beliau. Rasulullah telah menggadaikannya kepada
seorang Yahudi dengan tiga puluh sha’ gandum, sebagaimana yang dituturkan
‘Aisyah radhiyalaahu anha. Ketika Rasulullah wafat, baju perang itu masih ada
di tangan orang Yahudi tersebut.
Beliau tidak pernah membuat kaget keluarga atau membuat
mereka takut. Namun beliau menemui keluarga dengan sepengetahuan mereka
dan dengan memberi salam terlebih dahulu. (Lihat Zaadul Ma’aad II/ hal
381)
Perhatikanlah dengan saksama hadits Rasulullah berikut ini:
“Alangkah beruntungnya orang yang mendapat hidayah kepada
Islam, lalu dia mencukupkan diri dengan kehidupan yang sederhana serta
bersikap qana’ah.” (HR. At-Tirmidzi)
Simaklah baik-baik hadits yang agung berikut ini:
“Barangsiapa yang aman sentosa di tengah-tengah kaumnya,
sehat jasmaninya, lagi memiliki makan-an pokoknya sehari-hari, maka
seakan-akan ia telah meraih dunia dengan segala isinya.” (HR.
At-Tirmidzi)
Karib Kerabat Rasulullah
Nabiyyul ummah adalah seorang yang sangat setia menjaga hubungan tali silaturrahim.
Kesetiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Beliau adalah
seorang yang memiliki tanggung jawab yang sangat sempurna dalam hal
itu. Sampai-sampai kaum Quraisy memuji beliau dan menggelar beliau
dengan sebutan Ash-Shadiq Al-Amiin (yang jujur lagi sangat di percaya)
sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Istri beliau tercinta,
Khadijahradhiyallahu ‘anhamelukiskan sifat beliau dengan ucapannya:
“Engkau adalah seorang yang suka menyambung tali silaturrahim dan selalu berkata jujur.”
Lihatlah! beliau menunaikan hak yang paling besar dan melaksanakan kewajiban yang
paling utama, yaitu menziarahi makam ibu beliau yang wafat pada saat
beliau berusia tujuh tahun. Abu Hurairah menuturkan-nya kepada kita:
“Aku telah meminta izin kepada Rabbku untuk memohonkan
ampunan bagi ibuku, namun Dia tidak men gizin kannya. Lalu aku minta
izin untuk menziarahi
makamnya, Dia pun men gizinkannya. Berziarah kuburlah kamu, sebab
ziarah kubur mengingatkan kamu kepada hari kematian.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah, betapa besar kecintaan Rasulullah kepada karib kerabatnya. Demikian
pula perhatian beliau untuk mendakwahi, membimbing serta menyela-matkan
mereka dari api Neraka. Beliau ¥ begitu tabah dalam menghadapi segala
macam kesulitan untuk hal itu.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: “Ketika
turun ayat “Dan berilah peringatan kepada karib kerabatmu yang
terdekat.” (Asy-Syuara’ 214). Beliau mengundang pemuka Quraisy. Setelah
mereka berkum-pul, mulailah beliau memberikan pengarahan secara umum
dan khusus. Beliau berkata:
Wahai Bani Abdu Syams, wahai Bani Ka’ab bin Lu`ai, tebuslah
diri kalian dari api Nereka! Wahai Bani Murrah bin Ka ‘ab, tebuslah
diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani Abdu Manaf, tebuslah diri
kalian dari api Neraka! Wahai Bani Hasyim, tebuslah diri kalian dari
api Neraka! Wahai Bani Abdul Muththalib, tebusah diri kalian dari api
Neraka! Wahai Fathimah, tebuslah dirimu dari api Neraka! sedikitpun aku
tidak berguna bagimu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala , hanya saja
kalian memiiki hubungan kekerabatan yang tetap aku pelihara baik.” (HR.
Muslim)
Beliau tidak pernah bosan dan jemu mendakwahi Abu Thalib, paman beliau. Berulang kali
beliau menawarkan dakwah beliau kepadanya, hingga beliau menemuinya
saat menjelang kematiannya, sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat
di bawah ini:
Ketika Abu Thalib tengah men ghadapi kematian, Rasulullah datang menemuinya,
sementara Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umaiyyah ada di dekatnya. Rasulullah
berkata kepadanya: “Wahai pamanku, ucapkanlah “Laa Ilaaha Illallaahu!”
sebuah kalimat yang akan aku jadikan hujjah untuk membelamu di hadapan
Allah!” Abu
Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mempengaruhinya dengan ucapan:
“Wahai Abu Thalib, apakah engkau tega membenci agama Abdul Muththalib?”
mereka berdua terus mempengaruhinya sehingga kalimat terakhir yang
diucapkan Abu Thalib adalah: “Aku wafat di atas agama Abdul Muththalib!”
Rasulullah pun berkata: “Aku akan terus memohonkan ampun bagimu selama hal itu
belum dilarang atasku!”
Hingga akhirnya turunlah ayat:
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka,
bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah pen ghuni Neraka Jahannam.”
(At-Taubah: 113)
Lalu turun juga ayat:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dike-hendaki-Nya.” (Al-Qashash: 56)
(Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka).
Rasulullah telah berulang kali mendakwahi Abu Thalib semasa hidupnya. Hingga pada
saat-saat terakhir menjelang wafatnya. Kemudian beliau iringi dengan
permohonan ampunan baginya sebagai bentuk kebaikan dan kasih sayang
beliau terhadapnya, hingga turun ayat yang melarang hal itu. Beliau
patuhi dan taati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala , setelah itu
beliau tidak lagi memanjatkan doa bagi orang-orang musyrik meskipun
dari kalangan kerabat beliau. Itulah bentuk kasih sayang yang amat
agung terhadap umat. Di lain pihak, itu juga merupakan sikap loyalitas
yang tinggi terhadap Dienul Islam serta bara’ (berlepas diri) dari
orang-orang kafir dan musyrik meskipun berasal dari kalangan keluarga
dan kaum kerabat. Alangkah indah lantunan syair berikut ini:
Beliau adalah seorang nabi yang diutus kepada kami.
Setelah kami ten ggelam dalam keputus-asaan dan kekosongan para rasul.
Sementara berhala-berhala disembah di muka bumi. Beliau datang seba gai
pelita yang menerangi. Seba gai pembimbing yang bersinar secerah
kilatan pedang India. Beliau memperingatkan kami dari siksa api Neraka.
Membawa kabar gembira berupa kenikmatan Surga. Beliau bimbing kami
kepada Islam.
Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Aktifitas Rasulullah di Dalam Rumah
Rumah seseorang ibarat cermin yang menggambarkan keluhuran akhlak,
kesempurnaan budi pekerti, keelokan pergaulan dan ketulusan nuraninya.
Tidak ada seorang pun yang melihat apa yang diperbuatnya di balik kamar
dan dinding. Saat ia bersama hamba sahaya, bersama pembantu atau
bersama istrinya. Ia bebas berbuat tanpa ada rasa sungkan dan
berpura-pura. Sebab ia adalah raja yang memerintah dan melarang di
dalam rumahnya. Semua anggota keluarga yang berada di bawah
tanggungannya adalah lemah. Marilah kita lihat bersama aktifitas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam rumah, selaku pemimpin
dan panutan umat yang memiliki kedudukan yang mulia dan derajat yang
tinggi. Bagaimanakah keadaan beliau di dalam rumah?
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya: “Apakah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam rumah?” Ia
radhiyallahu ‘anha menjawab: “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri, memerah
susu dan melayani diri beliau sendiri.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Demikianlah contoh sebuah ketawadhu’an dan sikap rendah hati (tidak
takabur) serta tidak memberatkan orang lain. Beliau turut mengerjakan
dan membantu pekerjaan rumah tangga. Seorang hamba Allah yang terpilih
tidaklah segan mengerjakan hal itu semua.
Dari rumah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang penuh berkah itulah
memancar cahaya Islam, sedangkan beliau sendiri tidak mendapatkan
makanan yang dapat mengganjal perut beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam. An-Nu’man bin Basyir menuturkan kepada kita keadaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Aku telah menyaksikan sendiri keadaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai beliau tidak mendapatkan
kurma yang jelek sekalipun untuk mengganjal perut.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Kami, keluarga Muhammad, tidak pernah menya-lakan tungku
masak selama sebulan penuh, makanan kami hanyalah kurma dan air.” (HR.
Al-Bukhari)
Tidak ada satu perkara pun yang melalaikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dari beribadah dan berbuat ketaatan. Apabila sang
muadzin telah mengumandangkan azan; “Marilah tegakkan shalat! Marilah
menggapai kemenangan!” beliau segera menyambut seruan tersebut dan
meninggalkan segala aktifitas duniawi.
Diriwayatkan dari Al-Aswad bin Yazid ia berkata: “Aku pernah bertanya
kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: ‘Apakah yang biasa dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di rumah?’ ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha menjawab: “Beliau biasa membantu keluarga, apabila mendengar
seruan azan, beliau segera keluar (untuk menunaikan shalat).” (HR.
Muslim)
Tidak satupun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat
fardhu di rumah, kecuali ketika sedang sakit. Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam pernah terserang demam yang sangat parah. Sehingga
sulit baginya untuk keluar rumah, yakni sakit yang mengantar beliau
menemui Allah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Disamping beliau lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap umatnya,
namun beliau juga sangat marah terhadap orang yang meninggalkan shalat
fardhu berjamaah (di masjid). Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Sun gguh betapa in gin aku memerintahkan muazdin
mengumandangkan azan lalu iqamat, kemudian aku memerintahkan seseorang
untuk men gimami shalat, lalu aku berangkat bersama beberapa orang yang
membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat jamaah,
untuk membakar rumah-rumah mereka.” (Muttafaq ‘alaih)
Sanksi yang sangat berat tersebut menunjukkan betapa penting dan
utamanya shalat berjamaah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa yang mendengar seruan azan, lalu ia tidak
menyambutnya (mendatangi shalat berjamaah), maka tidak ada shalat
baginya kecuali karena uzur.” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Uzur di sini adalah perasaan takut (tidak aman) atau sakit.
Apa dalih orang-orang yang mengerjakan shalat fardhu di rumahnya (di
samping istrinya)? Mereka tinggalkan masjid! Apakah ada uzur sakit atau
perasaan takut bagi mereka?
Akhlak dan Budi Pekerti
Perilaku seseorang merupakan barometer akal dan kunci untuk mengenal hati nuraninya. ‘Aisyah Ummul Mukminin putri Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma seorang hamba terbaik yang mengenal akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang dapat menceritakan secara detail keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah orang yang paling dekat dengan beliau baik saat tidur maupun terjaga, pada saat sakit maupun sehat, pada saat marah maupun ridha.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan
seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas
kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan
dan merelakan. (HR. Ahmad)
Demikianlah akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku nabi umat
ini yang penuh kasih sayang dan selalu memberi petunjuk, yang penuh
anugrah serta selalu memberi nasihat. Semoga shalawat dan salam
tercurah atas beliau. Al-Husein cucu beliau menuturkan keluhuran budi
pekerti beliau. Ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang adab
dan etika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap orang-orang
yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: “Beliau shallallahu
‘alaihi wasallam senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah
hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak,
bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya.
Siapa saja yang mengharapkanya pasti tidak akan kecewa dan siapa saja
yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas. Beliau
meninggalkan tiga perkara: “riya’, berbangga-bangga diri dan hal yang
tidak bermanfaat.” Dan beliau menghindarkan diri dari manusia karena
tiga perkara: “beliau tidak suka mencela atau memaki orang lain, beliau
tidak suka mencari-cari aib orang lain, dan beliau hanya berbicara
untuk suatu maslahat yang bernilai pahala.” Jika beliau berbicara,
pembicaraan beliau membuat teman-teman duduknya tertegun, seakan-akan
kepala mereka dihinggapi burung (karena khusyuknya). Jika beliau diam,
barulah mereka berbicara. Mereka tidak pernah membantah sabda beliau.
Bila ada yang berbicara di hadapan beliau, mereka diam memperhatikannya
sampai ia selesai bicara. Pembicaraan mereka disisi beliau hanyalah
pembicaraan yang bermanfaat saja. Beliau tertawa bila mereka tertawa.
Beliau takjub bila mereka takjub, dan beliau bersabar menghadapi orang
asing yang kasar ketika berbicara atau ketika bertanya sesuatu kepada
beliau, sehingga para sahabat shallallahu ‘alaihi wasallam selalu
mengharapkan kedatangan orang asing seperti itu guna memetik faedah.
Beliau bersabda: “Bila engkau melihat seseorang yang sedang mencari
kebutuhannya, maka bantulah dia. ” Beliau tidak mau menerima pujian
orang kecuali menurut yang selayaknya. Beliau juga tidak mau memutuskan
pembicaraan seeorang kecuali orang itu melan ggar batas, beliau segera
men ghentikan pembicaraan tersebut dengan melarangnya atau berdiri
meninggalkan majlis.” (HR. At-Tirmidzi)
Cobalah perhatikan satu persatu akhlak dan budi pekerti nabi umat ini
shallallahu ‘alaihi wasallam. Pegang teguh akhlak tersebut dan
bersungguh-sungguhlah dalam meneladaninya, sebab ia adalah kunci
seluruh kebaikan.
Di antara petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah
mengajarkan perkara agama kepada teman-teman duduknya, di antara yang
beliau ajarkan adalah:
“Barangsiapa yang wafat sedan gkan ia memohon kepada selain Allah, ia pasti masuk Neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Di antaranya juga:
“Seorang muslim adalah yang kaum muslimin dapat terhindar dari gangguan lisan dan tan gan-nya, seorang muhajir (yang berhijrah) adalah yang meninggalkan segala yang dilarang Allah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Muttafaq ‘alaih).
Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan
ke masjid di malam kelam, berupa cahaya yang sempurna pada Hari
Kiamat.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Daud)
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kamu.” (HR. Abu Daud)
Diriwayatkan juga dari beliau:
“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan sebuah
perkataaan yang belum jelas bermanfaat baginya sehingga membuat ia
terperosok ke dalam api Neraka lebih jauh daripada jarak timur dan
barat.” (Muttafaq ‘alaih)
Putra-putri Rasulullah
Pada zaman jahiliyah, kelahiran seorang bayi perempuan
adalah lembaran hitam dalam kehidupan sepasang suami istri. Bahkan
merupakan lembaran hitam bagi keluarga dan kabilahnya. Kepercayaan
masyarakat jahiliyah seperti itu mendorong mereka mengubur anak
perempuan hidup-hidup karena takut cela dan aib. Penguburan anak
perempuan tersebut dilakukan dengan cara yang sangat sadis tanpa ada
rasa sayang dan belas kasih sama sekali. Anak perempuan tersebut
dikubur hidup-hidup. Mereka melakukan perbuatan terkutuk itu dengan
berbagai macam cara. Di antaranya, jika lahir seorang bayi perempuan,
mereka sengaja membiarkan bayi itu hidup sampai berusia 6 tahun,
kemudian si bapak berkata kepada ibu anak yang malang tersebut:
“Dandanilah anak ini, sebab aku akan membawanya menemui
paman-pamannya.” Sementara si bapak telah menyiapkan lubang di tengah
padang pasir yang sepi. Lalu dibawalah anak perempuannya itu menuju
lubang tersebut. Sesampainya di sana si bapak berkata kepadanya:
“Lihatlah lubang itu!” lalu sekonyong¬konyong ia dorong anak itu ke
dalamnya dan menimbunnya dengan tanah secara sadis dan keji.
Di tengah-tengah masyarakat jahiliyah seperti itulah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam muncul dengan membawa agama yang agung
ini, agama yang menghormati hak-hak perempuan, baik statusnya sebagai
ibu, istri, anak, kakak ataupun bibi.
Putri-putri beliau begitu banyak mendapat curahan kasih sayang dari
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila Fathimah radhiyallahu
‘anha datang, beliau akan segera bangkit menyambutnya sambil memegang
tangannya, lalu menempatkannya di tempat duduk beliau shallallahu
‘alaihi wasallam. Demikian pula bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam datang mengunjungi Fathimah radhiyallahu ‘anhu, ia segera
bangkit menyambut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sambil menuntun
tangan beliau dan menciumnya serta menempatkan beliau di tempat
duduknya. (Sebagaimana tertera dalam HR. Abu Daud, Tirmidzi dan
An-Nasaai)
Meskipun beliau begitu sayang kepada putri-putrinya dan begitu
memuliakan mereka, namun beliau rela menerima talaq (perceraian) kedua
putri beliau Ruqaiyyah dan Ummu Kaltsum radhiyallahu ‘anhuma dari suami
mereka, yaitu ‘Utbah dan ‘Utaibah putra Abu Lahab setelah turun surat
Al-Lahab (”Binasalah kedua tangan Abu Lahab”). Beliau tetap sabar serta
mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Beliau tidak berkenan
menghentikan dakwah atau surut ke belakang. Pasalnya kaum Quraisy
mengancam, bila beliau tidak menghentikan dakwah, maka kedua putri
beliau akan dicerai. Namun beliau tetap teguh dan sabar serta tidak
goyah dalam mendakwahkan agama Islam.
Di antara bentuk sambutan hangat beliau terhadap putri beliau adalah
sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
“Pada suatu hari kami, para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, berada di sisi beliau. Lalu datanglah Fathimah radhiyallahu
‘anha kepada beliau dengan berjalan kaki. Gaya berjalannya sangat mirip
dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya, beliau memberikan ucapan
selamat untuknya, beliau berkata:
“Selamat datang wahai putriku.” Kemudian beliau tempatkan ia di sebelah kanan atau kiri beliau.” (HR. Muslim)
Di antara bentuk kasih sayang dan cinta beliau kepada putri-putri
beliau ialah dengan mengunjungi mereka dan menanyakan kabar dan problem
yang mereka hadapi. Fathimah radhiyallahu ‘anha pernah datang menemui
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengadukan tangannya yang lecet
karena mengadon tepung, ia meminta seorang pelayan kepada beliau. Namun
Fatihmah radhiyallahu ‘anha tidak bertemu dengan beliau. Fathimah
radhiyallahu ‘anha melaporkan kedatangannya kepada ‘Aisyah radhiyallah
‘anha. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali, ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan perihal kedatangan Fathimah radhiyallahu
‘anha. ‘Ali radhiyallahu ‘anhu menuturkannya kepada kita:
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lalu datang menemui kami berdua
saat kami sudah berbaring di atas dipan. Ketika beliau datang, kamipun
segera bangkit. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tetaplah
di tempat kamu!” belia upun mendekat lalu duduk di antara kami berdua
hingga aku dapat merasa-kan sejuk kedua telapak kaki beliau di dadaku.
Beliau bersabda:
“Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagi kamu
berdua daripada seorang pelayan?” Apabila kamu hendak tidur, bacalah
takbir (Allahu Akbar) tiga puluh empat kali, tasbih (Subhaa-nallaah)
tiga puluh tiga kali, dan tahmid (Alham-dulillahi) tiga puluh tiga
kali. Sesungguhnya bacaan tersebut lebih baik bagimu daripada seorang
pelayan.” (HR. Al-Bukhari)
Sungguh, pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdapat
teladan yang baik bagi kita, teladan dalam kesabaran dan ketabahan.
Seluruh putra-putri beliau wafat sewaktu beliau masih hidup -kecuali
Fathimah radhiyallah ‘anha, namun meskipun demikian beliau tidak
menampar-nampar wa-jah, merobek-robek pakaian dan tidak mengadakan
kenduri kematian (sebagaimana yang dilakukan mayoritas manusia sebagai
ungkapan kesedihan dan belasungkawa). Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam tetap sabar dan tabah dengan mengharap pahala dari Allah
Ta’ala serta ridha atas takdir dan ketentuan Allah Ta’ala.
Keharmonisan Rumah Tangga Rasulullah
Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dunia itu penuh dengan kenikmatan. Dan sebaik-baik
kenikmatan dunia adalah istri yang shalihah.” (Lihat Shahih Jami’
Shaghir karya Al-Albani)
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya
berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.
Aisyah radhiyallah ‘anha menuturkan: “Pada suatu hari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:
“Wahai ‘Aisy (pan ggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha ), Malaikat Jibril shallallahu ‘alaihi wasallam tadi menyampaikan
salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku Nabi umat ini yang
paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya telah memberikan
sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri
dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan
kecemburuan wanita. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan
mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu
menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping
suaminya.
Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku
memberikan gelasku kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan
lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau men gambil potongan
daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR. Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah seperti yang diduga oleh
kaum munafikin atau seperti yang dituduhkan kaum orientalis dengan
tuduhan-tuduhan palsu dan pengakuan-pengakuan bathil. Bahkan beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih etika berumah tangga yang
paling elok dan sederhana.
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium salah
seorang istri beliau kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa
memperbaharui wudhu’.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dalam berbagai kesempatan, beliau selalu menjelaskan dengan gamblang
tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka kaum hawa
memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjawab pertanyaan
‘Amr bin Al-’Ash radhiyallah ‘anhu seputar masalah ini,
beliau jelaskan kepadanya bahwa mencintai istri bukanlah suatu hal yang
tabu bagi seorang lelaki yang normal.
Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam : “Siapakah orang yang paling engkau
cintai?” beliau menjawab: “‘Aisyah!” (Muttafaq ‘alaih)
Barangsiapa yang mengidamkan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan
kisah- kisah ‘Aisyah radhiyallah ‘anha bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam membahagiakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
“Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk
membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.
Aisyah radhiyallah ‘anha mengisahkan:
Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis
yang ramping. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat
mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Kemarilah! sekarang
kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat
mengungguli beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam saja
atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah
agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak
terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan
akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata:
“Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)
Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan yang sangat lembut dan
sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan rombongan untuk
berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri
dengan mengajaknya berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan
yang lalu dengan yang baru, beliau berkata: “Inilah penebus kekalahan
yang lalu!”
Bagi mereka yang sering bepergian melanglang buana serta memperhatikan
keadaan orang-orang yang terpandang pada tiap-tiap kaum, pasti akan
takjub terhadap perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau adalah seorang Nabi yang mulia, pemimpin yang selalu berjaya,
keturunan terhormat suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada saat-saat
kejayaan, beliau kembali dari sebuah peperangan dengan membawa
kemenangan bersama rombongan pasukan besar. Meskipun demikian, beliau
tetap seorang yang penuh kasih sayang dan rendah hati terhadap
istri-istri beliau para Ummahaatul Mukiminin radhiyallah ‘anhun.
Kedudukan beliau sebagai pemimpin pasukan, perjalanan panjang yang
ditempuh, serta kemenangan demi kemenangan yang diraih di medan
pertempuran, tidak membuat beliau lupa bahwa beliau didampingi para
istri-istri kaum hawa yang lemah yang sangat membutuhkan sentuhan
lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat perjalanan
yang sangat meletihkan.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi
Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu ‘anha. Beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk
melindungi Shafiyyah radhiyallah ‘anha dari pandangan orang.
Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau
persilakan Shafiyyah radhiyallah ‘anha untuk naik ke atas unta dengan
bertumpu pada lutut beliau.
Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang
menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus-
memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri,
mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah,
membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan
beliau.
Rasulullah dan Syariat Poligami
Sebagaimana yang sudah dimaklumi bahwa Rasulullah r menikahi sembilan
wanita yang kemudian dikenal dengan sebutan Ummahatul Mukminin g.
Alangkah mulia dan tinggi kedudukan tersebut! Rasulullah r menikahi
seorang wanita yang berusia senja, berstatus janda, wanita yang lemah,
hanya ‘Aisyah Radhiallaahu anha saja yang bertatus gadis di antara
seluruh istri-istri beliau.
Beliau adalah contoh terbaik dalam hal berlaku adil kepada para istri,
dalam hal pembagian giliran ataupun urusan lainnya. ‘Aisyah
Radhiallaahu anha mengungkapkan:
Riwayat Anas Radhiallaahu anhu berikut ini memaparkan kepada kita salah satu bentuk keadilan beliau kepada para istri. Anas Radhiallaahu anhu menceritakan:
Demikianlah suasana rumah Rasulullah yang agung. Suasana harmonis seperti itu hanya
dapat terwujud dengan bimbingan taufik dan hidayah dari Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Beliau senantiasa bersyukur kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yang teraplikasi dalam
bentuk ucapan dan perbuatan. Beliau senantiasa menganjurkan istri-istri beliau untuk giat
beribadah serta membantu mereka dalam melak-sanakan ibadah, sesuai dengan perintah Allah Subhannahu wa Ta’ala
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerja-kannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah
yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertaqwa.” (Thaha: 132)
Aisyah Radhiallaahu anha menceritakan:
Rasulullah biasa mengerjakan shalat malam sementara aku tidur melintang
di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan
shalat witir.” (Muttafaq ‘alaih).
Rasulullah e menghimbau umatnya untuk menger-jakan shalat malam dan
menganjurkan agar suami istri hendaknya saling membantu dalam
mengerjakannya. Sampai-sampai sang istri boleh menggunakan cara terbaik
untuk itu, yaitu dengan memercikkan air ke wajah suaminya! demikian
pula sebaliknya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu meriwayatkan sebuah
hadits dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati seorang suami
yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat malam lalu
membangunkan istrinya untuk shalat bersama. Bila si istri enggan, ia
memercikkan air ke wajah istrinya (supaya bangun). “Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala merahmati seorang istri yang bangun pada malam hari
untuk mengerjakan shalat malam lalu membangunkan suaminya untuk shalat
bersama. Bila si suami enggan, ia memercikkan air ke wajah suaminya
(supaya bangun).” (HR. Ahmad)
Perhatian seorang muslim terhadap penampilan luar sebagai pelengkap bagi kemurnian dan
kesucian batinnya termasuk kesempurnaan pribadi dan ketaatan dalam
beragama. Beliau adalah seorang yang suci lahir maupun batin, beliau
menyenangi wangi-wangian dan siwak
dan beliau menganjurkan umatnya untuk itu. Rasulullah bersabda:
“Seandainya tidak menyusahkan umatku, niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Muslim)
Dari Hudzaifah Radhiallaahu anhu ia berkata:
Rasulullah biasa menggosok giginya dengan siwak setiap kali bangun dari tidur.”
(HR. Muslim)
Syuraih bin Hani’ berkata: “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha : ‘Apa
yang pertama sekali dilakukan Rasulullah setiap kali memasuki rumahnya?” ‘Aisyah
Radhiallaahu anh menjawab: “Beliau memulainya dengan bersiwak.” (HR. Muslim).
Betapa besar perhatian beliau terhadap keber-sihan! beliau mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk bertemu dengan keluarga.
Beliau selalu membaca doa setiap kali memasuki rumah, sebagai berikut:
“Dengan menyebut nama Allah kami masuk (ke rumah), dan
dengan menyebut nama Allah kami keluar (darinya), dan kepada Rabb kami,
kami bertawakkal. Kemudian beliau mengucapkan salam kepada
keluarganya.” (HR. Abu Daud)
Wahai saudaraku, bahagiakanlah keluargamu dengan penampilan yang bersih
dan ucapan salam ketika menemui mereka. Janganlah engkau ganti dengan
cacian, makian dan bentakan.
Canda Rasulullah
Rasulullah adalah seorang pemimpin yang sangat memperhatikan urusan umat dan
seluruh pasukannya. Beliau juga sangat perhatian terhadap bawahan serta
anggota keluarga. Disamping itu beliau juga tetap menjaga amal ibadah
serta wahyu yang diturunkan. Dan banyak lagi urusan lain yang beliau
perhatikan. Sungguh merupakan amal yang sangat agung dalam rangka
memenuhi tuntutan kehidupan dan membangkitkan motivasi, yang tidak akan
mampu dilaksanakan oleh sembarang orang. Namun Rasulullah r meletakkan
setiap hak pada tempatnya. Beliau tidak akan mengurangi hak orang lain
atau meletakkan hak tersebut tidak pada tempatnya. Meskipun sangat
banyak beban dan pekerjaan, namun beliau tetap memberikan tempat bagi
anak-anak kecil dihatinya. Beliau sering mengajak mereka bercanda dan
bersenda gurau, mengambil hati mereka dan membuat mereka senang.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu menceritakan: “Para sahabat ber-tanya kepada Rasulullah
: “Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah menjawab:
“Tentu, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Ahmad).
Anas Radhiallaahu anhu menceritakan kepada kita salah satu bentuk canda
Rasulullah e, ia berkata: “Rasulullah r pernah memanggilnya dengan
sebutan:
“Wahai pemilik dua telinga!” (maksudnya bergurau dengannya) (HR. Abu Dawud)
Anas Radhiallaahu anhu mengisahkan: “Ummu Sulaim Radhiallaahu anha
mempunyai seorang putra yang bernama Abu ‘Umair. Rasulullah e sering
bercanda dengannya setiap kali beliau datang. Pada suatu hari
Rasulullah r datang mengunjunginya untuk bercanda, namun tampaknya anak
itu sedang sedih. Mereka berkata:
Wahai Rasulullah , burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati.” Rasulullah
lantas bercanda dengannya, beliau berkata:
“Wahai Abu ‘Umair, apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?” (HR. Abu Daud)
Demikian pula dengan para sahabat Radhiallaahu anhum, salah satu di
antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallaahu
anhu ia berkata: “Ada seorang pria
dusun bernama Zahir bin Haram. Rasulullah sangat menyukainya. Hanya saja
tampangnya jelek. Pada suatu hari, Rasulullah menemuinya sewaktu ia menjual barang
dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluknya dari belakang sehingga ia tidak dapat
melihat beliau. Ia pun berkata: “Lepaskan aku! Siapakah ini?” Setelah
menoleh ia pun mengetahui ternyata yang memeluknya adalah Rasulullah e.
Ia pun tidak menyia-nyiakan
kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada Rasulullah . Rasulullah lantas
berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?” Iapun berkata: “Demi Allah wahai
Rasulullah , kalau demikian aku tidak akan laku dijual!” Rasulullah membalas: “Justru
engkau di sisi Allah I sangat mahal harganya!” (HR. Ahmad)
Sungguh merupakan akhlak yang terpuji dari baginda Nabi yang mulia dan luhur budi pekertinya r.
Meskipun beliau bersikap luwes terhadap keluarga dan kaumnya, namun
tetap ada batasannya. Beliau tidaklah melampaui batas bila tertawa,
beliau hanya tersenyum. Sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah
Radhiallaahu anha :
“Belum pernah aku melihat Rasulullah tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan
anak lidah beliau. Namun beliau hanya tersenyum.” (Muttafaq ‘alaih)
Meskipun beliau selalu bermuka manis dan elok dalam perrgaulan, namun
bila peraturan-peraturan Allah dilanggar, wajah beliau akan memerah
karena marah. ‘Aisyah Radhiallaahu
anhu menuturkan kepada kita: “Pada suatu ketika, Rasulullah baru kembali dari sebuah
lawatan. Sebelumnya aku telah menirai pintu rumahku dengan korden tipis yang bergambar.
Ketika melihat gambar itu Rasulullah langsung merobeknya hingga berubah rona wajah
beliau seraya berkata:
“Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya orang yang paling keras
siksanya di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah orang-orang yang
meniru-niru ciptaan Allah.” (Muttafaq ‘alaih)
Tidur Rasulullah
Ubay bin Ka’Ab Radhiallaahu anhu menuturkan kepada kita bahwa Rasulullah pernah
bersabda:
“Jika salah seorang di antara kamu mendatangi
pembaringannya, hendaklah mengibaskan kasurnya dengan ujung kain (untuk
membersihkannya) serta sebutlah asma Allah Subhanahu wa Ta’ala Sebab ia
tidak tahu kotoran apa yang melekat pada kasurnya itu sepening-galnya.
Jika hendak berbaring, hendaklah berbaring dengan bertelekan pada rusuk
kanan. Dan hendaklah mengucapkan:
“Maha suci Engkau Ya Allah Ya Rabbi, dengan menyebut nama-Mu aku
meletakkan tubuhku, dan dengan nama-Mu jua aku mengangkatnya kembali.
Jika Engkau mengambil ruhku (jiwaku), maka berilah rahmat padanya.
Tetapi, bila Engaku melepas-kannya, maka peliharalah, sebagaimana
Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Muslim)
Di antara bimbingan yang beliau ajarkan kepada setiap muslim dan muslimah adalah:
“Jika kamu mendatangi pembaringanmu, hendaklah berwudhu’
sebagaimana engkau berwudhu ketika hendak shalat. Kemudian berbaringlah
dengan bertelekan pada rusuk kananmu.”
Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata:
Setiap kali Rasulullah hendak tidur di pembaring-annya pada tiap malam, beliau
merapatkan kedua telapak tangannya. Lalu meniupnya dan membaca surat
Al-Ikhlas (Qul Huwallaahu Ahad), surat Al-Falaq (Qul A’uudzu birabbil
Falaq) dan surat An-Naas (Qul A’uudzu birabbin Naas). Kemudian beliau
mengusap tubuh yang dapat dijangkau dengan kedua telapak tangannya itu.
Dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan. Beliau melakukannya
sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari)
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu meriwayatkan: “Setiap kali Rasulullah hendak tidur di
pembaringannya beliau selalu berdoa:
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan,
memberi kami minum dan memberi kami kecukupan dan tempat berteduh.
Betapa banyak orang yang tidak mempunyai Tuhan yang mem-berikan
kecukupan dan tempat berteduh.” (HR. Muslim)
Dari Abu Qatadah Radhiallaahu anhu ia berkata:
“Sesungguhnya bila Rasulullah beristirahat dalam perjalanannya di malam hari,
beliau berbaring dengan bertelekan pada rusuk kanan. Dan apabila beliau
beristirahat pada waktu menjelang subuh, beliau tegakkan lengan dan
beliau letakkan kepala di atas telapak tangan.” (HR. Muslim)
Meskipun anugrah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala curahkan kepada kita
begitu banyak, namun cobalah lihat wahai saudaraku, kasur yang dipakai
penghulu para Nabi, penutup para rasul, makhluk yang paling utama,
sebaik-baik bani adam di atas muka bumi. Diriwayatkan oleh ‘Aisyah
Radhiallaahu anhu ia berkata:
“Sesungguhnya kasur yang dipakai oleh Rasulullah r hanyalah
terbuat dari kulit binatang (yang telah disamak) yang diisi dengan
sabut kurma.” (HR. Muslim)
Pada suatu ketika, beberapa orang sahabat Radhiallaahu anhum datang menemui beliau,
berikut juga Umar Radhiallaahu anhu Rasulullah lantas bangkit merubah posisinya, Umar
Radhiallaahu anhu melihat tidak ada kain yang melindungi tubuh Rasulullah e dari tikar yang
dipakainya berbaring. Ternyata tikar tersebut membekas pada tubuh beliau . Melihat
pemandangan itu Umar Radhiallaahu anhu pun menangis. Rasulullah e
bertanya kepadanya: “Apakah gerangan yang membuatmu menangis wahai
Umar?” ia menjawab: “Demi Allah, karena saya tahu bahwa engkau tentu
lebih mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada raja Kisra
maupun Kaisar. Mereka dapat berpesta pora di dunia sesuka hatinya.
Sedangkan Engkau adalah seorang Utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala namun
keadaan engkau
sungguh sangat memprihatinkan sebagaimana yang aku saksikan sekarang,”
Rasulullah bersabda: “Tidakkah engkau ridha wahai Umar, kemegahan dunia
ini diberikan bagi mereka, sedangkan pahala akhirat bagi kita!” Umar
Radhiallaahu anhu menjawab: “Tentu saja!” “Demikianlah adanya!” jawab
Nabi.” (HR. Ahmad)
Shalat Malam Rasulullah
Malam telah datang menjelang di lan git kota Madinah, suasana gelap menyelimuti jagad
raya. Namun Rasulullah menerangi sudut-sudut kota dan menghi-dupkan malamnya.
Beliau bermunajat kepada Allah Ta’ala Rabb alam semesta. Beliau memohon
kepada Dzat yang mengurus segala perkara guna melaksanakan perintah
Sang Pencipta:
“Hai orang yang berselimut (Muhammad), ban gunlah (untuk shalat) di
malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau
kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan
bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan¬lahan.” (Al-Muzzammil: 1-4)
Abu Hurairah Radhiallahu anhu menceritakan:
Rasulullah biasa men gerjakan shalat malam hingga membengkak kedua
telapak kakinya. Ada yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah,
mengapa Anda melakukan sedemikian itu, bukankah Allah telah men gampuni
segala dosa Anda yang lalu maupun yang akan
datang?” beliau menjawab: “Bukankah selayaknya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?” (HR. Ibnu Majah).
Al-Aswad bin Yazid berkata: “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha
tentang shalat malam Rasulullah . ‘Aisyah menjawab: “Biasanya beliau tidur di awal
malam, kemudian ten gah malamnya beliau bangun men gerjakan shalat
malam. Bila merasa ada keperluan beliau segera menemui istri. Beliau
segera ban gkit begitu mendengar seruan azan. Beliau segera mandi bila
dalam keadaan junub. Jika tidak, maka beliau segera berwudhu’ lalu
berangkat (ke masjid untuk) shalat.” (HR. Al-Bukhari)
Shalat malam beliau sangat mengagumkan, ada baiknya kita ketahui
panjang ayat yang dibacanya. Semoga dapat kita jadikan contoh dan
teladan.
Abu Abdillah Hudzaifah ibnul Yaman Radhiallaahu anhu mengisahkan:
Pada suatu malam, aku pernah shalat tahajjud bersama Rasulullah e.
Beliau men gawali shalat dengan membaca surat Al-Ba qarah, saya berkata
di dalam hati, “Mungkin setelah membaca kira-kira seratus ayat,
ternyata beliau terus tidak berhenti, saya berkata lagi di dalam hati,
“Mungkin, beliau selesaikan pembacaan surat Al-Ba qarah. Dalamsatu
raka’at ternyata beliau terus memulai surat Ali Imron kemudian terus
mem-bacanya saya berbicara di dalam hati: (mungkin) beliau mau ruku
setelah selesai Ali-Imron, ternyata beliau terus membaca surat An Nisa
sampai habis. Beliau membaca surat-surat tersebut dengan bacaan tartil.
Setiap kali membaca ayat yang menyebutkan kemahasucian Allah U beliau
selalu bertasbih (men gucapkan subhanallah). Setiap kali membaca ayat
yang berisikan permohonan, beliau pasti berdoa. Setiap kali membaca
ayat yang menyebutkan permintaan berlindung diri kepada Allah Y, beliau
segera men gucapkan ta’awwudz. Ketika ruku’ beliau membaca:
“Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung.”
Lama ruku’ beliau hampir sama dengan lama ber-diri. Kemudian beliau men gucapkan:
“Allah Maha mendengar terhadap hamba yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, segala puji bagi-Mu.”
Kemudian beliau tegak berdiri (i’tidal), hampir sama lamanya dengan ruku’. Kemudian beliau sujud dan membaca:
“Maha Suci Rabbku Yang Maha Luhur.”
Lama sujud beliau hampir sama dengan lama i’tidal.” (HR. Muslim)
Ketika Fajar Menyingsing
Setelah keheningan malam mulai memecah, se-iring dengan fajar yang
mulai merekah, saat kewajiban shalat shubuh selesai ditunaikan,
Rasulullah tetap
duduk di tempat selepas shalat shubuh untuk berdzikir menyebut asma
Allah sampai terbit matahari. Kemu-dian beliau mengerjakan shalat dua
rakaat. Jabir bin Samurah Radhiallaahu anhu menceritakan kepada kita:
Biasanya Rasulullah selalu duduk di tempat shalat seusai men
unaikan shalat subuh sampai matahari benar-benar meninggi.” (HR. Muslim)
Rasulullah menganjurkan umatnya agar meng-amalkan sunnah yang agung
tersebut. Beliau menyebutkan pahala dan balasan yang besar bagi orang
yang meng-amalkannya.
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah pernah bersabda:
“Barang siapa yang ikut shalat fajar berjamaah di masjid, lalu duduk
berdzikir mengingat Allah sampai matahari terbit, kemudian
men gerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan orang yang
menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan
sempurna.” (HR. At-Tirmidzi)
Shalat Dhuha Rasulullah
Matahari telah meninggi, terik cahayanya pun mulai menyengat. jilatan
panasnya seakan membakar wajah. Waktu dhuha telah tiba. Waktu untuk
bekerja dan menunaikan kebutuhan. Meskipun beban risalah begitu berat
seperti, menjamu duta-duta yang datang berkun-jung, memberikan ta’lim
(pengarahan) kepada para sahabat Radhiallaahu anhum serta menunaikan
hak keluarga, namun beliau
tidak pernah lupa beribadah kepada Allah .
Mu’adzah berkata: “Aku bertanya kepada ‘Aisyah Radhiallaahu anha:
“Apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam sering mengerjakan shalat
Dhuha?” ia menjawab: “Tentu, beliau sering mengerjakan shalat Dhuha
empat rakaat
bahkan lebih dari itu seluang waktu yang diberikan Allah . ” (HR. Muslim)
Bahkan Rasulullah juga mewasiatkan hal itu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu ia berkata:
Kekasihku (Rasulullah ) telah mewasiatkan kepadaku agar berpuasa tiga
hari dalam setiap bulan, agar men gerjakan shalat duha dan agar aku men
gerjakan shalat witir sebelum tidur.” (Muttafaq ‘alaih)
Shalat Sunnah Rasulullah di Rumah
Rumah yang tegak di atas pilar-pilar keimanan, penuh dengan
ibadah dan dzikir, itulah rumah idaman. Rasulullah mewasiatkan agar
rumah kita seperti itu.
Beliau bersabda:
“Lakukanlah beberapa shalat-shalat sunnah di rumahmu. Jangan jadikan rumahmu bagaikan kuburan.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Rasulullah mengerjakan seluruh
shalat-shalat sunnat di rumah. Demikian pula shalat sunnah yang tidak
berkaitan dengan tempat tertentu, beliau lebih suka menger-jakannya di
rumah. Terutama shalat sunnat ba’diyah maghrib, tidak ada riwayat yang
menyebutkan bahwa beliau pernah mengerjakannya di masjid. Ada beberapa
faidah mengerjakan shalat sunnah di rumah, di antaranya:
1. Meneladani sunnah Rasulullah .
2. Mengajarkan tata cara shalat kepada istri dan anak-anak.
3. Mengusir setan-setan dari rumah disebabkan dzikir dan tilawah Al-Quran.
4. Lebih membantu dalam mencapai ibadah yang ikhlas dan jauh dari penyakit riya’.
Tangis Rasulullah
Setiap orang pasti pernah menangis, baik kaum pria maupun wanita. Akan tetapi
tahukah kamu, mengapa dan karena siapa mereka menangis? Rasulullah juga
menangis, padahal dunia berada dalam genggamannya jika beliau
menghendaki. Dan Surga ada di hadapan beliau, sementara beliau berada
di tempat yang paling tinggi di dalamnya. Benar, beliau memang sering
menangis, sebagaimana
tangisan seorang hamba ahli ibadah. Beliau menangis di dalam shalat tatkala
bermu-najat kepada Rabb . Beliau juga menangis ketika men-dengarkan
tilawah Al-Quran. Tangisan yang bersumber dari kelembutan hati dan ketulusan
nurani serta dari ma’rifat keagungan Allah .
Dari Mutharrif –yakni bin Abdillah bin Asy-Syikhkhir- dari bapaknya
–yakni Abdullah bin Asy-Syikhkhir Radhiallaahu anhu – ia berkata:
Aku datang menemui Rasulullah ketika beliau sedang shalat. Dari rongga
dada beliau keluar suara seperti bunyi air yang tengah mendidih di
dalam kuali, disebabkan tangis beliau.” (HR. Abu Daud)
Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah pernah
berkata kepadaku: “Bacalah Al-Qur’an untukku” aku berkata: “Wahai
Rasulullah, apakah aku yang harus membacanya, sedan gkan Al-Qur’an itu
diturunkan kepadamu?” beliau menimpali: “Aku lebih suka mendengarkannya
dari orang lain.” Akupun membacakan surat An-Nisaa’ untuk beliau.
Hingga telah sampai
pada ayat: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir
nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari
tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) seba gai saksi
atas mereka itu (seba gai umatmu).” (QS. An-Nisa: 41) Aku lihat air
mata beliau menetes.” (HR. Al¬Bukhari)
Cobalah perhatikan uban yang menghiasi rambut beliau. Jumlahnya lebih
kurang delapan belas helai di kepala dan janggut beliau. Camkanlah
dengan mata hatimu, dengarkanlah kisah uban putih tersebut dari
penuturan beliau. Abu Bakar
Radhiallaahu anhu pernah bertanya: “Wahai Rasulullah , sungguh Anda telah
beruban.” Beliau menjawab:
“Surat Hud, surat Al-Wa qi’ah, surat Al-Mursalat, surat ‘Amma
yatasaa `aluun dan surat Idzasy Syamsu kuwwirat telah men yebabkan aku beruban.” (HR. At-Tirmdzi)
Tawadhu’ Rasulullah
Rasulullah adalah seorang yang sangat elok akhlaknya dan sangat agung
wibawanya. Akhlak beliau adalah Al-Qur’an sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah
x, ia berkata: “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.” (HR. Muslim).
Beliau juga pernah bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk men yempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Salah satu bentuk ketawadhu’an Rasulullah adalah; beliau tidak suka dipuji
dan disanjung secara berlebihan. Dari Umar bin Kaththab Radhiallaahu anhu ia
berkata: Rasulullah pernah bersabda:
“Jan ganlah kamu sanjung aku (secara berlebihan) sebagaimana
kaum Nasrani menyanjung ‘Isa bin Maryam alaihisSalam secara berlebihan.
Aku hanyalah seorang hamba Allah, maka pan ggillah aku dengan sebutan:
hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud)
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Ada beberapa orang
memanggil Rasulullah sambil berkata: “Wahai Rasulullah, wahai orang
yang terbaik dan anak orang yang terbaik di antara kami, wahai
junjungan kami dan
anak dari junjungan kami.” Rasulullah segera menyanggah seraya berkata:
“Wahai sekalian manusia, katakanlah sewajarnya saja! Jangan
sampai kamu digelincirkan setan. Aku adalah Muhammad hamba Allah dan
rasul-Nya. Aku tidak sudi kamu angkat di atas kedudukan yang
dianugrahkan
Allah kepadaku.” (HR. An-Nasai)
Sebagian orang ada yang menyanjung Rasulullah secara berlebihan. Sampai
sampai ia meyakini bahwa Rasulullah mengetahui ilmu ghaib atau meyakini
bahwa beliau memiliki hak untuk memberikan manfaat dan menurunkan mudharat, bahwa beliau dapat mengabulkan segala permintaan dan
menyembuhkan segala penyakit. Padahal Allah telah menyanggah keyakinan
seperti itu. Allah berfirman:
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik keman-fa’atan bagi diriku dan
tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan
sekiranya aku men getahui yang ghaib, ten tulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.” (Al¬Araf:
188)
Demikianlah akhlak Nabi yang mulia, seorang utusan Allah , sebaik-baik
manusia di muka bumi dan seutama-utama makhluk di kolong langit. Beliau
senan-tiasa tunduk patuh dan bertaubat kepada Rabbnya. Beliau tidak
menyukai kesombongan, bahkan beliau adalah pemimpin kaum yang tawadhu’
dan
penghulu kaum yang tunduk patuh kepada Rabb . Anas bin Malik Radhiallaahu
anhu mengungkapkan: “Tidak ada seorangpun yang lebih mereka cintai daripada
Rasulullah . Walaupun begitu, apabila mereka melihat beliau, mereka tidak
berdiri untuk men yambut beliau. karena mereka men getahui bahwa beliau tidak men yukai cara seperti itu.” (HR. Ahmad)
Layangkanlah pandanganmu kepada Nabi umat ini . Saksikan sikap tawadhu’
beliau yang sangat menga-gumkan dan keelokan akhlak yang langka
ditemukan. Beliau tetap bersikap tawadhu’ terhadap seorang wanita
miskin. Beliau luangkan waktu untuk melayaninya, padahal waktu beliau
penuh dengan amal ibadah!
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Suatu hari seorang
wanita datang menemui Rasulullah ia men gadu kepada beliau sambil
berkata: “Wahai
Rasulullah, saya membutuhkan sesuatu dari Anda.” Rasulullah berkata
kepadanya: “Pilihlah di jalan mana yang kamu kehendaki di kota Madinah
ini, tunggulah aku di sana, niscaya aku akan menemuimu (melayani
keperluan -mu).” (HR. Abu Daud)
Beliau hadir dengan segenap jiwa yang terpuji lagi elok.
Menjulang tinggi ke tempat yang terpuji dengannya.
Bila disingkap kesturi dari cincinnya kepada jagad raya
niscaya setiap orang akan merasakan harumnya
baik yang di gunung maupun di lembah.
Sun gguh, beliau adalah pemimpin segenap ahli tawadhu’ baik dalam ilmu ataupun amal.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu dari Rasulullah beliau
bersabda:
“Andaikata aku diundang makan paha atau kaki binatang,
niscaya aku kabulkan undangannya. Andaikata kepadaku hanya dihadiahkan
kaki atau paha binatang, tentu akan aku terima hadiah itu.” (HR.
Al-Bukhari)
Semoga hadits Rasulullah tadi menjadi pelajaran sekaligus peringatan bagi
orang-orang yang takabbur dari sifat sombong dan angkuh.
Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah bahwa
beliau bersabda:
“Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji zarrah kesombongan.” (HR. Muslim)
Sifat sombong merupakan jalan menuju Neraka, wal ‘iyaadzubillah,
meskipun hanya sebesar biji zarrah. Cobalah lihat hukuman yang
ditimpakan terhadap orang yang sombong dan angkuh cara berjalannya.
Betapa besar kemurkaan dan kemarahan yang diturunkan Allah Ta’ala
atasnya. Dan betapa pedih siksa yang dideritanya.
“Ketika seorang lelaki berjalan dengan men genakan
pakaiannya, takjub dengan kehebatan dirinya sendiri, rambutnya tersisir
rapi, berjalan dengan angkuh. Namun tiba-tiba Allah Ta’ala
menenggelamkannya. Dia terus terbenam ke dasar bumi sampai hari
Kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)
Pelayan Rasulullah
Seorang pelayan yang miskin papa lagi lemah, namun oleh
Rasulullah ditempatkan pada kedudukan yang layak. Beliau mengukurnya
dari sisi agama dan ketakwaannya, bukan dari sisi status sosial dan
keduduk-annya yang lemah.
Rasulullah telah memberikan pengarahan dalam memperlakukan pelayan dan
pekerja, beliau bersabda:
“Mereka (para pelayan dan pekerja) adalah saudara kamu
(seiman). Allah Ta’ala menempatkan mereka di bawah kekuasaan kamu.
Berilah mereka makanan yang biasa kamu makan, berikanlah mereka pakaian
yang biasa kamu pakai. Jan ganlah memberatkan mereka di luar batas
kemampuan. Jika kamu mem-berikan sebuah tugas, bantulah mereka dalam
melaksanakannya.” (HR. Muslim)
Simaklah penuturan seorang pelayan tentang maji-kannya. Sebuah
penuturan yang sangat mengagumkan dan pengakuan yang mengesankan serta
pujian nan agung. Pernahkah Anda melihat seorang pelayan memuji
majikannya
sebagaimana pujian yang diberikan pelayan Rasulullah kepadanya!?”
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Aku pernah menjadi pelayan
Rasulullah selama sepuluh tahun. Tidak pernah sama sekali beliau
men gucapkan “hus” kepadaku. Beliau tidak pernah membentakku terhadap
sesuatu yang kukerjakan (dengan ucapan): “Men gapa engkau kerjakan
begini!” Dan tidak pula terhadap sesuatu yang tidak kukerjakan (dengan
ucapan): “Mengapa tidak engkau kerjakan!” (HR. Muslim)
Bukan hitungan hari atau bulan, tetapi genap sepuluh tahun! Jangka
waktu yang sangat panjang. Yang penuh dengan suka dan lara, tangis dan
tawa. Penuh dengan emosi jiwa dan pasang surut kehidupan. Ayah ibuku
menjadi tebusannya,
meskipun demikian beliau tidak pernah membentak atau memerintahnya.
Justru sebaliknya, beliau memberikan balasan yang setimpal, membuat
bahagia perasaan pelayannya, menutupi kebutuhan mereka beserta keluarga
serta mendoakan mereka.
Anas Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Ibuku pernah berkata: “Wahai
Rasulullah, anak ini akan menjadi pelayanmu, doakanlah ia.” Rasulullah kemudian berdoa:
“Ya Allah, anugrahkanlah kepadanya harta dan keturunan yang
ban yak dan berkahilah rizki yang Engkau curahkan kepadanya.” (HR.
Al-Bukhari)
Beliau adalah seorang pemberani. Hanya saja keberanian itu cuma beliau
pergunakan untuk membela kebenaran semata. Beliau tidak pernah
mengebiri hak kaum lemah yang berada di bawah tanggung jawab beliau,
baik itu sang istri maupun si pelayan.
‘Aisyah Radhiallaahu anha menuturkan:
“Rasulullah tidak pernah sama sekali memukul seorangpun kecuali dalam
rangka berjihad di jalan Allah Ta’ala. Beliau tidak pernah memukul
pelayan dan kaum wanita.” (HR. Muslim).
Itulah ‘Aisyah Radhiallaahu anha, yang telah berulang kali
mengungkapkan keluhuran budi sebaik-baik hamba yang terpilih. Telah
banyak sekali riwayat
yang bercerita tentang keagungan pribadi dan keelokan pergaulan beliau. Sampai-sampai kaum kafir Quraisy juga mengakuinya.
‘Aisyah Radhiallaahu anha kembali mengungkapkan: “Aku tidak pernah melihat
Rasulullah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya.
Selama orang itu tidak melan ggar kehormatan Allah Ta ‘ala. Namun, bila
sedikit saja kehormatan Allah Ta ‘ala dilanggar orang, maka beliau
adalah orang yang paling marah karenanya. Dan sekiranya beliau diminta
untuk memiih di antara dua perkara, pastilah beliau memilih yang paling
ringan, selama perkara itu tidak menyangkut dosa.” (HR. Al-Bukhari)
Beliau menyeru umatnya untuk berlaku lemah lembut dan sabar. Beliau
bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta ‘ala itu Maha Lembut, dan men yukai kelembutan dalam segala perkara.” (Muttafaq ‘alaih)
Bingkisan dan Tamu Rasulullah
Sentuhan perasaan dan gejolak emosional adalah sesuatu yang selalu
hadir dan dibutuhkan dalam kehi-dupan seorang insan, baik di tengah
masyarakat, keluarga maupun di dalam rumahnya. Bingkisan hadiah adalah
salah satu sarana untuk merekatkan hati dan meluluh-kan dendam serta
amarah.
‘Aisyah Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah biasa menerima bingkisan
hadiah dan membalas bin gkisan itu.” (HR. Bukhari)
Pemberian hadiah dan ucapan terima kasih sebagai ungkapan rasa syukur
ini hanya muncul dari jiwa yang mulia dan hati yang tulus. Akhlak yang
mulia merupakan akhlak para nabi dan sunnah para rasul. Rasulullah ¥
adalah teladan yang terdepan dan panutan yang luhur dalam masalah
tersebut. Bukankah beliau telah menegaskan:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat,
hendaklah ia memuliakan tamu. Hak tamu ialah sehari semalam. Kewajiban
mela yani tamu adalah tiga hari, lebih dari itu merupakan sedekah.
Seorang tamu tidaklah boleh berlama-lama sehingga memberatkan tuan
rumah.” (HR. Al-Bukhari)
Demi Allah, tidak pernah disaksikan sebelumnya oleh siapapun juga, baik
di gunung maupun di lembah, baik penduduk Hijaz maupun penduduk
semenanjung
Arab, akhlak dan budi pekerti seagung dan semulia Rasulullah . Bahkan oleh
penduduk Timur dan Barat sekalipun. Perhatikanlah baik-baik dan lihatlah perilaku Rasulullah .
Dari Sahal bin Sa’ad Radhiallaahu anhu ia berkata: “Seorang wanita datang
menemui Rasulullah dengan membawa kain bersulam (berhias). Ia berkata:
“Aku menenun dan men yulamnya sendiri dengan tan ganku supaya engkau
mengenakannya.” Rasulullah pun men gambilnya, tam-paknya beliau sangat
membutuhkan. Kemudian beliau keluar men emui kami dengan men genakan
kain itu seba gai sarung. Ada yang berkata: “Alan gkah indahnya kain
itu, hadiahkanlah
kain itu kepadaku!” “Boleh!” jawab beliau. Lalu Rasulullah duduk di dalam
majlis kemudian kembali. Beliau segera melipat kain itu dan
mengirimkannya kepada orang tersebut. Orang-orang berkata: “Alan gkah
bagusnya engkau ini,
Rasulullah lebih membutuhkan kain itu tetapi engkau malah memin -tanya,
padahal engkau tahu bahwa Rasulullah tidak pernah menolak permintaan!”
orang itu menjawab: “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta kain itu
kepada beliau bukan untuk kukenakan, akan tetapi aku in gin
menja-dikannya seba gai kain kafan.” Sahal berkata: “Dengan kain itulah
ia dikafani.” (HR. Bukhari)
Tidaklah mengherankan jika demikian luhur budi pekerti hamba pilihan
Allah Ta’ala ini. Karena beliau dibimbing langsung dibawah
pengawasan-Nya dan men¬jadikannya sebagai teladan. Beliau telah
memberikan contoh yang agung dalam hal kemurahan hati dan ke-dermawanan.
Hakim bin Hizam Radhiallaahu anhu menuturkan: “Aku pernah meminta sesuatu
kepada Rasulullah , beliau lan tas memberikannya. Kemudian aku meminta
lagi, beliau pun memberikanya. Kemudian aku meminta lagi, beliau pun
memberikannya seraya berkata: “Wahai Hakim, sesung-guhnya harta ini
manis dan indah. Barang siapa yang mengambilnya dengan kemurahan hati,
ia akan mendapat keberkatan padanya. Barangsiapa yang mengambilnya
dengan ketamakan, ia tidak akan mendapat keberka tan padanya. Bagaikan
orang yang makan tapi tidak pernah ken yang. Dan tangan yang di atas
lebih baik dari tangan yang di bawah.” (Muttafaq ‘alaih)
Benarlah ucapan seorang penyair:
Beliau adalah seorang yang paling sempurna ketaatannya disamping
memiliki semangat yang begitu tin ggi. Demikian agung dan luhur
kedudukan beliau
hingga sulit dibandingkan dengan siapapun.
Bila cahaya beliau men yinari umat manusia
niscaya akan men gelokkan dan menaungi mereka.
Tern yata cahaya itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah beliau. Kutemukan para pemburu tercen gang keheranan.
Kutemukan semua kebaikan terkumpul pada seorang insan (Rasulullah )
Jabir Radhiallaahu anhu berkata: “Tidak pernah sama sekali Rasulullah
mengatakan “tidak” (menolak) setiap kali diminta.” (HR. Al-Bukhari)
Kedermawanan dan kemurahan hati beliau sulit untuk dicari tandingannya. Ditambah lagi dengan kebaikan hati, keelokan dalam bergaul dan kesetiaan beliau yang tiada taranya. Di antara kebiasaan beliau adalah menebar senyum
kepada orang yang berada di dalam majlis. Sehingga orang-orang akan menyangka bahwa orang itulah yang paling beliau kasihi.
Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Sejak aku masuk Islam,
setiap kali Rasulullah berpapasan den gan-ku atau melihatku, beliau pasti
tersenyum.” (HR. Al-Bukhari)
Cukuplah pengakuan dari orang yang melihat langsung menjadi pelajaran bagi ki ta.
Abdullah bin Al-Harits Radhiallaahu anhu menuturkan: “Tidak pernah aku melihat
seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah .” (HR. At¬Tirmidzi)
Mengapa harus heran wahai saudaraku tercinta, beliaulah yang menegaskan:
“Sen yumanmu di hadapan saudaramu (seiman) adalah sedekah.” (HR. At-Tirmidzi)
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu yang pernah menjadi pelayan Rasulullah
telah mengungkapkan kepada kita beberapa sifat yang agung pada diri
beliau. Yang sulit ditemukan pada diri seseorang, bahkan pada diri
orang banyak.
Rasulullah adalah seorang yang sangat lembut, beliau pasti memperhatikan
setiap orang yang bertanya kepadanya, beliau tidak akan berpaling
sehingga sipenanyalah yang berpaling. Beliau pasti menyambut setiap
orang yang mengulurkan tangannya kepada beliau, beliau tidak akan
melepas jabatan tangannya sehingga orang itulah yang melepaskan.” (HR.
Abu Nu’aim dalam kitab Dalaail)
Selain sangat memuliakan tamu dan berlaku lembut kepada mereka, beliau
juga sangat penyantun terhadap umatnya. Oleh sebab itu, beliau tidak
rela melihat kemungkaran bahkan beliau pasti segera mem-basminya.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu menuturkan bahwa suatu ketika Rasulullah
melihat cincin emas di tangan seorang lelaki. Beliau segera mencabut
cincin itu lalu membu-angnya seraya berkata: “Apakah salah seorang di
antara kamu suka memakai bara api dari Neraka di ta-ngannya?” (HR.
Muslim)
Kasih Sayang Rasulullah Kepada Anak-Anak
Orang-orang yang keras hati tidak akan mengenal kasih sayang. Tidak ada
sedikitpun kelembutan pada diri mereka. Hati mereka keras bagaikan
karang. Kaku tabiat, baik ketika memberi maupun menerima. Kurang peka
perasaan, lagi tipis peri kemanusiannya. Berbeda halnya dengan orang
yang dikaruniai Allah Ta’ala hati yang lembut, penuh kasih sayang lagi
penuh kemurahan. Dialah yang layak disebut pemilik hati yang agung
penuh cinta. Hati yang diliputi dengan kasih sayang dan digerakkan oleh
perasaan yang halus.
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Rasulullah pernah
membawa putra beliau bernama Ibrahim, kemu-dian men gecup dan menciumnya.” (HR. Al-Bukhari)
Kasih sayang tersebut tidak hanya terkhusus bagi kerabat beliau saja,
bahkan beliau curahkan juga bagi segenap anak-anak kaum muslimin. Asma’
binti ‘Umeis
Radhiallaahu anha –istri Ja’far bin Abi Thalib- menuturkan: “Rasulullah datang
menjengukku, beliau memanggil putra-putri Ja’far. Aku melihat beliau
mencium mereka hingga menetes air mata beliau. Aku bertanya: “Wahai
Rasu-lullah, apakah telah sampai kepadamu berita tentang Ja’far?”
beliau menjawab: “Sudah, dia telah gugur pada hari ini!” Mendengar
berita itu kamipun menangis. Kemudian beliau pergi sambil berkata:
“Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja’far, karena telah datang berita
musibah yang memberatkan mereka.” (HR. Ibnu Sa’ad, Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
Ketika air mata Rasulullah menetes menangisi gugurnya para syuhada’
tersebut, Sa’ad bin ‘Ubadah Radhiallaahu anhu bertanya: “Wahai Rasulullah,
Anda menangis?” Rasulullah menjawab:
“Ini adalah rasa kasih sayang yang Allah Ta’ala letakkan di
hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya hamba-hamba yang dikasihi Allah
Ta’ala hanyalah hamba yang memiiki rasa kasih sayang.” (HR. Al-Bukhari)
Ketika air mata Rasulullah menetes disebabkan kematian putra beliau
bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallaahu anhu bertanya kepada
beliau: “Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab:
“Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang
diiringi dengan tetesan air mata. Se-sungguhnya air mata ini menetes,
hati ini bersedih, namun kami tidak men gucapkan kecuali yang diridhai
Allah Ta ‘ala. Sun gguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu
wahai Ibrahim.” (HR. Al-Bukhari)
Akhlak Rasulullah yang begitu agung memo-tivasi kita untuk meneladaninya
dan menapaki jejak langkah beliau. Pada zaman sekarang ini, curahan
kasih sayang terhadap anak-anak serta menempatkan mereka pada kedudukan
yang semestinya sangat langka kita temukan. Padahal mereka adalah calon
pemimpin keluarga esok hari, mereka adalah cikal bakal tokoh masa depan
dan cahaya fajar yang dinanti-nanti. Kejahilan dan keangkuhan,
dangkalnya pemikiran serta sempitnya pandangan menyebabkan hilangnya
kunci pembuka hati terhadap para
bocah dan anak-anak. Sementara Rasulullah , kunci pembuka hati itu ada di
tangan dan lisan beliau. Cobalah lihat, Rasulullah senantiasa membuat anak
anak senang kepada beliau, mereka menghormati dan memuliakan beliau.
Hal itu tidaklah mengherankan, karena beliau menempatkan mereka pada
kedudukan yang tinggi.
Setiap kali Anas bin Malik melewati sekumpulan anak-anak, ia pasti
men gucapkan salam kepada mereka. Beliau berkata: “Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah .” (Muttafaq ‘alaih)
Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah, namun
Rasulullah tidaklah marah, memukul, membentak dan menghardik mereka.
Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap tenang dalam menghadapi mereka.
Dari ‘Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata: “Suatu kali pernah dibawa sekumpulan
anak kecil ke hadapan Rasulullah , lalu beliau mendoakan mereka, pernah
juga di bawa kepada beliau seorang anak, lantas anak itu kencing pada
pakaian beliau. Beliau segera meminta air lalu memer-cikkannya pada
pakaian itu tanpa mencucinya.” (HR. Al-Bukhari)
Wahai pembaca yang mulia, engkau pasti menge-tahui bahwa duduk di rumah
Rasulullah merupakan sebuah kehormatan. Lalu, tidakkah terlintas di dalam
lubuk hatimu? Bermain dan bercanda ria dengan si kecil, putra-putrimu?
Mendengarkan tawa ria dan celoteh mereka yang lucu dan indah? Ayah dan
ibuku
sebagai tebusannya, Rasulullah selaku nabi umat ini, melakukan semua hal
itu.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu menceritakan: “Rasulullah pernah
menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali Radhiallaahu
anhu. Iapun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera men ghambur
menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Shahihah no.70)
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah sering
bercanda dengan Zainab, putri Ummu Salamah Radhiallaahu anha, beliau
memanggilnya dengan: “Ya Zuwainab, Ya Zuwainab, berulang kali.”
(Zuwainab artinya: Zainab kecil) (Lihat Silsilah Hadits Shahih no.2141
dan Shahih Al-Jami’ 5-25)
Kasih sayang beliau kepada anak tiada batas, meskipun beliau tengah
mengerjakan ibadah yang sangat agung, yaitu shalat. Beliau pernah
mengerjakan shalat sambil menggendong Umamah putri Zaenab binti
Rasulullah dari suaminya yang bernama Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’. Pada saat
berdiri, beliau menggendongnya dan ketika sujud, beliau meletakkannya.
(Muttafaq ‘alaih)
Mahmud bin Ar-Rabi’ Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Aku masih ingat saat
Rasulullah menyemburkan air dari sebuah ember pada wajahku, air itu diambil
dari sumur yang ada di rumah kami. Ketika itu aku baru berusia lima tahun.” (HR. Muslim)
Rasulullah senantiasa memberikan pengajaran, baik kepada orang dewasa
maupun anak-anak. Abdullah bin Abbas menuturkan: “Suatu hari aku berada di
belakang Nabi , beliau bersabda:
“Wahai anak, aku akan men gajarkan kepadamu beberapa
kalimat: “Jagalah (perintah) Allah, pasti Allah akan menjagamu. Jagalah
(perintah) Allah, pasti kamu selalu mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika
kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan,
mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi)
Telah kita saksikan bersama keutamaan akhlak dan keluhuran budi pekerti
serta sejarah kehidupan yang agung. Semoga semua itu dapat menghidupkan
hati kita dan dapat kita teladani dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Putra-putri yang menghiasi rumah kita, selalu membutuhkan kasih sayang
seorang ayah serta kelembutan seorang ibu. Membutuhkan belaian yang
membuat hati mereka bahagia. Sehingga mereka dapat tumbuh dengan
pribadi yang luhur dan akhlak yang lurus. Siap untuk memimpin umat,
sebagai buah karya dari para ibu dan bapak, tentu saja dengan taufik
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kehalusan, Kelemahlembutan dan Kesabaran Rasulullah
Merampas dan mengambil hak orang lain dengan paksa merupakan ciri
orang¬orang zhalim dan jahat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah memancangkan pondasi-pondasi keadilan dan pembelaan bagi hak
setiap orang agar mendapatkan dan mengambil haknya yang dirampas. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjalankan kaidah
tersebut demi kebaikan dan semata-mata untuk jalan kebaikan dengan
bimbingan karunia yang telah Allah curahkan berupa perintah dan
larangan. Kita tidak perlu takut adanya kezhaliman, perampasan,
pengambilan dan pelanggaran hak di rumah beliau.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama
sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka
berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum
wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas
suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak
melanggar kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah
dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena
Allah.” (HR. Ahmad)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan: “Suatu kali aku berjalan
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau men genakan
kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan
seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras
kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada
leher beliau. tern yata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain
yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata:
“Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari
harta Allah!” Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu men
gabulkan permin-taannya.” (M uttafaq ‘a l ai h)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baru kembali dari
peperangan Hunain, beberapa orang Arab badui mengikuti beliau, mereka
meminta bagian
kepada beliau. Mereka terus meminta sampai-sampai beliau terdesak ke sebuah pohon, sehingga jatuhlah selendang beliau, ketika itu beliau berada di atas tunggangan. Beliau lantas berkata:
“Kembalikanlah selendang itu kepadaku, Apakah kamu khawatir
aku akan berlaku bakhil? Demi Allah, seadainya aku memiliki unta-unta
yang merah seban yak pohon ‘Udhah ini, niscaya akan aku bagikan
kepadamu, kemudian kalian pasti tidak akan mendapatiku seba gai seorang
yang bakhil, penakut lagi pendusta.” (HR. Al-Baghawi di dalam kitab
Syarhus Sunnah dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani)
Merupakan bentuk tarbiyah dan ta’lim yang paling jitu dan indah adalah
berlaku lemah lembut dalam segala perkara, dalam mengenal maslahat dan
menolak m afsadat.
Kecemburuan yang dimiliki para sahabat telah mendorong mereka untuk
menyanggah setiap melihat orang yang keliru dan tergelincir dalam
kesalahan. Mereka memang berhak melakukan hal itu! Namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang lembut dan penyantun melarang mereka
melakukan seperti itu, karena orang itu (pelaku kesalahan itu) jahil
atau karena mudharat yang timbul dibalik itu lebih besar. Tentu saja,
perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama untuk
diteladani.
Abu Hurairah radhiallahu anhu menceritakan: “Suatu ketika, seorang Arab
Badui buang air kecil di dalam masjid (tepatnya di sudut masjid).
Orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan: “Biarkanlah dia, siramlah
air kencingnya dengan seember atau segayung air. Sesungguhya kamu
ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemu-dahan
bukan untuk membuat kesukaran.” (HR. Al-Bukhari)
Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan
dakwah layak menjadi motivasi bagi kita untuk mene-ladaninya. Kita
wajib berjalan di atas manhaj (metode) beliau di dalam berdakwah
semata-mata karena Allah tanpa membela kepentingan pribadi.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam : “Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat
daripada hari peperangan Uhud?” beliau menjawab:
“Aku telah men galami berba gai peristiwa dari kaummu, yang paling
berat kurasakan adalah pada hari ‘Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah
ini kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalaal namun dia tidak merespon
keinginanku. Akupun kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan
baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa’alib (sebuah gunung di
kota Makkah). Aku ten gada hkan wajahku, kulihat segumpal awan tengah
memayungiku. Aku perhatikan dengan saksama, tern yata Malaikat Jibril u
ada di sana. Lalu ia men yeruku: “Sesungguhnya Allah Y telah mendengar
ucapan kaum-mu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah men gutus
malaikat pen gawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai
kehendakmu. Kemudian malaikat pen gawal gunung itu memberi salam
kepadaku lalu berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah Y telah
mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka
terhadapmu, dan aku adalah malaikat pen gawal gunung, Allah
Y telah men gutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu
perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki? jika kamu
menghendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya
aku lakukan!” Beliau menjawab: “Tidak, justru aku berharap semoga Allah
Y men geluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang men yembah
Allah Y semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.”
(Muttafaq ‘alaih)
Pada hari ini, sering kita lihat sebagian orang yang bersikap
terburu-buru dalam berdakwah. Berharap dapat segera memetik hasil.
Hanya membela kepen-tingan pribadi yang justru hal itu merusak dakwah
dan mengotori keikhlasan.Oleh sebab itu, berapa banyak
kelompok-kelompok dakwah yang gagal karena individu-individunya tidak
memiliki kesabaran dan ketabahan!
Setelah bersabar dan berjuang selama bertahun-tahun, barulah terwujud apa yang dicita-citakan Rasulullah
Dalam sebuah syair disebutkan:
Bagaimanakah mungkin dapat diimbangi
seorang insan terbaik yang hadir di muka bumi.
Semua orang yang terpandang tidak akan mampu mencapai ketinggian derajatnya.
Semua orang yang mulia tunduk di hadapannya.
Para pen guasa Timur dan Barat rendah di sisi-nya.
Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Sampai sekarang
masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam
men gisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah. Nabi tersebut men gusap darah pada wajahnya seraya berdoa:
“Ya Allah, ampunilah kaumku! karena mereka kaum yang jahil.” (Muttafaq ‘alaih)
Pada suatu hari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tengah
melayat satu jenazah, datanglah seorang Yahudi bernama Zaid bin Su’nah
menemui beliau untuk menuntut utangnya. Yahudi itu menarik ujung gamis
dan selendang beliau sambil memandang dengan wajah yang bengis. Dia
berkata: “Ya Muhammad, lunaskanlah utangmu padaku!” dengan nada yang
kasar. Melihat hal itu Umar t pun marah, ia menoleh ke arah Zaid si
Yahudi sambil mendelikkan matanya seraya berkata: “Hai musuh Allah,
apakah engkau berani berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapanku!” Demi Dzat Yang
telah mengutusnya dengan membawa Al-Haq, seandainya bukan karena
menghindari teguran beliau, niscaya sudah kutebas engkau dengan
pedangku !”
Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan reaksi Umar radhiallaahu anhu dengan tenang. Beliau berkata:
“Wahai Umar, saya dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain
(nasihat). Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk men unaikan utangnya
dengan baik, dan engkau perintahkan dia untuk menuntut utangnya dengan
cara yang baik pula. Wahai umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya
serta tambahlah dengan dua puluh sha’ kurma.”
Melihat Umar radhiallahu anhu menambah dua puluh sha’ kurma, Zaid si Yahudi itu bertanya: “Ya Umar, tambahan apakah ini?
Umar radhiallahu anhu menjawab: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memerintahkanku untuk menambahkannya sebagai ganti
kemarahanmu!” Si Yahudi itu berkata: “Ya Umar, apakah engkau men
genalku?” “Tidak, lalu siapakah Anda?” Umar t balas bertanya. “Aku
adalah Zaid bin Su’nah” jawabnya. “Apakah Zaid si pendeta itu?” tanya
Umar lagi. “Benar!” sahutnya. Umar lantas berkata: “Apakah yang
mendorongmu berbicara dan bertindak seperti itu terhadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam ? Zaid menjawab: “Ya Umar, tidak satupun
tanda-tanda kenabian kecuali aku pasti mengenalinya melalui wajah
beliau setiap kali aku memandangnya. Tinggal dua tanda yang belum aku
buktikan, yaitu: apakah kesabarannya dapat memupus tindakan jahil, dan
apakah tindakan jahil yang ditujukan kepadanya justru semakin menambah
kemurahan hati-nya?” Dan sekarang aku telah membuktikannya. Aku
bersaksi kepadamu wahai Umar, bahwa aku rela Allah Y sebagai Rabbku,
Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabiku. Dan Aku bersaksi
kepadamu bahwa aku telah men yedeka hkan sebagian hartaku untuk umat
Muhammad . Umar berkata: “Ataukah untuk seba¬gian umat Muhammad e saja?
sebab hartamu tidak akan cukup untuk dibagikan kepada seluruh umat
Muhammad . ” Zaid berkata: “Ya, untuk sebagian umat Muhammad . Zaid
kemudian kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
men yatakan kalimat syahadat “Asyhadu al Laa Ilaaha Illallaahu, wa
Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuuluhu”. Ia beriman dan
membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .” (HR. Al-Hakim
dalam kitab Mustadrak dan menshahihkannya).
Cobalah perhatikan dialog yang panjang tersebut, sebuah pendirian dan
kesudahan yang mengesankan. Semoga kita dapat meneladani junjungan kita
nabi besar Muhammad . Meneladani kesabaran beliau dalam menghadapi
beraneka ragam manusia. Dan dalam mendakwahi mereka dengan lemah lembut
dan santun. Memberikan motivasi bila mereka berlaku baik, serta
menumbuhkan rasa optimisme di dalam diri mereka.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anhamenceritakan: “Suatu kali aku pergi
melaksanakan umrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari
kota Madinah. Ketika tiba di kota Makkah, aku berkata: “Wahai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ayah dan ibuku sebagai
tebusannya, engkau men gqasar shalat namun aku menyempurnakan-nya,
engkau tidak berpuasa justru aku yang berpuasa?” beliau menjawab:
“Bagus, wahai ‘Aisyah!” Beliau sama sekali tidak mencela diriku.” (HR.
An-Nasaai)
Makanan Rasulullah
Meja makan dan piring silih berganti dipajang di rumah para pembesar
kaum dan para penguasa. Lain halnya dengan Nabi umat ini, padahal
negara beserta rakyatnya di bawah kekuasaan beliau. Unta yang penuh
dengan muatan tiada henti-hentinya datang kepada beliau. Emas dan perak
selalu terhampar di hadapan beliau. Tahukah kamu makanan dan minuman
beliau? Apakah seperti hidangan para raja? Atau lebih mewah dari itu?
Ataukah seperti hidangan orang¬orang kaya dan bergelimang harta? atau
lebih lengkap dan lebih komplit? janganlah terkejut melihat hidangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sederhana lagi
memprihatinkan. Anas bin Malik mengungkapkan kepada kita sebagai
berikut: “Rasulullah tidak pernah makan siang dan makan malam dengan
daging beserta roti kecuali bila menjamu para tamu.” (HR. At-Ti rmidzi)
Karena sedikitnya jamuan yang tersaji dan banyaknya peserta
hidangan, beliau tidak dapat makan kenyang kecuali dengan susah payah.
Tidak pernah sekalipun beliau dapat makan sampai kenyang kecuali ketika
menjamu para tamu. Beliau dapat kenyang bersama para tamu yang mesti
beliau layani.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anhamengungkapkan:
“Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e tidak pernah makan
roti gandum sampai ken yang dua hari berturut-turut hingga beliau
wafat.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah makan
roti gandum sampai ken yang tiga hari berturut-turut semenjak tiba di
kota Madinah sampai beliau wafat.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah tidak mendapatkan
sesuatu untuk dimakan. Hingga beliau tidur dalam keadaan lapar, tidak
ada sesuap makanan pun yang mengganjal perut beliau. Ibnu Abbas
menuturkan sebagai berikut:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarga beliau tidur
dalam keadaan lapar selama beberapa malam berturut-turut. Mereka tidak
mendapatkan hidangan untuk makan malam. Sedan gkan jenis makanan yang
sering mereka makan adalah roti yang terbuat dari gandum.” (HR. At-Ti
rmidzi)
Keadaan seperti itu bukan karena beliau tidak punya atau kekurangan
harta. Justru harta melimpah ruah berada dalam genggaman beliau dan
harta-harta pilihan diusung ke hadapan beliau. Akan tetapi, Allah Y
memilih keadaan yang paling benar dan sempurna bagi Nabi-Nya e.
‘Uqbah bin Al-Harits berkata:
“Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e mengimami
kami shalat Ashar. Seusai shalat, beliau segera memasuki rumah, tidak
lama kemudian beliau keluar kembali. Aku bertanya kepada beliau, atau
ada yang bertanya kepada beliau tentang perbuatan beliau itu. Beliau
menjawab:
“Aku tadi meninggalkan sebatang emas dari harta sedekah di rumah. Aku
tidak in gin emas itu berada di tan ganku sampai malam nanti. Karena
itulah aku segera membagikannya.” (HR. Muslim)
Kedermawanan yang menakjubkan dan pemberian yang tiada bandingannya
hanya dapat dijumpai pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .
Anas bin Malik radhiallahu anhu mengungkapkan: “Setiap kali Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam e dimintai sesuatu karena Islam, beliau
pasti memberinya. Pernah datang menemui beliau seorang laki-laki,
lantas beliau memberinya seekor kambing yang digembala di antara dua
gunung (kambing yang gemuk). Lelaki itu kembali menemui kaumnya seraya
berseru: “Wahai
kaumku, masuklah kamu ke dalam Islam! Sesungguhnya Muhammad
selalu memenuhi segala permintaan seakan-akan ia tidak ta kut jatuh
miskin.” (HR. Muslim)
Meski dengan kedermawaan dan pemberian yang demikian menakjubkan itu,
namun cobalah lihat keadaan diri beliau , Anas bin Malik menuturkannya
kepada kita. Ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
pernah makan hidangan di meja makan hingga beliau wafat, beliau juga
tidak pernah makan roti yang terbuat dari gandum halus hingga beliau
wafat.” (HR. Al-Bukhari)
‘Aisyahradhiyallahu ‘anhamengisahkan: “Pada suatu hari, Rasu-lullah e
datang menemuiku. Beliau bertanya: “Apakah kamu masih men yimpan
makanan?” ‘Aisyahradhiyallahu ‘anhamenjawab: “Tidak ada!” Beliau
berkata: “Kalau begitu aku berpuasa.” (HR. Muslim)
Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam e dan keluarganya pernah selama sebulan
atau dua bulan hanya memakan Aswadaan, yaitu kurma dan air. (HR.
Bukhari & Muslim)
Meskipun hidangan yang beliau makan sangat sederhana dan sedikit, namun
beliau tidak pernah lupa mensyukuri nikmat Allah . Sebagai cerminan
dari akhlak beliau yang luhur dan etika islami yang agung. Begitu pula,
beliau tidak lupa berterima kasih kepada orang yang menghidangkannya
serta tidak mencela bila ada hal yang kurang berkenan. Sebab, meskipun
orang yang memasaknya telah berupaya sebaik mungkin, akan tetapi
kekurangan itu pasti selalu ada. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam e tidak pernah mencela makanan dan orang yang
memasaknya. Beliau tidak akan menolak makanan yang disajikan dan tidak
menuntut yang tidak tersaji. Beliau adalah Nabi umat ini, perhatian
beliau tidaklah tertumpu pada masalah perut dan makanan.
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah
mencela makanan. Beliau akan memakannya bila suka, bila tidak, beliau
akan membiarkannya.” (Muttafaq ‘alai h)
Wahai saudaraku tercinta lagi mulia, bagi yang belum puas dan belum
merasa cukup, akan saya bawakan secara ringkas ucapan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai berikut:
“Adapun mengenai masalah makanan dan pakaian, sebaik-baik petunjuk di
dalam masalah ini adalah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam . Etika beliau terhadap makanan ialah memakan apa yang
disajikan bila beliau menyukai-nya. Beliau tidak menolak makanan yang
dihidangkan, dan tidak mencari-cari apa yang tidak tersedia. Jika
disajikan roti dan daging, beliau akan memakannya. Bila dihidangkan
buah-buahan, roti dan daging, beliau akan memakannya. Jika dihidangkan
kurma saja atau roti saja, beliau pun memakannya juga. Bila dihidangkan
dua jenis makanan, beliau tidak lantas berkata: “Aku tidak mau
menyantap dua jenis makanan!” Beliau tidak pernah menolak makanan yang
lezat dan manis. Dalam hadits beliau menyebutkan:
“Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka. Aku shalat malam dan juga tidur.
Aku juga menikahi wanita dan juga memakan daging. Barangsiapa yang
mem-benci sunnahku, maka ia bukan termasuk golon gan-ku.”
Allah telah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang
baik-baik dan memerintahkan supaya banyak-banyak bersyukur kepada-Nya.
Barang siapa yang mengharamkan makanan yang baik-baik, ia tentu
termasuk orang yang melampaui batas. Barang siapa yang tidak bersyukur,
maka ia telah menyia¬nyiakan hak Allah . Petunjuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling tepat dan
lurus. Ada dua jenis orang yang menyimpang dari petunjuk beliau:
Kaum yang berlebih-lebihan, mereka memuaskan nafsu syahwat dan melarikan diri dari kewajiban.
Kaum yang mengharamkan perkara yang baik-baik dan mengada-adakan
perbuatan bid’ah, seperti bid’ah rahbaniyyah yang tidak disyariatkan
Allah . Sebab, tidak ada rahbaniyyah di dalam agama Islam.”
Kemudian Syaikhul Islam melanjutkan:
“Setiap yang halal pasti baik, dan setiap yang baik pasti halal. Karena
Allah telah menghalalkan seluruh perkara yang baik-baik bagi kita dan
mengharamkan seluruh perkara yang jelek. Dan termasuk makanan yang baik
ialah yang berguna lagi lezat. Dan Allah telah mengharamkan seluruh
perkara yang memudharat-kan kita serta menghalalkan seluruh perkara
yang bermanfaat bagi ki ta.
Kemudian beliau radhiallaahu anhu melanjutkan:
“Umat manusia memiliki selera yang beraneka ragam dalam hal makanan dan
pakaian. Kondisi mereka berbeda-beda pada saat la par dan kenyang.
Keadaan seorang insan juga selalu berubah-ubah. Akan tetapi, amal yang
terbaik adalah yang paling mendekatkan diri kepada Allah U dan yang
paling bermanfaat bagi pelakunya.” (Majmu’ Fatawa II / 310)
Membela Kehormatan Orang Lain
Majlis yang paling mulia adalah majlis dzikir dan ilmu. Sekarang,
bagaimana menurutmu bila seorang manusia terpilih dan pembimbing umat
maju mengetengahkan pembicaraan dan pengarahan dan bimbingan-nya!
Beliau selalu mengoreksi orang yang keliru, meluruskan kesalahan orang
yang jahil, memperingatkan orang yang lalai, sama sekali tidak di
dapatkan dalam majlis beliau kecuali kebaikan-kebaikan. Hal itu adalah
salah satu bukti kesucian majlis dan ketulusan hati beliau .
Beliau selalu menyimak dengan baik dan mendengarkan dengan saksama
orang yang berbicara kepada-nya. Akan tetapi beliau tidak mau
mendengarkan ghibah (gunjingan) dan tidak rela mendengarkan namimah
(hasutan) dan buhtan (tuduhan palsu dan ucapan bohong). Beliau selalu
membela kehormatan orang lain.
Dari ‘Itban bin Malik t ia berkata: “Pada sebuah kunjungan, beliau mengerjakan shalat rumah kami. Seusai shalat beliau bertanya:
“Di mana gerangan Malik bin Ad-Dukhsyum?” Ada seseorang yang men yahut:
“Dia adalah seorang munafik, dia tidak mencintai Allah dan
Rasul-Nya!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segera menegur
seraya berkata: “Jangan ucapkan demikian, bukankah kamu me-n getahui
dia telah men gucapkan kalimat syahadat Laa ilaaha illallaahu
semata-mata men gharapkan pahala melihat wajah Allah?” Sesungguhnya
Allah U telah mengharamkan atas neraka setiap orang yang men gucapkan
Laa ilaaha illallaahu semata-mata men gharapkan pahala melihat wajah
Allah ! Sesungguhnya Allah telah men gharamkan atas Neraka setiap orang
yang men gucapkan Laa ilaaha illallaahu semata-mata mengharapkan pahala
melihat wajah Allah ! (Muttafaq ‘alaih)
Beliau sangat memperingatkan dari persaksian palsu dan perampasan hak!
Dari Abu Bakar radhillaahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
“Inginkah aku kabarkan kepadamu tentang dosa-dosa yang paling besar?”
Kami menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam!” Beliau berkata: “Mempersekutukan Allah , mendurhakai kedua
orang tua, lalu beliau ban gkit dari sandarannya sambil ber-kata:
“Ketahuilah, berikutnya adalah persaksian palsu!” beliau terus
mengulangi ucapan itu sehingga kami berharap beliau menghentikannya.”
(Muttafaq ‘alaih)
Meskipun beliau mencintai ‘Aisyah radhiallaahu anha, beliau tetap
menyanggah ghibah yang diucapkan istri beliau tercinta itu. beliau
jelaskan kepadanya betapa besar bahaya ghibah.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anha pernah berkata: “Cukuplah bagimu tentang
kekurangan Shafiyyahradhiyallahu ‘anhabahwa dia begini dan begini.”
Perawi menjelaskan: Yaitu pendek tubuhnya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam langsung menegur:
“Engkau telah men gucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicampur dengan air lautan niscaya akan mengotorinya.” (HR. Abu Daud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kabar gembira
bagi orang yang membela kehormatan saudaranya (seagama). Beliau
bersabda:
“Barangsiapa yang membela kehormatan saudara-nya dari perkataan ghibah,
niscaya Allah Y akan membebaskannya dari api Neraka.” (HR. Ahmad)
Dzikir Rasulullah
Nabi umat ini sekaligus murabbi (pembimbing) yang handal dan terdepan
memiliki komitmen yang sangat besar dalam beribadah. Beliau selalu
menghu¬bungkan hatinya dengan Allah Ta’ala. Tidak sedikitpun waktu yang
terlewat tanpa dzikrullah, tahmid, syukur, istighfar dan taubat.
Padahal telah diampuni dosa¬dosa beliau yang lalu maupun yang akan
datang. Namun beliau senantiasa menjadi hamba yang bersyukur, nabi yang
mensyukuri karunia Allah dan rasul yang selalu memuji keagungan-Nya.
Beliau mengenal kebesaran Allah , dengan itu beliau senantiasa
memuji-Nya, memohon kepada-Nya dan kembali menuju
ampunan-Nya. Beliau mengetahui betapa berharga waktu yang
diberikan, beliau pergunakan sebaik-baiknya dengan selalu mengisi waktu
dalam ketaatan dan ibadah.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anhaberkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berdzikir kepada Allah setiap waktu.” (HR. Muslim)
Ibnu Abbas radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Kami pernah menghitung
dzikir yang diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
satu majlis seban yak seratus kali:
“Ya Allah, ampunilah aku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha menerima taubat lagi Maha Pengampun.” (HR. Abu Daud)
Abu Hurairah radhiallaahu anhu menuturkan: “Saya pernah men-dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Demi Allah, sesungguhya aku beristigh far dan bertaubat kepada Allah Y
lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Umar radhiallaahu anhuberkata: “Kami pernah menghitung dzikir yang
diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e dalam satu majlis
seban yak seratus kali:
“Ya Allah, ampunilah aku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau
Maha menerima taubat lagi Maha Pengampun.” (HR. At-Ti rmidzi)
Ummul Mukminin Ummu Salamahradhiyallahu ‘anhamengung-kapkan kepada kita
sebuah doa yang sering diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam r bila berada di sisinya, sebagai berikut:
“Ya Allah, Yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. At-Ti rmidzi)
Rasulullah Dengan Para Tetangga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat memuliakan para
tetangga. Tetangga memiliki kedudukan yang agung dalam kehidupan
beliau. Beliau pernah berkata:
“Malaikat Jibril ala ihissalam senatiasa mewasiatkan agar aku berbuat
baik kepada tetangga, sehingga aku men gira ia (Jibril) akan memberikan
hak waris (bagi mereka).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau mewasiatkan Abu Dzar radhiallaahu anhu:
“Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak makanan, perbanyaklah
kuahnya, janganlah engkau lupa membagikannya kepada tetanggamu.” (HR.
Muslim)
Beliau juga memperingatkan dari bahaya mengganggu tetangga. Beliau bersabda:
“Tidak akan masuk Surga orang yang tidak merasa aman tetangganya dari kejahatannya.” (HR. Mus-lim)
Oleh sebab itu, hendaklah kita senantiasa berlaku baik kepada para tetangga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah ia berlaku baik kepada tetangganya.” (HR. Muslim)
Persahabatan Yang Tulus
‘Ai syah radhiyal lah u ‘an hamenuturkan: “Setiap kali disampaikan
kepada beliau sesuatu yang kurang berkenan dari seeorang, beliau tidak
men gatakan: “Apa maunya si ‘Fulan’ berkata demikian!” Namun beliau men
gatakan: “A pa maunya ‘mereka’ berkata demikian!” (HR. At-Ti rm i dzi)
Anas bin Malik radhiallaahu anhu menceritakan: “Pernah suatu kali
seorang lelaki datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dengan bekas celupan berwarna kuning pada pakaiannya (bekas za’faran).
Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e sangat jarang
menegur sesuatu yang dibencinya pada seseorang di hadapannya langsung.
Setelah lelaki itu pergi, beliau pun berkata:
“Alan gkah bagusnya bila kalian perintahkan lelaki itu untuk
menghilangkan bekas za’faran itu dari bajunya.” (HR. Abu Daud &
Ahmad)
Abdullah bin Mas’ud t berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
“Inginkah aku kabarkan kepadamu oang yang diselamatkan dari api Neraka,
atau dijauhkan api Neraka darinya? Yaitu setiap orang yang ramah, lemah
lembut dan murah hati.” (HR. At-Tirmidzi)
Menunaikan Hak
Hak-hak yang wajib ditunaikan seorang insan sangat banyak. Disana ada
hak Allah Ta’ala, hak keluarga, hak diri pribadi maupun hak orang lain.
Tahukah kamu bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e
membagi waktunya dalam sehari untuk menunaikan hak-hak tersebut?
Anas bin Malik radhiallaahu anhu menuturkan: “Tiga orang
sahabat pernah datang ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
e untuk menanyakan ibadah yang beliau lakukan. Setelah diceritakan
tentang ibadah beliau, mereka merasa ibadah yang mereka kerjakan
terlalu sedikit dibandingkan dengan ibadah beliau. Mereka berkata:
“Alangkah jauh kedudukan kita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam e! padahal telah diampuni dosa beliau yang lalu maupun yang
akan datang. Seorang di antara mereka berkata: “Aku akan shalat malam
selamanya.” Yang lain berkata: “Sedangkan aku akan berpuasa terus
menerus tanpa berbuka.” Seorang lagi berkata: “Adapun aku akan menjauhi
wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam e mendatangi mereka dan berkata:
“Kaliankah yang men gatakan begini dan begini?! Demi Allah, aku adalah
orang yang paling takut kepada Allah U dan yang paling bertakwa
kepada-Nya dari pada kalian semua. Akan tetapi aku berpuasa dan
berbuka, aku shalat malam dan juga tidur, aku juga menikahi wanita.
Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.”
(Muttafaq ‘alaih)
Keberanian dan Ketabahan Rasulullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai keberanian yang
menga-gumkan dan tiada tandingannya dalam membela agama dan menegakkan
kalimatullah Ta’ala. Beliau mempergunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala
yang dicurahkan atas beliau pada tempat yang semestinya.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anhatelah mengungkapkan hal itu dalam sebuah
hadits:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali
memukul seorangpun kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum
wanita.” (HR. Muslim)
Di antara bukti keberanian beliau adalah kegigihan beliau dalam
mendakwahkan agama Islam seorang diri menghadapi kaum kafir Quraisy dan
pemuka-pemuka-nya. Demikian juga keteguhan beliau di atas keyakinan
tersebut hingga Allah menurunkan pertolongan-Nya. Beliau tidak pernah
mengeluh atau berkata: “Tidak ada yang sudi menyertaiku, sedangkan
orang-orang semuanya memusuhiku.” Akan tetapi beliau bersandar serta
bertawakkal kepada Allah dan tetap meneruskan perjuangan dakwah beliau.
Beliau adalah seorang pemberani dan sangat teguh dalam memegang dan
melaksanakan pendirian. Ketika orang-orang lari bercerai berai, beliau
tetap teguh bagaikan karang.
Beliau mengasingkan diri untuk beribadah di gua Hira’ selama beberapa
tahun. Kala itu beliau belum merasakan gangguan dan orang-orang Quraisy
pun belum memerangi beliau. Kaum kafir itu tidak menembakkan sebatang
anak panah pun dari busurnya kecuali setelah beliau menyebarkan aqidah
tauhid dan memerintahkan untuk memurnikan ibadah mereka kepada Allah
semata. Beliau sangat mengherankan ucapan kaum kafir sebagaimana yang
difirmankan Allah :
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari lan git dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
pen glihatan, dan siapakah yang men geluarkan yang hidup dari yang mati
dan yang men geluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang men
gatur segala urusan” Maka mereka menjawab: “Allah “. Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)
Sementara itu mereka menjadikan berhala-berhala sebagai perantara antara mereka dengan Allah . Sebagaimana yang Allah firmankan:
“Dan orang-orang yang men gambil pelindung selain Allah (berkata):
“Kami tidak men yembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami
kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Az-Zumar: 3)
Padahal mereka juga meyakini tauhid Rububiyah, sebagaimana yang diungkapkan Allah , artinya:
“Katakanlah: “Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari lan git dan bumi?” mereka akan menjawab: “Allah”.
Wahai saudaraku, lihatlah praktek-praktek syirik yang bertebaran di
seantero negeri-negeri kaum muslimin, seperti memohon kepada orang yang
sudah mati, bertawassul dengan perantaraan mereka, bernadzar karena
mereka, takut serta mengharap kepada mereka. Sampai-sampai terputus
hubungan antara mereka dengan Allah Y disebabkan kemusyrikan yang
mereka lakukan. Mereka telah menempatkan orang-orang yang sudah mati
setara dengan kedudukan Dzat Yang Maha Hidup dan tidak akan pernah
mati. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (se-suatu dengan) Allah, maka
pasti Allah men gha-ramkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”
(Al-Maidah: 72)
Sekarang kita beranjak dari rumah beliau menuju gunung yang berada di
sebelah utara. Itulah gunung Uhud, disitulah terjadi peristiwa besar
yang menunjuk-kan keperkasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e
dan keteguhan serta kesabaran beliau atas luka yang diderita pada
peperangan tersebut. Pada waktu itu wajah beliau yang mulia terluka dan
beberapa gigi beliau patah serta kepala beliau terkoyak.
Sahal bin Sa’ad t menceritakan kepada kita ten-tang luka yang diderita
beliau . Ia berkata: “Demi Allah, aku benar-benar men getahui siapakah
yang mencuci luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e, siapakah
yang men yiramkan airnya dan dengan apa luka itu diobati.” Ia
melanjutkan: “Fathimahradhiyallahu ‘anhaputri beliaulah yang mencuci
luka tersebut, semen tara Ali bin Abi Thalib t men yiramkan airnya
dengan perisai. Namun ketika Fathimahradhiyallahu ‘anhamelihat siraman
air tersebut hanya menambah deras darah yang men gucur dari luka
beliau, ia segera men gambil secarik tikar lalu membakarnya kemudian
membungkus luka tersebut hingga darah berhenti men gucur. Pada
peristiwa itu gigi beliau patah, wajah beliau terluka dan kepala beliau
terko yak lebar.” (HR. Al-Bukhari)
Al-Abbas bin Abdul Muththalib radhiallaahu anhu menceritakan
kepahlawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e dalam peperangan
Hunain. Ia berkata: “Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru memacu bighalnya ke arah
pasukan kaum kafir, sementara aku
terus memegang tali kekang bighal tersebut supaya tidak melaju dengan cepat. Saat itu beliau berkata:
“Aku adalah seorang nabi bukanlah pendusta. Aku adalah cucu Abdul Muththalib.” (HR. Muslim)
Sementara itu, penunggang kuda yang gagah berani, yang sudah masyhur
dan terkenal dengan kisah-kisah kepahlawanannya, yaitu Ali bin Abi
Thalib t menceritakan keberanian Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam e sebagai berikut: “Apabila dua pasukan sudah saling bertemu
dan pepe-rangan sudah demikian sengit, kamipun berlindung di belakang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e, tidak ada seorangpun yang
paling dekat kepada musuh daripada beliau.” (HR. Al-Baghawi dalam
Syarhus Sunnah , silakan lihat di dalam Shahih Muslim III / no.1401)
Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e dalam menyebarkan
dakwah pantas dijadikan contoh dan teladan yang baik. Hingga akhirnya
Allah Ta’ala menegakkan pilar-pilar Islam dan melebarkan sayapnya di
segenap pelosok jazirah Arab, negeri Syam dan negeri-negeri di seberang
sungai Tigris. Hingga tidak tersisa satu rumahpun kecuali telah
dimasuki cahaya Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya aku telah mendapat berbagai teror dan ancaman karena
membela agama Allah . Dan tidak ada seorangpun yang mendapat teror
seperti itu. aku telah mendapat berbagai macam gangguan karena
menegakkan agama Allah . Dan tidak seorangpun yang mendapat gangguan
seperti itu. Sehingga pernah kualami selama 30 hari 30 malam, aku dan
Bilal tidak mempunyai sepotong makanan pun yang la yak untuk dimakan
manusia kecuali sedikit makanan yang hanya dapat dipergunakan untuk
menutupi ketiak Bilal.” (HR. At¬Tirmidzi dan Ahmad)
Walaupun harta dan ghanimah serta perbenda-haraan dunia dari kemenangan
yang diberikan Allah kepada beliau terus mengalir, namun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mewariskan sesuatupun kepada
umatnya, tidak dinar maupun dirham, beliau hanya mewariskan ilmu.
Itulah warisan nubuwat, barangsiapa yang ingin mengambilnya, maka
silakan maju untuk mengambilnya dan selamat berbahagia menerima warisan
yang agung itu.
‘Aisyahradhiyallahu ‘anha menuturkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meninggalkan dinar,
tidak pula dirham, tidak meninggalkan kambing, tidak pula unta. Beliau
tidak mewasiatkan harta apapun.” (HR. Muslim)
Doa-Doa Rasulullah
Doa adalah ibadah yang sangat agung, yang tidak boleh dipalingkan
kepada selain Allah Y. Hakikat doa adalah menunjukkan ketergantungan
kita kepada Allah Y dan berlepas diri dari daya dan upaya makhluk. Doa
merupakan tanda Ubudiyah (penghambaan diri secara totalitas kepada
Allah Y). Doa juga
merupakan lambang kelemahan manusia. Di dalam ibadah doa
terkandung pujian terhadap Allah Y. Disamping itu terkandung juga sifat
penyantun dan pemurah bagi Allah U. Oleh sebab itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam e bersabda:
“Doa itu adalah ibadah.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e adalah seorang yang banyak
berdoa, memohon dan menunjukkan ketergantungan kepada Allah U. Beliau
sangat menyukai kalimat-kalimat yang ringkas namun sarat makna dan juga
menyukai ucapan-ucapan doa.
Di antara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:
“Ya Allah, tolonglah daku dalam menjalankan agama yang merupakan
pelindung segala urusanku. Elokkanlah urusan duniaku yang merupakan
tempat aku mencari kehidupan. Elokkanlah urusan akhiratku yang
merupakan tempat aku kembali. Jadikanlah kehidupanku ini seba gai
tambahan segala kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku seba gai
ketenangan bagiku dari segala kejahatan.” (HR. Muslim)
Di antara doa beliau adalah
“Ya Allah, Yang Maha Men getahui yang ghaib dan yang nyata. Ya Rabb
Pencipta lan git dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku
bersksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku
berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan bala
tenta-ranya, atau aku melakukan kejahatan terhadap diriku atau yang aku
tujukan kepada seorang muslim lain.” (HR. Abu Daud)
Demikian pula doa berikut ini:
“Ya Allah, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal (supaya aku
terhindar) dari yang haram, per-kayalah aku dengan karunia-Mu (supaya
aku tidak meminta) kepada selain-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)
Di antara permohonan beliau kepada Allah Y:
“Ya Allah, ampunilah dosaku, curahkanlah rahmat-Mu kepadaku dan
temukanlah aku dengan teman yang tinggi derajatnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam e senantiasa berdoa memohon
kepada Rabb Ta’ala baik pada waktu lapang maupun pada saat sempit. Pada
peperangan Badar, beliau berdoa kepada Allah Y hingga jatuh selendang
beliau dari kedua pundaknya, memohon kepada Allah U agar menurun-kan
pertolongan bagi kaum muslimin dan menjatuhkan kekalahan atas kaum
musyrikin. Beliau sering berdoa untuk dirinya sendiri, untuk keluarga
dan ahli bait beliau, untuk sahabat-sahabat beliau bahkan untuk segenap
kaum muslimin.
Setelah kita puas mendengarkan hadits-hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, sirah, jihad dan perjuangan beliau yang
mengesankan. Perlu diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam memiliki hak yang wajib ditunaikan untuknya. Supaya dapat
menyempurnakan kebaikan yang kita peroleh dan dapat berjalan di atas
jalan yang benar dengan baik.
Di antara hak-hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang wajib ditunaikan oleh umatnya adalah:
Beriman secara jujur kepadanya yang direalisasikan dalam ucapan dan
perbuatan. Membenarkan seluruh ajaran yang dibawanya. Wajib mentaatinya
dan tidak mendurhakai perintah-perintahnya. Wajib berhukum kepadanya
dan menerima dengan lapang segala keputusannya. Menempatkan beliau
sesuai dengan kedu-dukannya tanpa sikap berlebih-lebihan dan memandang
remeh. Selalu mengikuti beliau serta menjadikannya sebagai teladan dan
panutan dalam segala perkara. Lebih mencintai beliau daripada mencintai
keluarga, harta, anak dan seluruh manusia. Menghormati dan memuliakan
beliau, menolong agama yang beliau bawa dan membela sunnah beliau serta
menghidupkan sunnah itu di tengah-tengah umat manusia. Mencintai
sahabat-sahabat beliau yang mulia serta senantiasa mendoakan kebaikan
bagi mereka. Membela kehormatan mereka serta menelaah peri kehidupan
mereka. Termasuk bentuk mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah banyak-banyak bershalawat untuk beliau. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Hari Jumat merupakan hari yang paling utama bagi kamu. Pada hari itu
Nabi Adam shallallahu ‘alaihi wasallam dicipta-kan, pada hari itu pula
akan ditiup sangkakala, dan pada hari itu pula semua makhluk akan mati
(setelah ditiup sangkakala), maka perbanyaklah men gucapkan shalawat
untukku pada hari itu, karena shalawat kamu akan diperlihatkan
kepadaku.” Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, bagaimanakah shalawat kami dapat diperlihatkan
kepadamu sementara kamu sudah hancur di dalam tanah?” Beliau menjawab:
“Sesungguhnya Allah U men gharamkan bumi untuk memamah jasad para
nabi.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dan dinya-takan shahih oleh Syaikh
Al-Albani)
Sebagai seorang umat Muhammad kita tidak boleh berlaku bakhil menunaikan hak beliau . Rasulullah bersabda:
“Seorang yang bakhil itu ialah yang disebutkan namaku di hadapannya namun dia tidak ber-shalawat untukku.” (HR. At-Ti rmidzi)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
kepada Allah dan tidak bershalawat untuk Nabi, niscaya
mereka akan mendapat sesuatu yang tidak disenangi dari Allah . Apabila
Allah berkehendak, maka akan men yiksa mereka. Dan apabila tidak, Allah
U akan mengampuni dosa mereka.” (HR. At-Ti rmidzi)
Perpisahan
Kita akan segera bertolak meninggalkan rumah yang dibangun di atas pilar-pilar
iman dan ketaatan. Tinggallah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam genggaman kita, sebagai rambu kehidupan bagi yang menghendaki
keselamatan dan sebagai pedoman bagi menghendaki hidayah.
Kita berhenti sejenak, berbincang bersama alim ulama mengenai semangat
mereka dalam mengikuti sunnah yang agung ini. Dengan harapan, semoga
Allah Y memberikan karunia kepada kita teladan dan panutan yang baik.
Imam Ahlus Sunnah, yakni Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Tidak pernah
aku menulis sebuah hadits pun kecuali akan aku amalkan hadits tersebut.
Hingga pada suatu ketika, sampai kepadaku sebuah hadits yang
menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
berbekam dan memberi upah kepada Abu Thayyibah (tukang bekam) seban yak
satu dinar, maka aku pun memberikan upah satu dinar kepada tukang bekam
setiap kali aku berbekam. (Siyar A’laamun Nubala’ 9/213)
Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Aku pernah mendengar Sufyan berkata:
“Setiap hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sampai
kepadaku pasti aku amalkan meskipun hanya sekali saja.”
Diriwayatkan dari Muslim bin Yassar ia berkata : “Sungguh, aku lebih
senang shalat dengan men genakan sandal padahal membukanya lebih mudah
bagiku. Aku lakukan hal itu semata-mata untuk men gikuti Sunnah Nabi.”
(As-Siyar VII / 242 dan kitab Az-Zuhud karya Imam Ahmad hal 355).
Sebagai bingkisan untuk saudaraku tercinta, aku persembahkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini:
“Seluruh umatku akan masuk Surga kecuali yang enggan.” Para sahabat
bertanya: “Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam?” Beliau menjawab: “Siapa yang mentaatiku, ia pasti
masuk Surga. Siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang enggan (masuk
Surga).” (HR. Al-Bukhari)
Y a Allah, beril ah kami karuni a untuk meci ntai N abi -M u dan
menapaki jalannya yang lurus, bukan sebagai orang yang sesat lagi
menyesatkan. Ya Allah, curahkan shalawat untuk Muhammad selama siang
masi h berganti mal am, Y a Allah, curahkanl ah shalawat untuk Muhammad
selama ahli dzikir dan para shalihin melantunkan dzikirnya, Ya Allah,
kumpulkanlah kami dengan Nabi kami Muhammad di Surga Firdaus yang
tinggi dan sejukkanlah pandangan dan mata hati kami dengan melihatnya
dan berilah kami kesempatan untuk minum dari telaganya, hingga kami
tidak akan haus dan dahaga selamanya. Shalawat dan salam semoga
tercurah atas Nabi kita Muhammad , atas segenap keluarga dan sahabat
beliau.
Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta – Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual belikan !!!